webnovel

26. Bukan Kucing Mu

Zayyad mengambil panci, meletakkannya di bawah pancuran air. Setelah penuh, ia mematikan keran dan membawa panci berisi air itu untuk di panaskan di atas kompor. Menarik nafas dalam-dalam, ia menghelanya perlahan, 'Sebenarnya apa yang wanita itu coba lakukan selarut ini?' Tanya Zayyad dalam hati. Ia sama sekali tidak dapat menebak jalan pikir wanita itu.

Berjalan kearah kulkas, Zayyad membuka pintu lemari pendingin. Lalu mengambil sebotol air. Sesaat, kata-kata kakeknya beberapa waktu yang lalu. Kembali terngiang di benaknya.

"Ingat, dalam diri kalian ini memiliki luka masa lalu yang tak jauh berbeda! Ini akan membuat kalian lebih memahami keadaan satu sama lain. Siapa tau dengan kalian bersatu seperti ini, kalian dapat menjadi penyembuh bagi satu dan yang lainnya"

Menutup pintu kulkas, Zayyad tertawa kecil, "Pft! Penyembuh bagi satu dan yang lainnya, katanya? Aku tidak tau darimana kakek mendapatkan kepercayaan diri yang tinggi untuk mengatakan hal itu!" Ia membuka tutup botol, dan menenggak separuh isi yang ada di dalamnya. Air mineral dingin yang segar, membasahi tenggorokannya.

"Hah! Perasaan ku jauh lebih baik!" Tadi di kamar, rasa panas yang menjalar ke ubun-ubunnya, nyaris akan pecah membludak. Seandainya saja ia bukan gynophobic, tentu ancaman konyol tadi tidak akan mengganggunya. Wanita itu memanfaatkan kelemahan dirinya dengan sangat baik!

Tepat ketika Zayyad hendak membuka pintu kulkas untuk meletakkan botol itu ke tempatnya, gerakannya terhenti. Tatapannya jatuh pada bulatan yang terbentuk di pintu lemari pendingin. Letaknya tepat bersebelahan dengan gagang pintu. Setelah Zayyad perhatikan lebih jauh, bulatan kecil itu tampak seperti cacat kecil yang di sebabkan oleh seseorang, "Siapa yang melampiaskan emosi ke benda mati sampai seperti ini?"

'Apakah ini perbuatannya Alina?' Zayyad menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. 'Siapa lagi yang melakukannya jika bukan dia?'

"Aku meragukan kesejahteraan perabotan vila ku sekarang"

Beberapa menit berlalu, air di panci sudah mendidih. Zayyad mengambil mangkuk kecil yang berisi sedikit garam, lalu meletakkannya di atas tutup panci. Dengan menggunakan sarung tangan dari kain tebal, ia membawa panci panas itu ke atas.

"Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan dengan ini?" Tanya Zayyad, setiba di kamar. Ia meletakkan panci panas yang ada mangkuk kecil di atasnya, perlahan di atas meja.

"Ambilkan ember berisi air dan campur dengan air yang kau panaskan tadi!" Titah Alina, khas nyonya rumah besar.

"Jadi yang kau butuhkan adalah air hangat?"

"Tepat sekali!"

"Kenapa tidak mengatakannya dari tadi?"

"Pak Zayyad, apakah anda dehidrasi? Aku sudah mengatakannya dengan jelas tadi. Tolong. bawakan. aku. air. hangat." Tegas Alina sambil menekan kalimat pesanannya, "Siapa yang mengira kau akan membawa ku air panas! Apa ancaman ku tadi begitu menakutkannya, sampai membuat kau linglung?"

Zayyad hanya bergeming di tempat. Rasanya ini konyol. Jika yang di perlukan Alina adalah air hangat, ia hanya tinggal mengambilnya di kamar mandi. Di dalam sana sudah ada kran khusus air hangat, "Aku kira yang kau butuhkan adalah air hangat untuk kau minum! Ku rasa tidak"

"Jika begitu aku akan mengatakan, tolong. secangkir. air. hangat. untukku"

Zayyad berlalu begitu saja ke kamar mandi. Mengabaikan Alina yang sedang berbicara. Di perlakukan seperti itu, Alina memutar bola matanya kesal, "Hah? Dia mengabaikan ku?"

Zayyad membawa keluar seember air hangat dan meletakkannya di depan Alina. Zayyad melirik sekilas kearah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lewat, "Aku sudah melakukannya!" Zayyad berbicara pada Alina yang tengah sibuk menaburkan garam kedalam air. Zayyad masih tidak mengerti apa yang akan Alina lakukan dengan itu.

"Aku pergi tidur! Daa" Zayyad berbalik, ia hendak melangkah kearah sofa hanya untuk di hentikan lagi.

"Sebentar!"

"Ada apa lagi?" Tanya Zayyad dengan wajah mengantuk. Di waktu seperti ini, seharusnya ia sudah berbaring di atas ranjang, berselimut dan tertidur pulas. Tapi wanita ini sungguh mengacaukan jam biologis tubuhnya.

"Kau harus membantuku lagi!" Tukas Alina. Ia duduk di tepi ranjang dan mencelupkan kakinya kedalam air hangat yang sudah bercampur garam. Rasanya sangat rileks.

"Apa lagi yang—"

"Rambut mu masih basah! Cepat ambil hairdryer nya kemari"

"Tidak perlu!"

"Ce-pat!" Tekan Alina. Tegas.

Zayyad mengepalkan tangannya dan menghela nafas berat. Lalu dengan terpaksa Zayyad mengambil hairdryer dan menyerahkannya pada Alina.

Ketika Alina ingin mengambilnya, Zayyad langsung menariknya, "Aku dapat melakukannya sendiri"

"Berikan padaku!"

Zayyad menghela nafas pasrah. Ia pun menyerahkannya pada Alina.

"Duduklah di bawah"

Zayyad dengan ragu-ragu duduk di bawah. Berusaha sebisa mungkin, menjaga jaraknya dari Alina.

"Tenang saja! Aku hanya akan mengeringkan rambut mu.

Setelahnya Zayyad duduk dengan tenang, "Jangan terlalu dekat!"

Tangan Alina yang memegang hairdryer, tertahan di udara, "Baik!" Alina memang hanya ingin mengeringkan rambut Zayyad. Sama sekali tidak ada niat untuk mengusiknya.

"Jangan sampai menyentuh!"

Alina baru saja akan mengeringkan rambut Zayyad dan tertunda lagi, "Kau tenang saja! Malam ini aku akan berbaik hati padamu" Alina pun mulai mengeringkan rambut Zayyad perlahan. Seperti permintaan pria itu, gerakannya ia jaga sebaik mungkin agar tidak terlalu dekat dan menyentuh.

"Ini adalah sebuah bentuk apresiasi ku pada kucing ku yang manis, karena sudah melakukan perintah dengan baik"

"Aku bukan kucing mu!" Meskipun merasa kesal. Tapi diam-diam Zayyad tersenyum dalam hati. Sepanjang hidupnya, ini adalah kali pertama ia menerima perlakuan seperti ini. Seseorang mengeringkan rambutnya. Rasanya itu sangat manis!

"Selesai!" Seru Alina. Lalu ia menyerahkan hairdryer itu kepada Zayyad, "Sekarang, giliran kau melakukan tugasmu..."

Zayyad yang baru saja meletakkan hairdryer itu di tempatnya, menoleh pada Alina dengan mata yang mengantuk, "Alina!"

"Em?"

"Aku sudah sangat mengantuk! Biarkan aku tidur, oke?" Keluh Zayyad sambil memasang tampang setengah membujuk.

Alina tercengang beberapa saat. Alina tidak akan mengira seseorang yang selalu bersikap serius setiap waktu, minim eskpresi, dan sangat dewasa sepertinya. Tapi dapat bertingkah sekonyol itu.

"No!" Tegas Alina, sambil menggoyangkan jari telunjuknya kearah Zayyad, "Kau harus memijat kaki ku malam ini! Baru kau bisa tidur"

"Kau ingin menyuruh ku bunuh diri?" Wanita ini tau jelas kalau ia gynophobic. Tapi masih bersikeras menginginkannya melakukan hal itu?

"Hey! Kendalikan ketakutan mu. Jika kau seperti ini terus, bagaimana kau dapat berumur panjang? Ada milyaran wanita di dunia ini, jika ketakutan mu terus tak terkontrol seperti ini. Beberapa tahun lagi, aku hanya akan mendengar kabar, seorang CEO PT Jaya Sejahtera, di temukan tewas di tempat karena mati ketakutan terhadap wanita."

"Sudah selesai bicaranya?" Tukas Zayyad tanpa ekspresi.

"Hi..hi.. tenanglah! Aku punya cara agar kau tidak pingsan selama memijat ku"

___