webnovel

8 JIHAN DIIKAT DI GEDUNG TUA

Aku sangat senang sekali bisa berbincang dengan Jihan. Gadis itu benar-benar membuat aku jatuh hati. Dia berbicara seakan tidak ada beban. Meski dia bercerita tentang dia yang pernah di pukul oleh seseorang. Tapi dia menceritakan itu dengan sangat enteng. Aku rasa dia adalah gadis yang kuat.

Sebenarnya aku penasaran dengan pekerjaannya. Kenapa dia harus berpakaian minim seperti itu. Aku rasa pakaian yang dia kenakan saat aku bertemu pertama kali dengannya itu sangat tidak baik untuk gadis seumuran Jihan.

Mobilku melaju dengan kecepatan pelan. Namun tiba-tiba ada mobil berwarna hitam yang menyalip mobilku dengan sangat cepat. Mobilku hampir saja tergores. Aku tetap fokus pada jalanan. Namun saat berada di persimpangan jalan. Aku melihat Jihan yang berlari dengan cepat. Sementara mobil yang menyalipku keluar dua orang pria bertubuh besar dan pria itu berlari kencang kepada Jihan.

Aku melihat Jihan yang di seret masuk ke dalam mobil itu. Sontak aku langsung saja mengikuti kemana mobil itu melaju. Hatiku benar-benar kacau. Aku takut dengan keadaan Jihan. Kenapa Mereka melakukan itu pada Jihan?

Mobilku sportku melaju dengan cepat di jalanan yang tidak terlalu ramai. Aku melewati beberapa toko-toko dan gedung-gedung tinggi. Mobil hitam itu kini berhenti di depan gedung yang kosong. Aku yakin sekali gedung itu benar-benar sudah tidak berfungsi lagi. Aku berusaha untuk tidak terlihat oleh mereka. Karena kalau aku langsung menemui orang yang ada di dalam mobil itu. Aku yakin aku tidak bisa melawan mereka karena mereka ada dua orang yang bertubuh besar.

Kulihat Jihan yang di bekap mulutnya. Tali juga ada di pergelangan kedua tangannya. Ya Tuhan dia benar-benar sedang dalam masalah besar. Aku memfoto yang aku bisa. Aku memotret nomor plat mereka dan juga gedung itu. Mereka lalu masuk ke dalam gedung. Aku keluar mobil sambil melihat sekeliling. Setelah aku rasa aman. Aku masuk dengan mengendap-endap ke gedung itu.

Jihan di pegang oleh kedua pria itu dengan erat. Jihan tampak berontak dengan menggoyangkan kedua lengan atasnya. Wajah Jihan benar-benar kasihan sekali. Ia menangis dan meminta mereka melepaskan dirinya.

Aku bersembunyi di balik pintu. Kulihat Jihan yang matanya menangis dengan banyak. Aku sangat kasihan melihat penderitaan Jihan. Kini pria lain datang di hadapan Jihan. Pria itu membentak Jihan habis habisan dan Jihan memohon kepada pria yang merupakan ayahnya itu. Jihan memohon dengan sangat berair matanya. Ia bahkan akan mencium kaki ayahnya tetapi sang ayah sangat muak sekali.

"Kau jahat sekali Jack! Kau bukan ayah bagiku! Kau adalah setan Jack!" seru Jihan sambil menangis keras.

Jack langsung menampar wajah Jihan dengan berbunyi keras. Aku ingin sekali membantu Jihan karena dia sangat terlihat menderita namun jika aku pergi untuk membantunya. Itu sangat tidak mungkin jika aku bisa membawa Jihan pergi dari mereka semua.

"Kau itu harus sadar diri kalau kau adalah kupu kupu malam. Kau tidak akan pernah bisa kabur dariku Jihan!" Wajah Jack memerah dengan kedua mata melotot.

Aku sangat kaget sekali mendengar apa yang di ucapkan oleh Jack. Ayah yang seharusnya melindungi anaknya. Justru menjerumuskan anaknya sendiri ke lubang hitam.

Jack terus mengumpat dengan kata-kata kasar kepada Jihan. Gadis itu tidak bisa berkata-kata lagi karena bibirnya telah berdarah oleh pukulan Jack. Kedua pipi Jihan penuh dengan air mata yang terus mengalir. Hatiku sangat teriris melihat Jihan yang di perlakukan seperti itu.

Jack mengancam Jihan dengan tajam lalu setelahnya Jack dan dua orang pria berbadan besar itu keluar. Kondisi Jihan sangat lemas di sebuah kursi yang di ikatkan bersamaan dengan tubuh kecilnya. Kini mataku mengawasi pria-pria jahat itu. Mereka sudah pergi dari gedung kosong ini. Segera mungkin aku berlari dengan cepat melewati lantai dengan tanah yang kotor dan tembok -tembok yang sangat kotor.

"Jihan ... " suaraku serak karena tidak tega melihat Jihan yang terlihat lemah.

"Aslan?" Wajah gadis bermata coklat itu kaget melihat kedatanganku.

Aku memeluk dirinya yang duduk di kursi sambil di ikat. Tubuhku seakan bisa merasakan betapa menderitanya Jihan. Aku merasa sudah sangat dekat sekali dengan Jihan. Aku merasa dia adalah perempuan yang harus selalu bersamaku.

Segera kedua tanganku membuka tali yang melilit di tubuh Jihan. Aku membukanya dengan penuh ketelitian agar bisa terbuka. Akhirnya dengan kuat aku bisa membuka tali itu. Aku berusaha membantu Jihan untuk berdiri.

"Apa kau kuat berjalan?" tanyaku dengan was-was. Melihat wajah yang lemas milik Jihan. Aku rasa dia tidak mampu untuk berjalan.

"Aku masih kuat Aslan. Ayo kita pergi dari tempat ini," ucap Jihan dengan kening berkerut. Suaranya pun terdengar serak. AkuAku segera menggandeng lengan Jihan untuk berjalan bersamaan.

"Tidak ada yang melihat kita berdua kabur 'kan?" tanya Jihan sembari menghentikan langkahnya. Ia melihat ke segala arah gedung tua ini.

"Tidak ada Jjhan. Aku yakin sekali. Ayo kita jalan lagi," ucapku meyakinkan gadis yang malang ini.

Kami berdua berjalan melewati bau yang begitu membuat perut ingin mual. Bau busuk air yang menempel pada tembok. Pengap begitu kami rasakan. Sekarang kami menuruni anak tangga dengan hati-hati. Akhirnya kami berdua bisa keluar dari gedung ini.

Aku membantu Jihan untuk masuk ke dalam mobil sportku. Dia segera menyender di kursi mobil dengan mata tertutup. Aku yakin sekali dia pasti sangat kesakitan.

Aku mempercepat laju mobilku. Sesekali aku melihat wajah Jihan. Dia menutup mata. Aku rasa dia pingsan. Karena saat aku mencoba membangunkan Jihan dengan menepuk-nepuk pipinya. Dia sama sekali tidak merespon. Aku berusaha lebih mempercepat mobilku.

Setelah rasa khawatir yang mencintaiku. Kini mobil telah sampai di depan rumahku. Aku membuka pintu mobil dengan cepat. Kubopong tubuh Jihan yang lemas itu.

"Apa yang terjadi, Aslan? Siapa gadis ini?" tanya ibuku yang kaget.

"Nanti aku ceritakan, Bu," ucapku sambil terus berjalan menuju ke kamarku.

"Dia pingsan, Bu. Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku dengan bingung melihat wajah Jihan yang pucat.

"Ibu akan ambil teh hangat dan minyak angin," jawab ibuku dengan cepat lalu keluar kamar.

Aku menyentuh pipi Jihan dengan lembut. Jempol tanganku mengelus-elus nya. Wajah manis terlihat jelas. Bagaimana mungkin sang ayah tega melakukan kekerasan secara fisik dan batin pada gadis yang terbaring di depanku ini. Ya Tuhan, aku sangat terpukul melihat keadaan Jihan seperti ini. Kulihat salah satu ujung bibirnya terluka dan salah satu matanya juga terlihat lebam.

Masih terlintas jelas di benakku saat Jack sang ayah mengumpat dengan kalimat kasar kepada Jihan. Bagaimana wajah Jack dengan marah sambil menampar kasar pipi yang tak berdosa itu. Aku tidak akan membiarkan Jack melakukan itu lagi kepada Jihan.