Aidan mencoba untuk membawa Adira pergi sejauh mungkin menghindari teman-teman nya. Tapi, salah satu teman Aidan justru dengan cepat menghentikan nya dan malah memanggil teman-temannya yang lain untuk menghampiri Aidan, hingga sekarang Aidan tidak dapat pergi kemana-mana selain meladeni teman-teman nya itu.
"Aidan, kamu ingin kabur kemana? Apakah kau ingin menghindari hutang-hutang mu kepada kami selama ini, hah?!" tanya Wendi yang seumuran dengan Aidan.
Sedangkan Adira yang mendengarkan omongan teman Wendi terlihat biasa-biasa saja karena menurutnya Aidan sangat membutuhkan uang sebelumnya.
"Kamu sudah lama tidak membayar hutang-hutang mu dan sekarang aku ingin kamu segera membayar nya!" jelas Wendi berusaha untuk menahan rasa amarahnya karena hutang tersebut akan janji di bayar oleh Aidan 1 Minggu lagi, tapi sampai sekarang sudah 3 bulan lamanya dan Aidan malah sedikitpun tidak membayar nya. Apa lagi uang yang di pinjam oleh Aidan tidaklah sedikit dan Wendi rasa, dirinya memang saatnya menagih kepada Aidan.
"Aku tidak punya uang, nanti aku akan membayarnya," ucap Aidan, ia merasa tidak enak hati jika masalahnya di ketahui oleh Adira.
"Ini sudah lama, Aidan. Aku juga membutuhkan uang itu, kau tahu istri dan anak ku juga butuh biaya makan sehari-hari!" jelas Wendi.
"Memangnya berapa uang yang di pinjam oleh, Aidan?" tanya Adira langsung menyahuti ucapan Wendi.
"Ini kekasih kamu, kan? Baiklah, Aidan meminjam uang senilai 15 juta lalu dengan Dian 3 kita dan 2 jutanya dengan Rio," jelas Wendi.
Adira yang mendengar jumlah hutang Aidan seketika terkejut. Ia tidak menyangka kekasihnya itu sampai meminjam uang sebanyak itu selama ini, ia bukan bermaksud untuk melarang nya hanya saja Aidan tidak memiliki pekerjaan selama ini dan seharusnya Aidan berpikir matang terlebih dahulu bagaimana dirinya nanti membayar nya sebelum minjam uang tersebut.
"Baiklah, berikan nomor rekening mu. Aku akan segera mentransfer nya," jelas Adira yang tidak ingin banyak omong.
"Sayang, tidak perlu melakukan hal ini. Biar aku sendiri yang akan membayarnya," jelas Aidan.
"Tidak apa-apa, aku melakukan semua ini hanya untuk kamu. Jadi, jangan pernah merasa tidak enak hati atau apapun itu!" ucap Adira dengan tegas.
Semua teman-teman Aidan telah pergi dan sekarang Adira membawa Aidan untuk duduk di sebuah kursi di taman. Ia ingin menanyakan untuk apa uang yang begitu banyak di pinjam oleh Aidan selama ini.
"Katakan kepada ku, kenapa aku sampai tidak tahu apapun tentang kamu yang meminjam uang kepada teman mu? Bukankah kita berdua sudah berjanji untuk saling terbuka selama ini?"
"Adira, maaf ... aku sudah mengecewakan mu," jelas Aidan.
"Aku akan memaafkan mu jika kamu mengatakan semuanya sekarang."
"Haruskah aku mengatakan nya kepada Adira untuk apa uang itu?" gumam Aidan dalam hatinya.
"Bisakah aku tidak mengatakan nya?" tanya Aidan yang sebenarnya begitu berat untuk mengatakan kepada Adira.
"Kamu harus mengatakan nya kepada mu, jika tidak aku tidak akan memaafkan mu!" ucap Adira dengan tegas dan terlihat Aidan langsung menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan nya dengan sangat kasar.
"Sebenarnya ... uang itu untuk membelikan kalung emas untuk ibu kamu, Adira ..." jelas Aidan dengan lemah.
"Kalung yang di pakai oleh ibuku saat ini?"
"Hem."
"Kenapa kamu membelikan nya sampai meminjam uang kepada teman-teman mu, Aidan?!" kesal Adira.
"Ibu mu ..." Aidan tidak mampu lagi untuk berucap sedangkan Adira sekarang sudah terlebih dahulu mengerti apa maksud dari perkataan Aidan yang seperti itu karena ia jelas tahu, bagaimana sifat dan perlakuan kedua orangtuanya kepada Aidan selama ini. Termasuk kalung tersebut dan jelas itu karena ibunya sendiri yang meminta dan memaksa Aidan untuk membelinya.
"Baiklah, sekarang kita berdua pulang saja! Aku sudah tidak mood lagi untuk jalan-jalan!" ucap Adira yang sedikit kesal dengan Aidan, seharusnya sebagai laki-laki Aidan tidak akan menuruti perkataan konyol ibunya itu. Adira tahu, maksud dan niat Aidan memanglah baik supaya kedua orangtuanya bisa merestui hubungan mereka berdua, tapi Adira rasa itu bukanlah jalan satu-satunya untuk meluluhkan hati kedua orangtuanya.
"Adira, aku mohon jangan bahas ini di rumah!" ucap Aidan, ia tidak ingin Adira membuat masalah besar dengan kedua orangtuanya hanya karena masalah itu.
"Jika mereka meminta mu untuk menjual ginjal mu, apa kau bersedia melakukan hal itu, Aidan?!" tanya Adira, amarahnya saat ini sudah sangat mengebu-ngebu ingin memarahi Aidan serta kedua orangtuanya.
"Aku akan melakukan hal itu jika itu jalan satu-satunya mereka mau merestui hubungan kita berdua!" jawab Aidan dengan tegas namun, tiba-tiba Aidan mendapatkan sebuah tamparan yang cukup kerasa di pipinya oleh Adira.
"Aku tidak menyukai sosok Aidan yang seperti ini! Kamu mengerti?!"
Aidan yang merasakan tamparan di pipinya, sedikitpun tidak marah ataupun geram kepada kekasihnya itu. Justru dirinya malah senang mendengar ucapan Adira yang mau membela dirinya untuk tidak melakukan apapun, tapi jika itu adalah jalan satu-satunya untuk hidup bersama dengan Adira maka, Aidan tetap akan melakukan nya walaupun Adira melarang nya dengan keras.
Di dalam perjalanan, Adira sudah tidak sabar lagi untuk sampai di rumah. Ia ingin kedua orangtuanya meminta maaf kepada Aidan atas semua yang telah mereka lakukan kepada kekasihnya itu, walau bagaimanapun Aidan juga seorang yang memiliki harga diri yang tidak seharusnya di rendahkan begitu saja, hanya karena tidak memiliki pekerjaan atau jabatan yang tinggi.
"Adira, aku mohon ..." ucap Aidan yang baru saja memarkirkan motornya di depan halaman rumah milik Adira, tapi gadis itu malah tidak ingin mendengarkan ucapan nya sama sekali.
"Dasar gadis keras kepala! Seharusnya aku tidak mengatakan hal itu kepadanya tadi," ucap Aidan, ia pun pasrah saja melihat Adira yang sudah masuk ke dalam rumah dengan raut wajah tidak suka, lalu Aidan pun menyusul Adira dan berharap apa yang ia pikirkan tidak akan terjadi.
"Mi, berikan kalung itu sekarang juga!" ucap Adira berusaha untuk menahan amarahnya.
Amira yang melihat anaknya tiba-tiba mengulurkan tangannya di hadapannya, seketika terkejut dan sekaligus mengerutkan keningnya karena bingung kenapa anaknya tiba-tiba meminta kalung yang berada di lehernya saat ini.
"Untuk?" tanya ibu Amira.
"Tentu saja untuk dikembalikan ke, Aidan."
"Apa? Dikembalikan? Bagaimana mungkin? Ini kalung dia sendiri yang membelinya untuk Mami, Adira!"
"Dengan cara memaksa nya, bukan?!" Seketika ibu Amira terdiam mendengar omongan anaknya yang seperti itu.
"Adira, aku tidak memaksa nya. Hanya meminta ingin membelikannya untuk ku saja!" jelas ibu Amira yang masih belum mengakuinya sambil menatap sinis ke arah Aidan.
"Pokonya Adira tidak ingin mendengarkan alasan apapun! Adira, hanya ingin Mami segera memberikan kalung itu untuk Aidan sekarang juga!" ucap Adira dengan tegas.
"Adira, sebaiknya kamu hentikan kebiasaan buruk mu ini!" ucap Aidan yang tidak suka melihat kekasihnya menantang ibunya seperti itu.
"Itu semua karena kamu, Aidan!" sahut ibu Amira.