webnovel

Part 3

Setelah berkata demikian, aku dan juga para karyawan yang ada di divisiku berjalan menuruni tangga darurat menuju lobby,

Untunglah divisi kami berada di lantai 5, jadi jarak menuju lobby tidak terlalu jauh, meskipun tak bisa di pungkiri bahwa melalui tangga darurat ini cukup melelahkan,

Begitu sampai di depan pintu darurat yang terhubung dengan lobby, kami di sambut oleh petugas keamanan yang memang menjaga dan mengunci pintu darurat tersebut agar para penyusup tidak bisa menerobos masuk,

"Manager Wensy, apa yang anda dan team anda lakukan di sini ?" tanya seorang petugas keamanan kantor, "Saya mohon kembalilah ke ruangan anda sampai situasi sudah lebih baik.."

"Saya hanya ingin bernegosiasi dengan para penyusup itu," ujarku.

"Maaf Manager, tapi saya tidak bisa membiarkan anda melakukan hal itu," ucap petugas keamanan yang lain.

Aku menghela nafas, "Biarkan saya lewat, setidaknya saya seorang diri pun tak masalah.. Saya tidak bisa hanya berdiam diri seperti ini,"

"Maaf Manager.. Kami benar - benar tidak bisa mengabulkan permintaan anda,"

"Biarkan saya lewat !" ucapku tegas sambil menatap tajam semua petugas keamanan yang berdiri di hadapanku, "Jangan membuang - buang waktu saya !"

"Tapi, Manager,-"

"Jangan lagi menahan saya.. Ini semua untuk kebaikan bersama," ujarku dengan suara dingin sambil merapikan blouse merahku, "Buka pintunya,"

Para petugas keamanan itu saling berpandangan, akhirnya sambil menghela nafas panjang, mereka pun membukakan pintu untukku sedangkan karyawan yang lain tidak mereka ijinkan untuk ikut denganku temasuk Bryan.

Aku melangkahkan kakiku keluar, suasana lobby lebih sunyi dari yang aku duga, bahkan suara hentakan higheelsku di atas lantai terdengar cukup nyaring,

Tepat seperti dugaanku, begitu aku muncul di lobby, para penyusup itu langsung mengacungkan senjata api mereka padaku dari jarak jauh.

Sesaat aku terdiam sambil memperhatikan semua penyusup itu, jumlah mereka kira - kira ada 15 orang. Aku juga melihat para sandera yang bertiarap di atas lantai, syukurlah tak ada satu pun dari mereka yang terluka.

"Angkat tangan !" ucap salah satu penyusup tersebut kepadaku.

Aku mengangkat kedua tanganku, meskipun jantungku berdegup sangat kencang karena takut memancing kemarahan mereka, aku tetap berusaha untuk tenang dan fokus pada tujuanku,

"Apakah anda pemimpin mereka ?" tanyaku sambil tetap mengangkat tanganku.

"Diam ! Tak ada yang menyuruhmu untuk bicara !" teriak penyusup itu dengan suara agak serak sambil berjalan mendekatiku dan tentu saja senjata api masih dia acungkan padaku.

"Saya hanya ingin bernegosiasi dengan anda," ucapku.

Penyusup itu berhenti sejenak, "Negosiasi ?"

Bagus ! Dia sepertinya tertarik dengan ucapanku.

"Ya.. Negosiasi," jawabku dengan suara lebih lantang dari sebelumnya, "Apakah anda tertarik dengan tawaran saya ?"

Penyusup itu terdiam sambil menatap tajam kepadaku, sepertinya dia masih ragu - ragu untuk percaya padaku.

"Apa yang anda butuhkan ? Sampai anda menyusup di kantor ini dan menyandera beberapa karyawan di kantor ini ?" tanyaku.

"Siapa kau ?" bukannya menjawab pertanyaanku, penyusup itu malah balik bertanya padaku.

"Saya Manager yang bertanggung jawab di kantor ini," ucapku.

"Manager ?" penyusup itu lagi - lagi tampaknya meragukan aku.

Aku menyunggingkan senyumku, "Saya bisa membuktikannya jika ada tidak mempercayai saya,"

"Kalau begitu buktikan," ucapnya.

Aku menunjukkan kartu akses kantor yang terkalung di leherku pada penyusup itu dengan tangan kananku, sedangkan tangan kiriku tetap ku angkat,

Penyusup itu berdeham sedikit, tampaknya dia mulai percaya pada kata - kataku.

"Jadi bolehkah saya mengetahui alasan anda melakukan hal ini, Pak ?" tanyaku lagi.

Penyusup itu terdiam sejenak, kemudian dia terlihat menatap rekan - rekannya yang lain dan kembali lagi menatapku,

"Serahkan pada kami semua uang yang ada di kantor ini," ucapnya lantang.

Lagi - lagi tepat seperti dugaanku ! Yang mereka butuhkan adalah uang.

"Bolehkah saya mengajukan solusi yang lain ?"

"Apa maksudmu ?"

"Seperti yang anda tahu.. Saya dan juga semua sandera ini hanyalah karyawan yang bekerja di perusahaan ini," ujarku dengan tenang, "Permintaan anda akan sulit untuk kami penuhi,.. Tapi saya berjanji akan memberikan 1 juta euro kepada anda,"

Penyusup itu tampak terbelak mendengar perkataanku,

"Sebagai gantinya, tolong lepaskan para karyawan yang menjadi sandera anda," aku melanjutkan ucapanku, "Mereka hanyalah orang - orang tak bersalah yang bekerja di kantor ini untuk mendapatkan penghasilan.."

"Berikan dahulu uangnya dan aku akan melepaskan mereka," ujar penyusup itu padaku.

"Tidak.." ucapku, "Lepaskan mereka terlebih dahulu, maka saya akan memberikan uang tersebut kepada anda,"

Penyusup itu mengacungkan senjatanya lagi padaku, "Apa kau ingin main - main denganku ?!"

"Apakah anda ingin membunuh saya hanya karena saya ingin anda melepaskan para sandera terlebih dahulu ?" tanyaku sambil menatap penyusup tersebut dengan tatapan datar, entah darimana aku mendapatkan keberanian seperti itu.

"Kau,-"

"Apa anda ingin putri anda memiliki seorang ayah pembunuh ?" tanyaku dengan tenang, "Saya yakin anda pasti tidak ingin hal itu terjadi bukan ?"

"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku mempunyai seorang putri ?"

Aku tersenyum tipis, "Anda menjatuhkan sebuah gambar dari saku anda tadi,"

Begitu mendengar ucapanku, penyusup itu langsung menoleh ke belakangnya dan buru - buru mengambil sebuah kertas yang jatuh di atas lantai berisikan gambar yang di buat oleh anak - anak. Gambar tersebut menunjukkan sebuah keluarga kecil yang berisikan seorang ayah dan anak perempuannya, juga terlihat sebuah tulisan "My Superdad" di atas kertas itu.

Penyusup itu tampak tertegun memandangi gambar tersebut, dia terlihat tersenyum kecil melihat gambar tersebut,

"Anda pasti sangat menyayangi putri anda dan menganggapnya berharga.. Saya tahu anda pasti akan bekerja keras untuk membahagiakan putri anda," kataku kemudian, "Sama seperti para karyawan yang saat ini menjadi sandera anda.. Mereka juga bekerja untuk keluarga mereka, untuk hal yang berharga bagi mereka, mungkin juga untuk impian mereka,"

Penyusup itu memandangku, entah apa yang dia pikirkan saat ini, yang pasti aku sedang berusaha membujuknya untuk melepaskan para sandera itu,

"Saya tahu sekali anda tak berniat jahat.. Maka dari itu, bukankah tawaran saya sangat menguntungkan untuk anda ?" ujarku lagi.

Penyusup itu menurunkan senjatanya, dia juga menyuruh rekan - rekannya yang lain untuk mengikutinya, "Baiklah.. Saya akan melepaskan para sandera sesuai dengan permintaan anda, sebagai gantinya anda juga harus menepati janji.."

Aku menganggukkan kepalaku,

Penyusup itu pun akhirnya memperbolehkan para karyawan yang di sandera untuk berdiri dan meninggalkan lobby kantor, para penjaga keamanan yang menjadi sandera pun di lepaskan,

"Saya sudah melakukan permintaan anda," ujar penyusup itu.

"Berikan saya nomor rekening anda dan saya akan mengirimkan uangnya," ujarku sambil mengeluarkan handphone dari saku celanaku.

Penyusup itu menyebutkan nomor rekeningnya, dan sesuai janjiku, aku mengirimkan 1 juta euro padanya,

Aku menunjukkan layar handphoneku pada penyusup itu, tanda bahwa transaksi berhasil,

Belum sempat penyusup itu berkomentar apapun, tiba - tiba saja,

"Semuanya angkat tangan kalian !" teriak para polisi yang sudah tiba sambil mengacungkan pistol mereka pada para penyusup itu.

Karena sudah terjebak, para penyusup itu tak punya pilihan lain selain menuruti ucapan polisi,

George berjalan mendekat ke arah ku dan juga pemimpin penyusup yang berdirinya tak jauh dariku,

"Anda di tahan karena penyusupan, melakukan sandera, dan juga di anggap melakukan penyerangan," ujar George pada penyusup itu sambil memborgol kedua tangan orang itu.

"Tunggu dulu !" ucapku dengan suara lantang dan semua orang yang ada di sana pun menatapku dengan tatapan yang berbeda - beda, "Mereka memang melakukan penyusupan dan sandera, tapi mereka tak melukai siapapun.."

"Hal itu akan di urus saat di kantor polisi dan juga persidangan nanti," ujar George dengan nada dingin padaku.

"Saya melakukan negosiasi dengan mereka, dan sesuai yang saya katakan.. Mereka tidak melukai siapapun,"

George menarik penyusup itu tanpa mempedulikan kata - kataku, "Kami akan membawa mereka pergi.. Saya akan kembali ke sini nanti untuk meminta bukti rekaman CCTV,"

"George, tunggu.." aku menahan tangan George.

"Kita bicara lagi nanti, Nona Wensy.." bisik George pelan sambil berjalan meninggalkanku. Aku tahu dari nada suara George bahwa dia sangat marah padaku.

Aku diam tak berkomentar apapun lagi sambil melihat George dan para rekan kerjanya membawa para penyusup itu pergi,

Ramalan cuaca rupanya benar, cuaca yang terlihat cerah sekalipun secara mendadak bisa berubah menjadi hujan badai. Sama seperti keadaan hatiku saat ini, yang secara mendadak berubah menjadi kelabu.

~

"Ini pesanan anda.." Seorang pelayan wanita meletakkan semangkuk ice cream mangga, segelas milkshake vanilla, dan juga sepiring strawberry mille feuille di atas meja.

"Terimakasih," ucapku sopan.

Pelayan tersebut tersenyum padaku, "Selamat menikmati," kemudian pelayan itu pergi meninggalkan aku.

Setelah semua yang terjadi hari ini, aku merasa tubuhku lemas sekali dan membutuhkan asupan makanan manis yang cukup banyak.

Sore ini hujan turun dengan deras di sertai dengan angin yang kencang,.. Persis seperti yang di prediksikan oleh ramalan cuaca pagi tadi.

Aku memasukkan sesendok ice cream ke dalam mulutku, rasanya benar - benar menenangkan hatiku yang kacau saat ini.

Padahal sore ini George berjanji untuk menemuiku, namun tadi sebelum aku pulang kerja George mengirimkan sebuah pesan singkat bahwa dia tidak bisa datang karena masih harus menyelesaikan pekerjaannya, dan disinilah aku.. Duduk seorang diri di sebuah cafe untuk menghibur diri.

Aku menghela nafas, lagi - lagi aku memikirkan kejadian hari ini, apalagi karena kejadian hari ini aku merasa pekerjaanku akan bertambah 2 kali lipat ! Ah tidak ! Bukan hanya 2 kali lipat, mungkin akan bertambah 3 bahkan 5 kali lipat !

( Flashback On )

Aku masih berdiri mematung seraya memandangi George yang keluar dari gedung kantor bersama dengan rekan - rekan kerjanya sambil membawa pergi para penyusup,

Hampir saja aku terjatuh karena kakiku yang mendadak terasa lemas, namun Bryan yang entah sejak kapan sudah berdiri di dekatku, dengan sigap menahan tubuhku,

"Anda baik - baik saja, Manager ?" tanya Bryan dengan suara berbisik.

"Saya baik - baik saja," jawabku sambil menarik diri menjauh dari Bryan.

Aku berjalan ke arah sofa panjang berwarna hitam yang ada di lobby dan sedetik kemudian aku menghenyakkan tubuhku di atas sofa,

"Wah Manager !" Steve menghampiriku dengan ekspresi wajah yang terlihat kagum padaku, "Anda keren sekali !"

"Itu benar ! Anda luar biasa sekali, Manager !" sambung Vony dengan mata yang berbinar - binar sambil duduk di sampingku, "Anda benar - benar seperti seorang superhero yang menyelamatkan orang - orang dari bahaya.."

"Saya yakin, setelah ini anda pasti akan menjadi sangat populer di kantor ini," ucap Cloe.

"Hei, " Vony menyikut lengan Cloe, "Manager Wensy sudah sangat populer sejak pertama kali menginjakkan kakinya di kantor ini.."

"Ah iya benar.. Maksud saya," Cloe meralat ucapannya, "Manager Wensy akan menjadi lebih populer karena kejadian hari ini.. Sangat membanggakan sekali bisa menjadi anggota team, Manager Wensy,"

"Hari ini anda memang luar biasa sekali, Manager.." ucap Pak Jeffrand, "Anda dengan berani mau melakukan negosiasi dengan para penyusup itu dan hal itu tidaklah sia - sia,"

"Manager ! Saya akan menjadi fans sejati anda mulai hari ini," ucap Nasya.

"Bahkan Manager sampai mau mengorbankan 1 juta euro pada penyusup itu agar para sandera dilepaskan," ucap Vony lagi, "Benar - benar seorang panutan,"

Suasana lobby terlihat riuh karena para karyawan dan petugas keamanan yang tadi menjadi sandera, datang untuk mengucapkan terimakasih padaku serta memuji keberanianku.

Aku hanya tersenyum mendengar setiap ucapan dan pujian yang di sampaikan padaku,

Sejujurnya saat ini aku sedang menenangkan diriku.

Bohong jika aku bilang aku tidak takut saat mencoba bernegosiasi dengan para penyusup itu ! Aku hanya berpura - pura untuk terlihat tidak takut karena memikirkan keselamatan para karyawan dan petugas keamanan yang menjadi sandera.

Hebat sekali aktingmu ini, Wensy !!

Tiba - tiba saja CEO, direktur dan para dewan direksi lainnya sudah berada di lobby dan mereka berjalan ke arahku, sekilas aku bisa melihat Ivory berjalan di sebelah direktur dan menatapku dengan raut wajah cemas,

Buru - buru aku dan juga semua karyawan serta petugas keamanan berdiri, kami membungkukkan badan untuk memberi hormat,

"Saya yakin kalian semua pasti masih terkejut karena kejadian hari ini," ucap Pak CEO, "Semua karyawan, tanpa terkecuali, akan saya berikan tunjangan tambahan.." kemudian CEO beralih menatapku, "Dan,.. Manager Wensy,"

"Ya Pak CEO ?" jawabku.

"Kerja bagus hari ini.." ujar Pak CEO padaku sambil tersenyum hangat, "Saya bisa melihat anda yang bekerja dengan baik dan sangat peduli dengan karyawan lainnya.."

"Terimakasih, Pak CEO.." ujarku.

"Anda akan menjadi panutan yang baik untuk karyawan yang lain," ucap Pak CEO, "Karena itu apakah anda bersedia menjadi wakil CEO ?"

Mendadak semua orang yang ada di lobby langsung terkesiap mendengar ucapan Pak CEO, aku pun juga sama terkejutnya !

Sungguh ! Aku memberanikan untuk melakukan semua hal itu bukan karena aku mengincar kenaikan jabatan, aku benar - benar hanya tak ingin diam saja saat tahu bahwa orang lain membutuhkan bantuanku.

"Sudah lama sekali posisi wakil CEO kosong karena adikku yang memutuskan untuk pindah ke luar negeri bersama keluarganya," Pak CEO melanjutkan ucapannya, "Bagaimana Manager Wensy ? Apakah anda tertarik dengan tawaran saya ?"

Aku membungkukkan badanku pada Pak CEO, "Mohon maaf sebelumnya, Pak CEO.. Akan tetapi, saya tidak bisa menerima tawaran anda.."

Pak CEO menatapku sambil tersenyum, "Begitukah ? Apakah ada alasan yang kuat untuk menolak tawaran sebagus ini ?"

"Saya mencintai pekerjaan saya sebagai manager, Pak CEO.." jawabku dengan yakin, "Alasan saya menolong karyawan yang lain bukanlah demi mengincar kenaikan jabatan apalagi mengharapkan posisi sebagai wakil CEO,"

Lagi - lagi Pak CEO tersenyum hangat menatapku, "Saya tahu kalau anda bukanlah orang yang seperti itu, Manager Wensy.." ucap Pak Ceo sambil menepuk bahuku, "Saya tahu anda pasti akan menolak tawaran saya,"

"Maafkan saya, Pak CEO.."

"Tidak perlu meminta maaf, Manager Wensy.." ujar Pak CEO, "Kalau begitu sebagai gantinya, mulai detik ini anda adalah orang kepercayaan saya di kantor ini, selain daripada direktur dan para dewan direksi lainnya tentunya.."

"Pak CEO,-"

"Saya anggap anda setuju dengan perbincangan ini," ujar Pak CEO, "Ini hadiah yang setimpal dengan apa yang anda lakukan hari ini, Manager Wensy.. Jadi jangan pernah merasa terbeban dengan kepercayaan saya ini.."

( Flashback Off )

"Aduh ! Lihat anak ini !" suara Viola yang sangat khas menyadarkan lamunanku.

"Kalau orang melihat, mereka akan berpikir kau sedang patah hati, tahu !" timpal Ivory sambil menatapku mejaku yang penuh dengan hidangan manis dengan wajah tak percaya.

"Padahal baru saja aku ingin memuji keberanianmu," sambung Leila, "Tapi kenapa kau malah terlihat kacau begini ?"

"Terlepas dari berani atau tidak, itu benar - benar tindakan berbahaya !" omel Ivory.

Ivory, Viola, serta Leila sepertinya juga baru saja pulang dari kantor dan mereka langsung menemuiku seperti ini karena mereka khawatir denganku.

Aku menatap ketiga sahabatku itu dengan wajah lelah, "Tidak bisakah kalian duduk terlebih dahulu sebelum kalian mulai mengoceh ?"

Ketiga sahabatku itu menuruti ucapanku. Viola duduk di hadapanku, sedangkan Ivory duduk di sebelah Viola, dan Leila duduk di sebelahku.

"Sekarang katakan padaku, kenapa kau bisa - bisa bertindak berbahaya seperti itu ?" tanya Ivory tanpa basa - basi lagi, sepertinya dia akan menelanku bulat - bulat jika aku tak langsung menjawab pertanyaannya.

"Ivory,.. Slow down," ujar Leila, "Bukankah seharusnya kita memuji keberanian Wensy ? Menurutku apa yang di lakukan Wensy adalah hal yang luar biasa, walaupun memang hal itu sangat berbahaya,"

Ivory menghela nafas panjang, "Baiklah.. Kerja bagus, Wensy.." ucap Ivory, "Nah sekarang jelaskan pada kami apa yang ada di pikiranmu saat kau memutuskan untuk melakukan hal seperti itu,"

Leila berdecak, "Aduh, Ivory ! Kau ini benar - benar tidak sabaran ya,.."

"Aku mencemaskannya, Leila.." ucap Ivory, "Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi padanya ? Kau tidak tahu bagaimana cemasnya aku saat karyawan - karyawan di divisiku mengatakan bahwa Wensy memberanikan diri untuk bernegosiasi dengan para penyusup itu ?"

"Itu benar ! Aku saja yang hanya mendengar tentang hal itu karena Ivory menelponku, langsung panik seketika !" timpal Viola, "Jantungku hampir saja berhenti dan mungkin saja rohku hampir saja meninggalkan ragaku tadi karena terlalu cemas serta takut ! Kau ini benar - benar membuat kami cemas, Wensy !"

"George menelponku tadi.." ujar Ivory, "Dia kesal karena kau tidak mau mendengarkan dan menuruti perkataannya,.. Bagaimana jika para penyusup itu benar - benar nekat dan membuatmu terluka ? Kau sama saja dengan mempertaruhkan nyawamu !"

"Hei.. Hei.. Tenanglah dulu," ujar Leila sambil merangkul bahuku, "Aku yakin Wensy pasti punya alasan yang kuat.. Iya kan ?" Leila menoleh padaku.

Aku langsung mengangguk, "Tentu saja.. Lagipula, selama bernegosiasi, aku benar - benar sangat berhati - hati.. Bagaimanapun juga aku harus berbicara dengan bijak agar karyawan yang menjadi sandera tidak terluka,"

"Tapi Wensy, tetap saja itu berbahaya dan beresiko tinggi," ujar Viola.

"Aku tahu.. Aku sangat tahu itu," ucapku.

"Lantas kenapa ?" tanya Ivory, kali ini suaranya terdengar parau.

"Apa kalian tahu perasaan takut, gelisah, tak berdaya karena berada dalam situasi yang bisa mengancam nyawa kalian ? Itu sangat menyesakkan !" ujarku sambil mengepalkan kedua tanganku, dan air mataku pun tak dapat terbendung lagi, "Aku pernah merasakannya dan hal itu membuatku trauma, aku tak ingin mereka merasakan hal yang sama denganku.. Paling tidak, aku bisa mencegah mereka, agar mereka tidak menjadi sepertiku.."

Leila mengusap punggungku, dia berusaha untuk membuatku tenang,

"Awalnya aku juga ragu.. Aku tak yakin apakah aku bisa," lanjutku dengan suara parau, "Tapi, aku tak bisa menutup mata dan menahan diri, padahal aku tahu situasi mereka.. Setidaknya aku berusaha, dan aku tidak menyesal dengan keputusanku.."

Ivory, Viola, dan juga Leila terdiam menatapku. Sepertinya saat ini mereka sudah mengerti apa yang aku rasakan,

"Apa sekarang kalian mengerti alasanku ?"

"Aku mengerti.." ujar Leila sambil memelukku, "Kau benar - benar hebat, Wensy.. Kau melakukannya dengan baik,"

Ivory serta Viola mengambil tissue dari atas meja dan langsung menyeka air mata mereka,

"Maaf, Wensy.." ujar Viola sambil berusaha menahan tangisnya, padahal sudah terlihat jelas air matanya yang mengalir deras itu, "Hanya saja, aku teringat dengan kejadian 3 tahun yang lalu.. Aku takut sekali sesuatu yang buruk terjadi padamu,"

"Aku juga minta maaf, Wensy.." ujar Ivory sambil terisak, "Aku hanya tak ingin kau terluka,"

"Aku juga minta maaf.." Aku menundukkan kepalaku, "Aku tak bermaksud membuat kalian takut dan cemas,.. Maafkan aku."

Leila menatap Viola, Ivory dan aku secara bergantian, "Astaga.. Ada apa dengan kalian ? Tidak ada yang bersalah disini,.. Ayo ! Hapus air mata kalian, sebelum air mata kalian berubah menjadi air terjun,"

Ivory melempar tissue yang ada tangannya kepada Leila, "Air mataku jadi kembali lagi dan memutuskan untuk tidak keluar karena ucapanmu !"

Aku serta Viola yang semula juga menangis, mendadak jadi terbahak karena ucapan Leila dan juga Ivory, mereka berdua ini benar - benar mengacaukan suasana sendu yang ada !

"Nah.. Seperti ini kan lebih baik," ujar Leila.

"Leila, memangnya kau tidak mencemaskan Wensy ?" tanya Viola.

"Aku tentu saja takut, khawatir serta mencemaskan Wensy.." ujar Leila, "Tapi yang terpenting adalah Wensy bisa menghadapi semuanya dengan baik dan aku bisa memastikan dia baik - baik saja.. Itu sudah cukup bagiku,"

"Wah, Leila.." Viola berdecak kagum, "Kalau kau berkata seperti itu dalam wujud pria, sudah pasti aku akan jatuh cinta padamu !"

Leila bergidik, "Kau membuatku merinding, sungguh !"

"Aku kan bilang jika kau pria !" protes Viola.

"Hei, sudah hentikan kalian berdua," ujar Ivory sambil terkekeh.

Leila beranjak berdiri, "Aku ingin memesan minuman dan juga dessert, kalian juga mau ?" tanya Leila pada Ivory dan Viola.

"Pesankan matcha latte untukku, ya.." ujar Viola, "Lalu aku juga ingin strawberry mille feuille seperti pesanan Wensy,"

Leila mengacungkan jempolnya pada Viola, "Ivory, kau ingin pesan apa ?"

Ivory berpikir sejenak, "Hmm.. Mango Smoothie,"

"Hanya itu saja ?" tanya Leila pada Ivory.

Ivory menganggukkan kepalanya, "Iya.."

"Baiklah.. Aku akan segera kembali," ujar Leila sambil berjalan menuju kasir untuk memesan minuman dan dessert.

Aku mengaduk - ngaduk milkshake yang ada di hadapanku dengan sedotan, hari yang sangat panjang dan,-

Tiba - tiba pandangan mataku menangkap seorang pemuda yang baru saja masuk ke dalam cafe, tidak mungkin ! Bagaimana bisa manusia itu ada di sini ?!

"Wensy ? Kau kenapa ?" tanya Viola saat melihat ekspresi wajahku, kemudian Viola ikut mengikuti padangan mataku, "OH MY GOD !" pekik Viola sambil mengatup mulutnya.

Ivory pun karena penasaran mengikuti padangan mataku dan Viola, sedetik kemudian matanya terbelak saat melihat pemuda tersebut, "Apa yang dia lakukan di sini ?!"

Aku mengalihkan padangan mataku, nafasku mulai tidak beraturan, kepalaku rasanya berputar dan rasa sesak di dadaku ini semakin lama semakin menghimpit, aku benci situasi ini ! Sangat benci !

"Wensy !" pekik Viola, "Kau pucat !"

Aku diam tak menjawab Viola, rasanya tubuhku beku dan perutku mual,

Ivory cepat - cepat beranjak berdiri dan membuka tasku, "Kau bawa obatmu ? Ada dimana ?" tanyanya panik.

Aku tak bisa bersuara, rasanya seperti semua anggota tubuhku mati rasa.

Ivory mengambil sebuah botol mungil berwarna coklat dan mengeluarkan sebuah pil kecil berwarna putih.

Viola mengeluarkan botol minumnya dari dalam tasnya dan memberikannya pada Ivory, "Aku membawa air putih dan belum ku minum sama sekali,"

Ivory menerima botol minum tersebut dari tangan Viola dan memberikannya kepadaku beserta dengan obatku, "Minum perlahan ya.. Tetap tenang, Wensy.."

Aku menerima pil tersebut dengan tangan gemetar dan langsung meneguknya dengan air putih yang ada di dalam botol minum.

Ivory dan Viola mengusap punggungku denga lembut, "Tak apa.. Kau baik - baik saja," ujar Ivory.

"Kau aman di sini.." sambung Viola, "Kau tidak sendirian.. Kami ada disini,"

Aku mengatur nafasku perlahan sambil menopang kepalaku yang terasa berat dengan tangan kiriku,

Leila datang menghampiri kami dengan raut wajah yang terlihat khawatir, "Ada apa ? Apa yang terjadi ? Apakah serangan panik Wensy kambuh ?"

Viola menarik Leila untuk mendekat, "Rheihan.. Ah bukan ! Athan.. Dia ada di sini," bisiknya.

"Apa kau bilang ?!" pekik Leila.

"Beberapa menit yang lalu, dia masuk ke dalam cafe," ujar Ivory.

"Kalau begitu, kita pergi saja dari sini.." ujar Leila, "Aku akan meminta pelayan untuk membungkus dessert serta minuman kita semua,"

"Aku tak apa," jawabku sambil memejamkan mata.

"Jangan keras kepala.. Kondisimu tidak baik saat ini," ujar Leila sambil memanggil seorang pelayan wanita yang berdiri tak jauh dari meja kami.

Aku hanya diam saja mendengarkan Leila yang meminta tolong pada pelayan untuk membungkus dessert serta minuman kami.

Lagi - lagi aku berhutang budi pada Ivory, Viola, dan juga Leila.

Entah sudah berapa kali aku melihat wajah cemas ketiga sahabatku ini saat mereka harus melihatku yang mendadak mendapat serangan panik.

Andaikan saja waktu bisa di putar ulang, aku ingin kembali di saat aku belum bertemu dengan sosok pemuda yang sangat aku benci, yaitu Uvian Athan.

Aku berusaha melupakan semuanya setelah 3 tahun berlalu. Aku mencoba untuk menjalani kehidupanku dengan baik tanpa mengingat tentang masa lalu, tapi kenyataannya masa lalu itu tetap mengikutiku sebagai bayangan yang sangat mengerikan !

"Wensy ! Kau baik - baik saja ?" tiba - tiba saja Jhion datang dan berdiri di hadapanku dengan nafas teregah - engah.

Aku terkejut saat melihat Jhion datang, padahal jelas - jelas aku tahu Jhion akhir - akhir ini sedang sibuk karena pekerjaannya,

"Apa kau terluka ??" tanya Jhion lagi.

"K-kenapa kau ada di sini ?" tanyaku bingung tanpa menjawab pertanyaan Jhion.

"Viola menghungiku tadi, dia bilang Athan ada di sini," ujar Jhion, "Dan juga George serta Ivory memberitahuku tentang apa yang terjadi tadi di kantormu,"

"Ah begitu rupanya," ujarku.

"Ayo.. Kita pergi," ujar Jhion pada kami berempat.

"Kalian tunggulah kami di mobil, aku dan Leila masih harus menunggu pesanan kami yang sedang di bungkus," ujar Ivory.

Aku mengangguk, rasanya tubuhku masih lemas, aku beranjak berdiri dan hampir saja terjatuh,

"Hati - hati, Wensy.." Viola dan Leila langsung menahan tubuhku agar aku tidak terjatuh.

"Aku baik - baik saja," ucapku.

Tanpa berkata apapun, Jhion langsung menggendong tubuhku yang mungil,

"A-apa yang kau lakukan ?" pekikku.

"Diam dan menurut saja," ujar Jhion.

"T-tapi,-"

"Tubuhmu masih shock dan lemas," ujar Viola, "Lebih baik Jhion menggendongmu,"

"Tapi ini memalukan !" ucapku yang masih bersikeras untuk turun.

"Cukup bersandar pada dadaku dan tutuplah matamu, pura - puralah kau sedang pingsan," ujar Jhion sambil berjalan, "Orang - orang tak akan menertawakanmu jika kau seperti itu,"

Ini benar - benar gila ! Aku memang masih merasa lemas, tapi bagaimana mungkin aku berpura - pura pingsan ? Memangnya aku sedang bermain film atau drama romantis ??

Dan yang lebih mengejutkannya lagi adalah Ivory, Viola, serta Leila yang sangat setuju dengan tindakan Jhion. Ah ! Dasar mereka ! Terlalu banyak menonton drama romantis !

Aku akhirnya terpaksa mengikuti perkataan Jhion, aku bersandar pada dada Jhion yang bidang itu dan menutup mataku,

Dag ! Dig ! Dug ! Dag ! Dig ! Dug ! Aku bisa mendengar dengan jelas suara serta irama dari degupan jantung milik Jhion, entah kenapa hal itu membuatku tenang dan melupakan rasa takutku.

"Apapun yang terjadi.. Kami semua tidak akan membiarkan kau terluka untuk yang kedua kalinya," gumam Jhion.

Aku termenung mendengar ucapan Jhion,

Aku tak tahu apakah aku berlebihan atau tidak, tapi bagiku, Viola, Ivory, Leila, George dan juga Jhion, benar - benar teman yang sangat berharga untukku !

Aku juga ingin menjadi lebih kuat dari sebelumnya, agar aku bisa melindungi orang - orang yang berharga di dalam hidupku.

~

George duduk di hadapanku dengan wajah datarnya, pada akhirnya setelah sehari berlalu, aku dan George memutuskan untuk bertemu. Lebih tepatnya, George memintaku untuk datang ke kantornya,

Tentu saja alasan utamanya adalah karena George memintaku untuk menjadi saksi dari kejadian kemarin,

George yang sedang bekerja seperti ini benar - benar terlihat berbeda dari yang biasanya, entah mengapa George lebih terlihat berkarisma.

"Apa kau tahu bahwa penyusup kemarin bukanlah orang yang profesional ?" tanya George.

Aku menggelengkan kepalaku,

"Mereka tak benar - benar memakai senjata untuk melukai orang lain.. Bahkan senjata api mereka saja tidak terdapat peluru di dalamnya," jelas George.

"Apa ?" tanyaku tak percaya.

"Pemimpin penyusup itu hanya sedang mencari seseorang yang bekerja di kantormu demi meminta ganti rugi alias biaya rumah sakit karena seseorang itu menabrak putrinya dan tidak mau bertanggung jawab," ujar George.

"Bagaimana dia bisa tahu kalau putrinya di tabrak oleh seseorang yang bekerja di kantorku ?"

"Karena tanda pengenalnya jatuh saat dia mengendarai motor dan menabrak putri pemimpin penyusup itu," ujar George sambil meletakkan sebuah tanda pengenal di atas meja untuk memperlihatkannya padaku.

Aku mengambil tanda pengenal itu dan melihat foto serta nama dari pemilik tanda pengenal itu,

"Apa kau tahu dia siapa dan berada di divisi mana ?" tanya George.

"Ya.. Aku tahu, memangnya kau belum memeriksanya di kantorku ?" tanyaku.

"Sudah.. Tapi banyak yang bilang tidak mengenalnya," jawab George.

"Yah.. Mungkin mereka enggan berurusan dengan Pallyson.. " ucapku sambil bersandar pada bangkuku, "Tidak heran juga jika dia adalah pelaku tabrak lari," ujarku.

"Kenapa memangnya ?" tanya George.

Aku menghela nafas, "Kau tahu kan dulu aku punya seorang senior yang bisa di bilang kurang bertanggung jawab ?"

George mengangguk,

"Dia orangnya.." ujarku, "Kalau aku tidak salah ingat, dia sekarang berada di divisi pemasaran,"

"Jadi aku hanya perlu mencari di divisi pemasaran saja ya ?"

Aku menganggukkan kepalaku,

"Baiklah.." ujar George sambil mencatat informasi dariku.

Aku memangku daguku dengan tangan kananku, "Tapi yang menjadi pertanyaanku adalah kenapa penyusup itu tidak melaporkan Pallyson pada detektif atau polisi ? Kenapa harus dengan menyusup kantorku ?"

"Dia sudah melakukannya," ujar George, "Hanya saja, detektif yang menangani kasusnya, tidak bisa menanganinya dengan cepat,.. Atau bisa di bilang, karena menurut detektif tersebut itu bukanlah kasus yang besar, dia jadi sedikit mengabaikan kasus tabrak lari itu untuk menangani kasus yang lebih besar,"

Aku menghela nafas, "Rumit juga.. Pantas saja penyusup itu berbuat nekat seperti itu,"

George mengangguk, "Begitulah.. Lalu mengenai uang 1 juta euro yang kau kirimkan pada penyusup itu, secepatnya pihak kepolisian akan mengurusnya dan mengembalikannya padamu.."

"Itu tidak perlu," ujarku pada George, "Memang sejak awal aku sudah berjanji untuk memberikan uang itu jika para penyusup itu mau melepaskan para sandera,"

"Tapi, itu uang yang sangat banyak.."

"Tidak apa - apa," ujarku, "Lagipula, setidaknya dengan uang itu dia bisa membayar biaya rumah sakit anaknya.. Dan, ku harap dia tidak mendapatkan hukuman yang terlalu berat karena dia tidak melukai siapapun,"

"Aku sedang mengusahakan hal itu," ujar George, "Ku harap Jaksa penuntut dan hakim bisa memutuskan dengan bijaksana,"

"Jika memang perlu, aku akan mencarikan pengacara untuknya," ujarku.

"Kenapa kau bertindak seperti ini ? Kau kan tidak mengenalnya,.. Jadi untuk apa kau mempedulikan penyusup itu sampai seperti ini ?" tanya George.

"Hmm.. Mungkin karena aku merasa dia dalam keadaan terjepit dan juga karena putrinya adalah korban tabrak lari," jelasku, "Aku berusaha menempatkan diriku di posisinya, karena Pallyson tidak bertanggung jawab, dia terpaksa melakukan hal nekat dengan menyusup ke kantorku untuk mencari keberadaan Pallyson demi meminta ganti rugi untuk membayar biaya pengobatan putrinya.. Aku hanya ingin menolongnya, selama aku bisa.."

"Yah... Itu memang dirimu," ujar George, "Awalnya aku kesal dengan tindakanmu yang nekat dan bisa di bilang membahayakanmu itu,"

Aku menghela nafas, "Maaf karena aku tak mendengarkan kata - katamu untuk tetap diam dan tinggal di dalam ruanganku,"

"Sudahlah, yang penting kau baik - baik saja dan aku juga sudah mendengar alasan mengapa kau melakukan negosiasi itu dari Ivory," ujar George sambil tersenyum, "Kau luar biasa, Wensy.. Kerja bagus,"

Aku membalas George juga dengan tersenyum,

"Oh iya," George mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalam laci meja kerjanya dan menyerahkannya padaku, "Sebenarnya dari kemarin aku ingin memberikan ini padamu,"

"Apa ini ?" tanyaku.

"Buka dan baca saja isinya," ujar George, "Aku yakin kau akan sangat terkejut.."

Aku menuruti perkataan George, dengan perlahan aku membuka amplop coklat tersebut dan jantungku berdegup kencang karena penasaran apa yang ada di dalam amplop tersebut,

Aku mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam amplop tersebut, dan sedetik kemudian mataku terbelak saat membaca setiap tulisan serta informasi yang tertulis di kertas tersebut,

"Ya Tuhan !" teriakku sambil mengatup mulutku, kemudian aku menatap George dengan wajah tidak percaya, "A-apa ini benar ?! Bagaimana bisa ??!"

"Aku juga sama terkejutnya denganmu saat mengetahui informasi itu," ujar George.

"T-tidak mungkin ! Ini benar - benar tidak masuk akal !" pekikku tak percaya.

"Saat ini, hanya itu saja yang bisa aku temukan," ujar George.

"Apakah kau sudah memberitahu Ivory, Jhion, Leila, dan Viola ?" tanyaku.

George menggelengkan kepalanya,

"Lebih baik jangan beritahukan hal ini kepada mereka.. Akan lebih baik kita memberitahu mereka saat semua informasi yang kita butuhkan sudah terkumpul dengan sempurna," ujarku.

"Aku juga berpikir begitu," ujar George, "Bagaimana pun juga hal ini benar - benar mengejutkan,"

"Aku akan membawa dan menyimpan dokumen ini," ujarku, "Dan jika ada informasi tambahan, kau harus segera memberitahuku,"

"Baiklah.." ucap George, "Ku harap secepatnya aku bisa mengumpulkan potongan - potongan informasi yang lainnya,"

Aku beranjak berdiri, "Jika sudah selesai, aku akan kembali ke kantor,"

George juga beranjak berdiri, "Aku akan mengantarmu,"

~

To Be Continued ...