"ENGGAK!"
"Eh!" Zarrel terkejut mendengar sahutan Azzar yang tiba-tiba seperti orang cemas(?)
Terrena yang melihat itu langsung saja menendang-nendangkan kakinya ke kaki Azzar, sontak membuat Azzar tersadar dengan apa yang dilakukannya. Wajahnya kembali seperti biasa. Namun, hal itu tetap saja membuat Zarrel mengerutkan kening merasa heran.
"Maksud gue; kenapa enggak, Rel," ucap Azzar meralat ucapannya disertai kekehan yang lebih mirip seperti dipaksakan.
"Gue ikutan ya, Zar?" pinta Terrena yang langsung diangguki oleh Azzar.
___________________
Di rumah Azzar
Zarrel dan para temannya kini sudah berada dalam kamar Azzar. Matanya jelalatan memperhatikan isi dalam kamar mencari sesuatu yang dapat menguatkan tuduhan Verlyn. Azzar melirik Terrena yang seperti memberikan isyarat "semuanya aman?" yang langsung dibalas anggukan dan senyuman miring oleh Terrena.
"Kita ke taman belakang rumah gue aja, yuk! Ngapain kita di sini," ajak Azzar sambil melangkah ke luar kamar diikuti Zarrel dan Terrena.
"Zar! Itu siapa?" tanya Zarrel setelah hampir setengah jam merasa di awasi oleh seseorang yang berada di balkon lantai tiga rumah Azzar.
"I-itu kakak gue," sambil melirik bergantian ke Terrena dan ke atas --orang yang mengawasi Zarrel-- seolah ngasih kode ke Terrena untuk melakukan sesuatu, Zarrel tidak menyadari hal itu, "kakak gue emang orangnya agak rada-rada gitu. Udah, yuk, kita duduk di sana saja sambil ngobrol," ajak Azzar mengajak Zarrel ke pondok samping sumur kecil buatan, "sial! Kenapa pakai keluar segala, sih," umpatnya lagi dalam hati.
"Itu Carlos! Laki-laki itu Carlos! Otak Carlos telah dicuci oleh mereka berdua. Tapi, aku yakin ingatan Carlos tidak sepenuhnya hilang," suara Verlyn yang kini sudah berada di samping Zarrel. Mendengar itu membuat Zarrel menatap intens ke Azzar.
Azzar yang merasa diperhatikan sontak menatap Zarrel bingung, "Kenapa?" tanyanya sambil mengangkat alis sebelah.
"Katakan sesuatu tentang Verlyn Arindaz!" ucap Zarrel dengan wajah datarnya dengan masih menatap Azzar yang diam tidak langsung menjawab.
"Eh--"
"Jangan coba-coba alihkan pembicaraan! Aku tahu kamu tahu sesuatu! Katakan apa itu, Azzar?!" seru Zarrel dengan tegas.
PRANG!
Tiba-tiba dari jendela atas lantai tiga, terdengar bunyi seperti kaca yang habis sengaja dilempari sesuatu hingga suara pecahnya terdengar sangat nyaring. Mendengar hal itu sontak membuat Zarrel berlari begitu saja ke dalam rumah menuju tangga pergi ke lantai tiga. Menghiraukan teriakan Azzar yang melarangnya untuk naik ke atas.
"Ada apa ini?!"
Setengah jam yang lalu
Seorang anak laki-laki yang berumur sekitar 17 tahun tengah memperhatikan seseorang yang berada di bawah sana. Laki-laki itu tidak dapat berbicara. Suaranya hilang, karena seseorang sengaja merobek pita suaranya. Juga, ia tak dapat berjalan dengan sempurna sehingga memerlukan kursi roda untuk memudahkannya.
"Carlos sayang, kamu ngapain di sini? Ayo, masuk ke dalam!" sambil memutar kursi roda, "cewek itu nggak akan bisa bebasin kamu," ucap Terrena sambil membawa Carlos masuk ke dalam, "kamu itu cuma milik kita berdua! Kamu nggak boleh sampai keluar dari sini, oke?" lanjutnya lagi sambil membelai wajah Carlos yang memucat.
Ingatan Carlos memang tidak sepenuhnya hilang. Namun, hal itu memberikan dampak negatif ke tubuhnya yang tidak lagi berfungsi secara normal.
Entah kekuatan dari mana, Carlos bangun dari kursi rodanya dengan tegopoh-gopoh. Ia kembali mengamuk mencoba memberi sinyal pertolongan ke orang yang ada di bawah sana agar bisa menolongnya. Melihat hal itu Azzar kewalahan menghadapinya, meski dengan gerak tubuh yang terbatas, kekuatan Carlos tetap saja menunjukan kelaki-lakiannya. Tiba-tiba Carlos melemparkan vas bunga ke cermin yang ada di samping Terrena.
"Carlos, hentikan! Jangan seperti ini lagi!" teriak Terrena memperingati.
"Hentikan Carlos atau kupotong jarimu!"
"Ada apa ini?!" tanya Zarrel yang sudah ada di depan pintu. Matanya membulat sempurna melihat sabit yang hendak dilayangkan oleh Terrena untuk memotong jari Carlos
"Seperti yang lo lihat, Zarrel. Jarinya harus dipotong kalau dia berani melawan," ucap Azzar yang kini ikut masuk dalam kamar. Ia sudah berani mengatakan yang sebenarnya. Ia mengampiri Zarrel yang masih mencerna ucapannya, tak lupa pula ia menutup lalu mengunci pintu kamar.
Melihat itu Zarrel sontak mengampiri Carlos, "Carlos! Katakan sesuatu apa yang sudah mereka lakukan terhadap Verlyn?! Katakan apa yang sudah kau lihat, Carlos!" ucap Zarrel seraya berjongkok di hadapan Carlos yang kini tengah terbaring di lantai.
"Percuma lo nanya sama dia. Pita suaranya sudah kami cabik-cabik pakai ini!" sahut Terrena sambil memperlihatkan gelas yang berisi mineral bercampur serpihan kaca.
"Sekarang..." dengan gerakan tak terduga Azzar menarik kedua tangan Zarrel ke belakang juga dengan rambutnya yang ditarik paksa, "giliran lo yang harus merasakannya! Gue pikir, gue akan main-main dulu sama lo. Tapi, ternyata tanpa perangkap pun mangsa sudah mendekat," ucap Terrena dengan berbisik di telinga kanan Zarrel.
"LEPASKAN AKU! KALIAN BERDUA SAKIT JIWA!" berontak Zarrel berhasil melepaskan diri dari jeratan tangan Terrena yang tidak terlalu kuat.
"Aku akan laporkan kalian ke polisi!" ucap Zarrel sambil meraih pecahan kaca untuk menghalau mereka menghalangi tindakannya. Tanpa Zarrel Sadari di tangan Terrena sudah menggengam serpihan kaca lainnya. Dengan gerakan lambat --tanpa sepenglihatan Zarrel-- Terrena mengayunkannya ke kepala Zarrel.
CRASH!
...