webnovel

I Own The Cyborg

Kehilangan ingatan adalah hal yang tidak terlalu penting oleh sesetengah orang bukan tapi tidak dengan Elyana. Ingatan yang hilang darinya justru adalah hal yang paling penting dalam hidupnya. Ingatan terakhir yang dimiliki nya dalam membuat dia tetap sedar dan terjaga sebagai gadis yang terlahir sebagai manusia. Namun ingatan itu malah dihapus tidak tersisa. Kerana kegilaan Texas dia dijadikan bahan ujikaji. Semuanya sangat menyakitkan bagi gadis yang bahkan baru menginjak usia 11 tahun ketika itu. Perasaan dan emosi nya perlahan lenyap seiring berjalannya waktu dia berada dalam genggaman Texas. Dia telah diubah sepenuhnya menjadi mesin pembunuh. Setelah dirinya berubah atas kegilaan lelaki bekas doktor bedah itu, Texas malah melarikan diri tidak tahu ke mana meninggal kan dia disitu. Sel bawah laut yang sengaja didirkan jauh tersembunyi dari jangkauan manusia. Namun kehadiran Airiz perlahan-lahan merubahnya. Tapi tetap tidak dapat dielakkan bahawa lelaki itu akan tetap terluka pada akhirnya. "Tolong pergi jauh dari sini selagi boleh, please" "Jika kau meminta untuk aku pergi...maaf, saya tidak mampu untuk memenuhinya" Tubuh yang mula hilang kendali itu didakap seerat mungkin oleh Airiz sedangkan Elyana berusaha untuk melerai pelukan itu. "Please Riz lepas! Kau akan tersakiti kalau...arrgg...k..kau terus seperti ini..." Airiz hanya tersenyum memandang lembut kedua-dua pasang mata coklat itu yang kian basah dengan air mata. Diseka perlahan air bening itu. "Biarkan aku menerima kesakitannya untuk kali ini. Jadi mulai sekarang kau tidak perlu lagi menanggung kesakitan ini seorang diri,hmm" Airiz mengusap kecil pundak Elyana.

Chuwiee00 · Fantasy
Not enough ratings
6 Chs

005

Malam kian larut. Ungas malam terdengar bersahut-sahutan seakan-akan memuja rembulan malam yang memancarkan cahaya suramnya dia dada langit malam.

Airiz pula sudah lama dibuai mimpi. Angin laut yang berhembus sepoi-sepoi bahasa itu membuatkan tidurnya bertambah nyenyak.

Bunyi jam di dinding terdengar jelas namun sama-sekali tak menganggu tidur pemuda itu. Namun di malam yang tenang dan sepi itu masih ada sesuatu yang terus bergerak lincah di antara gelapnya malam.

Bunyi tapak kaki yang melangkah itu lansung tak terdengar bahkan jejaknya saja tak terlihat. Seakan-akan tidak ada sesiapa di situ namun kenyataannya seseorang terus berlegar-legar di atas pasir lembut tepat berhadapan dengan balkoni luas di kamar hotel yang didiami oleh Airiz saat ini.

Malam semakin pekat, dan keheningan terus menguasai suasana. Walaupun udara dingin pantai memberikan keselesaan, ada sesuatu yang mengintai dalam kegelapan malam.

Langkah-langkah tanpa suara bergerak dengan lincah, seolah-olah bayangan itu sendiri menguasai kegelapan. Setiap pergerakan begitu halus dan cepat, sukar ditangkap oleh mata manusia biasa.

Dalam sekelip mata, sosok misteri itu melompat dengan anggun dan mendarat sempurna di atas rel balkoni bilik Airiz. Tidak ada suara, hanya kesenyapan yang terus mengiringi langkahnya. Dari atas rel balkoni, sepasang mata tajam bersinar redup, memandang Airiz yang terlelap di atas katil. Matanya tidak berkedip, menatap tanpa rasa, seolah-olah sedang menilai sesuatu dari kejauhan.

Airiz, yang tidak menyedari apa-apa, terus dibuai mimpi. Tidurnya tetap lelap, meskipun ada kehadiran yang ganjil mengintai dirinya dari luar. Angin malam yang membelai tirai di balkoni tidak mengganggu sosok itu, sebaliknya memberi kesan seolah-olah ia adalah sebahagian daripada malam itu sendiri yanh hadir tanpa bunyi, tanpa jejak, namun nyata.

Sosok itu tidak bergerak, tidak membuat sebarang bunyi, hanya terus memerhati dengan tajam. Matanya yang menyeramkan, penuh rahsia, terus fokus pada Airiz, seolah-olah sedang menunggu sesuatu atau tanda, isyarat, atau mungkin… momen yang tepat. Namun, ia tidak bertindak. Hanya berdiri, kaku di atas rel balkoni, membiarkan malam terus menelan waktu yang bergerak perlahan.

Angin laut bertiup lagi, membawa bau masin dan dingin yang menyentuh kulit. Tapi sosok itu tidak terpengaruh, tetap diam dalam kegelapan. Hanya satu perkara yang jelas ia ada di situ, memerhatikan.

Dan meskipun Airiz tidak tahu apa-apa, sesuatu yang tidak diketahui sedang bergerak di sekelilingnya, menyelubungi malam yang seharusnya tenang dengan bayangan yang penuh misteri.

.

.

.

Malam yang sunyi itu terasa semakin dingin. Sosok misteri yang berdiri di rel balkoni kini mulai bergerak perlahan, hampir seakan melayang di udara. Matanya yang tajam terus terpaku pada Airiz, yang masih tidur dengan tenang di atas katil, sama sekali tidak menyedari bahaya yang menghampirinya. Setiap langkah sosok itu begitu senyap, tak menimbulkan sedikit pun bunyi di lantai bilik.

Seolah-olah malam itu menjadi semakin pekat, sosok misteri itu mendekati katil Airiz, bayangannya hampir menyatu dengan kegelapan di sekeliling bilik.

Matanya yang tajam dan dingin, tapi ada kilauan samar yang memancar di dalamnya dan terus mengawasi wajah Airiz tanpa berkedip. Tatapannya bukanlah tatapan penuh niat jahat, tetapi lebih kepada rasa ingin tahu yang menyeramkan, seolah-olah ada sesuatu yang sosok itu cari di wajah pemuda yang sedang tidur nyenyak itu.

Tanpa tergesa-gesa, sosok itu terus mendekat, hingga akhirnya ia berdiri tepat di sisi katil. Udara di dalam bilik terasa semakin dingin, seolah-olah dihisap oleh kehadiran makhluk itu. Suasana menjadi tegang meskipun hanya Airiz yang masih tidak menyedari kehadirannya.

Perlahan-lahan, tangan sosok itu, pucat dan dingin, mulai terangkat. Jarinya panjang dan halus, hampir seperti bayang-bayang itu sendiri. Tanpa suara, tangan itu mendekati wajah Airiz. Dalam detik-detik yang berlalu dengan lambat, jemarinya akhirnya menyentuh lembut pipi Airiz.

Sentuhannya dingin, tapi ada kelembutan yang aneh di dalamnya, seolah-olah sosok itu bukan ingin menyakiti, melainkan hanya ingin merasakan kehadiran pemuda yang terbaring di hadapannya.

Airiz menggeliat sedikit, seakan merasakan sentuhan asing itu dalam tidurnya, tapi dia tidak terbangun. Sosok misteri itu masih diam, tangannya tetap di wajah Airiz, seolah-olah sedang merenung jauh lebih dalam daripada sekadar apa yang dilihat di mata.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti keabadian, sosok itu akhirnya menarik kembali tangannya, perlahan-lahan mundur dari tempat Airiz tidur. Matanya tidak pernah berpaling, seakan-akan masih memerhati, memikirkan sesuatu yang tidak terungkapkan. Tanpa suara dan tanpa meninggalkan jejak, sosok itu melangkah keluar dari bilik, melesap ke dalam kegelapan malam yang pekat.

Hanya suara ombak yang tenang dan angin malam yang terus berhembus, seolah-olah tidak ada apa-apa yang berlaku.

Namun, kehadiran sosok misteri itu meninggalkan jejak dingin yang samar di dalam bilik, seakan-akan sesuatu yang luar biasa baru saja terjadi, walau tidak ada yang melihatnya... selain malam itu sendiri.