webnovel

Kehilangan

"Jika perpisahan adalah sebuah takdir, bukankah pertemuan kita juga bagian darinya? Percayalah, Ini bukan sebuah ilusi yang harus dipertanyakan kebenarannya."

***

"APA YANG KAMU LAKUKAN, PANGERAN LEVIN?! KENAPA KAMU MEMBUNUH PUTRIKU?!" 

Suara tenor yang menguar tiba-tiba dari birai penguasa tertinggi Kerajaan Sparta itu, membuat seorang lelaki tampan dalam balutan pakaian kerajaan yang tengah bergetar hebat saat hendak memangku sebuah torso wanita muda nan cantik jelita yang terkulai di hadapannya itu, terperanjat seketika. Dialah sosok yang dipanggil 'Pangeran Levin'. Seorang Pangeran bungsu dari Kerajaan Athena negeri Greece. 

"Maaf, Yang Mulia. Aku tidak melakukan apa pun pada Putri Alexa. Semua begitu tiba-tiba. Putri Alexa terkena anak pa—" 

"Cukup, Pangeran Levin! Jangan terus menyangkal! Jelas-jelas tadi kami mendengar dari para pengawal Sparta, bahwa kamu membawa Putri Alexa bersamamu, secara diam-diam. Kamu telah merenggut kesuciannya lalu merencanakan pembunuhan atas Putri Alexa bukan? Akui saja perbuatanmu, Pengeran Levin. Agar hukumanmu tidak bertambah berat."

Seorang lelaki berpostur jangkung pun tampan yang merupakan pangeran mahkota Kerajaan Athena itu, tengah menggerakkan tungkainya dengan cepat, menyambangi keberadaannya lalu memotong kalimatnya begitu saja. Pangeran Levin cukup terperangah, mengingat lelaki itu adalah kakak laki-lakinya. Akan tetapi, terus meragukan dan menyudutkannya. 

"Apa?! Pangeran Levin, apakah yang dikatakan pangeran mahkota barusan benar? Kamu ..." Itu suara Raja Agathias, penguasa tertinggi Kerajaan Athena, ayah kandung Pangeran Levin sendiri. Pria immortal yang terlihat masih seusianya meskipun sudah berusia setengah abad itu termangu sekarang. Tidak sanggup lagi berkata-kata. 

"Itu tidak benar, Yang Mulia. Aku tidak pernah melakukan hal terkutuk itu pada Putri Alexa. Dia masih suci. Aku berkata benar. Percayalah, Yang Mulia," bantah Pangeran Levin dengan obsidian kecoklatan yang terus menatap dalam sang ayah. Berharap raja bijaksana itu dapat melihat kebenaran di matanya. 

"Kenapa kamu terus membela diri saat semua bukti sudah ada di depan mata. Akui saja dan ... semuanya selesai. Jangan terus mencari-cari alasan tidak masuk akal seperti itu. Kamu harus mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu, Pangeran Levin." 

Lagi, tuduhan tidak berdasar yang dilayangkan oleh kakaknya itu, membuat hati Levin teramat sakit. Seakan teriris pedang pengkhianatan persaudaraan. Padahal, Levin cukup tahu apa yang menyerang kekasihnya. Sebuah anak panah emas.

Itu bukan anak panah biasa, melainkan anak panah magis milik Pangeran William, benar-benar anak panah yang sangat mematikan karena akan menembus sasaran yang telah dibidik dengan cepat dan akurat tanpa diketahui oleh korban. Bahkan tanpa meninggalkan bekas sedikitpun pada korbannya.

Levin yang tengah larut dalam duka mendalam karena kepergian kekasihnya yang begitu tiba-tiba, pun terus saja dituduh akan perbuatan yang tidak pernah dilakukannya, kini mulai terbakar amarah. Ia segera bangkit dari atas rerumputan taman di tengah hutan Sparta tersebut. 

Menegakkan torsonya, Levin menguar tatapan penuh murka. Ia lantas berteriak lantang, "AKU BERSUMPAH ATAS KEKUATAN LANGIT DAN BUMI, BAHWA AKU TIDAK MELAKUKAN HAL YANG BURUK PADA PUTRI ALEXA. AKU MENCINTAINYA SEPENUH HATI, LANGIT DAN BUMI MENJADI SAKSINYA. AKU BERSEDIA KEHILANGAN SELURUH KEKUATANKU SETELAH BERHASIL MELUMPUHKAN PELAKU PEMBUNUHAN PUTRI ALEXA YANG SEBENARNYA!"

Sejurus kemudian, suara petir menggelegar hebat di cakrawala. Kilatan cahayanya saling menyambar dengan beraninya. Langit yang cerah sudah ditutupi awan kehitaman, bumi pun ikut berguncang karenanya. Suasana tampak sendu seperti hati Pangeran Levin yang berubah kelabu.

Levin berjalan perlahan, menghampiri kakak tertuanya tersebut. Netranya menatap tajam dengan aura mematikan yang terus menguar. William bergidik, demikian juga Agathias, Altair dan semua yang hadir di sana. Mereka merasakan akan terjadi tragedi besar setelah ini.

Benar saja, Levin mulai mengangkat satu tangannya ke atas langit, petir itu datang laksana hunusan pedang di tangannya. Semua terpekur menyaksikan kekuatan seorang Pangeran Levin. Cahaya pedang petir berwarna keemasan yang berkilat di tangan kanannya begitu menyilaukan semua netra yang memandang.

"KATAKAN YANG SEJUJURNYA PANGERAN MAHKOTA! KATAKAN SEMUA KEBENARANNYA PADA MEREKA. MUNGKIN SETELAH INI AKU AKAN MEMAAFKANMU DAN SEGERA MENGUBUR NIATKU UNTUK MENGHUKUMMU DI SINI, HARI INI, TEPAT DI HADAPAN JASAD TAK BERDOSA PUTRI ALEXA." Levin masih menatap tajam kakaknya dengan rahang yang sudah mengeras. 

Namun, yang terjadi di luar dugaan. Pangeran William malah tertawa remeh. "AKU SEORANG IMMORTAL. TIDAK ADA YANG BISA MENGHUKUMKU. Tidak juga dengan kau, Pangeran Levin."

"Mari kita buktikan ... sekarang." Levin memicingkan netra. Ia sudah bersiap mengangkat pedang petir di tangannya tersebut.

"HENTIKAN SEMUA INI! APA YANG KALIAN LAKUKAN?! APA KALIAN AKAN SALING MEMBUNUH HARI INI?! KAMI HANYA INGIN TAHU SATU KEBENARAN SAJA ATAS APA YANG TERJADI PADA PUTRI ALEXA. KENAPA KALIAN MALAH MELANCARKAN PERANG SAUDARA SEPERTI INI?" Raja Agathias berteriak lantang pada kedua putranya.

"Yang Mulia akan segera mendapatkan jawabannya setelah ini." Levin bertutur kelewat pelan, dan tanpa menunggu lagi ia menghentakkan pedang petir tersebut ke depan hingga gelegar suaranya kembali terdengar. 

William pun sudah melepaskan anak panahnya. Semua terjadi begitu cepat. Kilatan cahaya yang saling menubruk dari petir Levin dan anak panah emas milik William membuat semua terpejam, silau. 

Ketika mereka membuka mata, yang terlihat adalah Levin yang sudah terduduk lemah di atas tanah dengan linangan air mata dan William yang sudah terpental jauh dari tempatnya berdiri sebelumnya.

Altair dan putranya Alexis berlari ke tempat Levin, sedangkan Agathias dan pangeran kedua—Samuel, berlari ke tempat di mana William terkapar.

"A-aku hanya dibutakan cintaku pada Alexa, Yang Mu-lia. Aku ju-juga terla-lu iri pa-pada Pangeran Le-Levin yang selalu mendapatkan semuanya. Mulai dari cinta sang le-luhur melalui kekuatannya, cinta dari Baginda Raja dan Ra-Ratu, bahkan cinta Putri A-Alexa. Aku selalu kalah darinya. Bahkan, ha-ri ini aku kembali kalah olehnya. Tetapi, aku berjanji ... tidak akan kalah di ke-hidupan se-selanjutnya ...."

Pangeran William menyelesaikan ucapannya yang terbata dengan suara bergetar. Matanya kini sudah terpejam. Tubuhnya perlahan luruh menjadi abu hitam, kemudian lenyap bersama angin yang berhembus kencang. 

Raja Agathias menjatuhkan air matanya. Ia baru saja kehilangan seorang pangeran mahkota. Putra yang sangat disayanginya. Agathias tiba-tiba merasa hancur dalam duka, apa yang akan dikatakannya pada istrinya nanti, saat putra sulung dan putra bungsunya baru saja saling membunuh. Tetapi tidak, Agathias buru-buru melihat ke belakang. Pangeran Levin terlihat baik-baik saja dan tengah memangku Putri Alexa.

Agathias berjalan cepat menghampiri Levin diikuti putra keduanya, Samuel. Ia segera berjongkok di samping jasad putri dari saudara persepupuannya itu. Tangannya bergerak perlahan menyentuh tangan perempuan muda tersebut dan berakhir menghembuskan napas beratnya. 

Kini ia tahu apa yang telah terjadi pada Putri Alexa. Agathias menyesal, kenapa baru sekarang mendapatkan kebenaran setelah menyentuh jasad sang putri Sparta. Lalu tangannya kembali bergerak menepuk pundak putra bungsunya perlahan. Agathias semakin tercekat. Netranya melebar menatap putranya yang terus menunduk diam dengan netra basah memandangi kekasih di pangkuannya itu.

"Putraku ... sekarang kamu telah kehilangan seluruh kekuatanmu, tetapi tidak dengan keabadianmu." Raja Agathias menatap iba Pangeran Levin. Semua yang mendengar ucapannya terkejut, namun tidak dengan Levin sendiri.

"Aku tidak peduli lagi dengan kekuatanku. Lebih baik aku lenyap seperti Pangeran William, Yang Mulia. Aku tidak mau hidup pada semesta yang tidak Alexa di dalamnya. Tolong cabut kekuatan immortalku, Yang Mulia. Aku mohon." Levin mulai sesenggukan. Agathias memalingkan wajah, tidak mampu lagi menatap putranya. 

Pangeran Samuel yang sejak tadi terdiam di depan jasad Putri Alexa, kini ikut menepuk pelan pundak sang adik. Memberi kekuatan. Lidahnya terasa kelu untuk sekedar berucap sepatah kata. Sejak kedatangannya di sana, Pangeran Samuel sudah mengetahui akan terjadi sebuah tragedi besar yang tak terduga. 

*** 

One month later .... 

"Izinkan aku bertemu dengan Pangeran Levin, Pangeran Samuel." 

Seorang peramal muda yang tersohor dari kerajaan Sparta, pemilik nama Leonidas, kini datang ke istana Athena. Begitu kukuh untuk bisa bertemu dengan Pangeran Levin.

"Aku mencium sesuatu hal yang sangat penting untuk kamu sampaikan, Leonidas. Kamu bisa mengatakannya padaku. Pangeran Levin ... adikku itu sedang tidak bisa ditemui sekarang. Dia benar-benar terpuruk," terang Samuel sembari menghembuskan napas panjang. 

"Justru kabar yang aku bawa ini akan membuat Pangeran Levin kembali bangkit, Pangeran," tambah Leonidas seraya membungkuk sopan. 

Jelas Samuel terkesiap. Merasa ada air sejuk yang akan mengaliri hati adiknya. Maka ia pun mengangguk. Membawa Leonidas ke hadapan Levin, di dalam bilik istananya.

"Levin, ada kabar baik yang aku bawa untukmu," sapa Samuel begitu menyibak tirai bilik Levin yang dijaga dua pengawal setia istana, dan segera masuk ke dalam sana.

Netra cekung dengan wajah pucat milik Levin yang terus menatap kosong ke depan, membuat Samuel menghela napas berat. Begitu iba melihat sang adik. Ia lantas berpaling untuk menatap Leonidas di belakangnya. Memberi kode agar segera membuka suara. 

"Maafkan aku, Pangeran Levin. Aku ingin menyampaikan bagaimana penglihatanku tentang Putri Alexa dua hari yang lalu." Leonidas pun mulai berucap pelan. 

"A-apa? Putri Alexa? Apa yang kamu lihat? Apa dia hidup kembali?" Levin menguar tatapan penuh asa. Namun, berbeda dengan Samuel yang malah mendelik tak percaya. Bagaimana awalnya ia takut jika jawaban Leonidas akan mengecewakan sang adik, justru menghadirkan harapan baru yang sangat melegakan hatinya. 

"Putri Alexa akan terlahir kembali bersama kekuatanmu, Pangeran Levin. Hanya Pangeran yang bisa menemukannya." 

*** 

To be continued ....