Jihan berjalan sambil membawa tas ransel di punggungnya. Ia memasuki gedung hotel yang tarif menginapnya lumayan murah. Ia pergi dari rumah Aslan karena merasa bahwa ibu Aslan tidak menyukai dirinya.
Jihan memikirkan kembali percakapan Aslan dan ibu Aslan. Ia bisa sangat paham kalau Ibu Aslan seolah tidak Sudi, Aslan memiliki teman perempuan seorang kupu-kupu malam sepertinya.
Jihan berdiri dan mendekat ke arah jendela hotel kamarnya. Ia melihat dari ketinggian lima lantai. Pandangan cukup ramai. Ada toko-toko dan rumah-rumah serta orang-orang yang lalu lalang. Kota sangat terlihat sibuk. Jihan berangan-angan menjadi seorang manusia biasa yang bekerja pagi hari lalu pulang sore atau malam hari. Pulang ke rumah di sambut oleh keluarga yang harmonis dan tentunya lengkap. Tidak seperti dirinya sekarang ini. Kabur karena ayahnya seorang penjual para gadis-gadis. Termasuk dirinya yang di jual seperti seorang boneka Barbie yang di make up dengan cantik.
Jihan menghembuskan nafas pelan. Lalu melihat langit malam yang indah. Bertabur bintang dan ada bulan juga. Ia tersenyum manis melihat keindahan sang pencipta di malam hari. Jihan bersyukur bisa melihat keindahan di depan matanya.
Hidup memang kadang seperti ini. Jihan merasa sangat terpuruk namun ia juga berusaha untuk bersyukur jika ada yang lebih menderita dari dirinya. Tak ada yang lebih mengindahkan dari sesuatu buruk yang terjadi kecuali hanya bersyukur.
"Terimakasih Tuhan, engkau telah memberikan kedua mata yang indah untuk aku melihat keindahanmu," ucap Jihan dengan suara lirih.
Jihan menutup jendela kaca dengan pelan. Ia berniat akan tidur nyenyak di kasur hotel ini. Ia berbalik setelah sebelumnya jendela sudah tertutup rapat. Ia melihat kasur yang sangat empuk dan menghirup wangi kamar ini. Wangi khas ruangan ber-AC yang bersih. Jihan langsung menubruk kan diri di kain halus itu. Ia memejamkan mata namun terlintas di benaknya tentang seorang pria bernama Aslan. Pria dewasa yang menjabat sebagai seorang CEO di perusahaan fashion. Jihan berpikir akankah ia bertemu lagi dengan pria itu.
Jihan berpikir mungkin suatu saat dia harus meminta maaf kepada pria itu karena dia pergi tanpa berpamitan. Kalau berpamitan pun pasti Aslan tidak akan membiarkan Jihan untuk pergi.
"Hm, kasihan sekali Aslan. Semoga saja dia tidak marah yang berlebihan sampai menyimpan dendam kepadaku," ucap Jihan dalam hati.
Ia melihat pakaiannya sendiri dan tersenyum mengingat itu adalah pakaian milik Aslan. Kini ia memejamkan mata dengan pelan. Berharap hari esok akan tiba dengan indah. Karena ia berniat akan memesan tiket kereta menuju ke kota yang jauh dari kotanya.
Beberapa jam setelah Jihan menutup mata. Tiba-tiba dua orang laki-laki berada di hotel itu.
"Apa benar ini kamar Jihan?" tanya seorang pria berbadan besar yang memakai jaket kulit berwarna coklat itu.
"Iya aku sudah memeriksanya," jawab pria dengan kulit hitam itu sembari menatap layar ponselnya.
Mereka sudah tahu keberadaan Jihan sekarang dan kini salah satu pria yang berwajah Asia itu mengetuk pintu dengan keras.
Jihan membuka mata. Jantungnya tersentak kaget karena baru beberapa jam ia tertidur dan kini harus mendengar suara yang berisik itu dari pintu.
"Ya Tuhan suara apa itu?" Tanyanya sendiri sambil berusaha duduk.
"Jihan buka pintunya, kau telah di cari oleh ayahmu. Kau tidak bisa kemana-mana karena sudah terperangkap di hotel ini. Buka pintunya Jihan! Kami berdua tidak akan kasar kecuali jika kau tidak mau membuka pintu ini. Kami berdua akan mendobrak masuk dan menyeretmu keluar kamar ini," kata pria berbadan besar itu.
Jihan terlihat panik. Ia segera mengenakan tas ranselnya. Hanya itu barang miliknya. Kini ia melihat sekeliling. Memikirkan bagaimana caranya ia kabur dari ruangan ini. Kini mata Jihan menangkap jendela dan dia mempunyai ide yang cukup membantu.
Jihan masih melihat pintu kamarny yang di kedor-kedong dengan cepat. Ia lalu keluar dari jendela itu. Lalu ia menatap ke bawah.
"Jika aku ke bawah mungkin akan lama dan pasti mereka akan menangkapku," ucapku dengan mengira-ngira.
Lalu Jihan keluar dari jendela dengan kedua kakinya yang kurus. Jihan segera menuju jendela atas yang terbuka. Ia juga tidak lupa memakai mantel miliknya.
Jihan berusaha dengan kakinya yang mengangkat naik ke jendela kamar sebelahnya. Setelah sudah naik. Ia pun masuk ke dalam kamar itu. Untungnya ini adalah kamar kosong dan setelah mendengar suara air mengalir dari kamar mandi. Jihan mengintip, ternyata itu adalah karyawan yang membersihkan kamar hotel ini. Jihan langsung saja keluar dari pintu. Jihan berharap karyawan tadi tidak melihatnya.
Jihan berjalan melewati lorong hotel yang di kanan kirinya pintu-pintu. Ia masuk ke dalam lift untuk turun ke lantai paling bawah. Kini ia sudah ada di lobi hotel. Ia berjalan seperti tidak terjadi sesuatu dan saat ia keluar. Sialnya dua orang pria pesuruh sang ayah melihatnya. Sia-sia sudah ia kabur melewati jendela. Aksi kejar-kejaran berlangsung. Jihan berlari cepat menuju ke jalanan trotoar kota. Ia melihat kanan kirinya lalu berlari menyebrang meski saat itu lampu masih hijau. Dua orang pria itu kewalahan menyebrang karena ada banyak mobil yang saling menyetel klakson mereka.
Gadis dengan rambut panjang itu baru saja bangun dan langsung berlari seperti ini. Rasanya hidup begitu cepat. Jihan berlari menuju ke area toko-toko yang sangat ramai. Jihan menjatuhkan mainan bola. Itu membuat dua pria yang mengejarnya terjatuh. Jihan melihat mereka jatuh dan mengumpat keras. Jihan pikir mereka bodoh sekali.
Kini Jihan menuju ke jalanan yang kecil. Semoga saja ia tidak menemui jalan buntu seperti kemarin. Ia menemukan tong tong sampah. Langsung saja ia jatuhkan dengan kuat tong sampah itu. Tiga tong sampah dan isinya jatuh dan seperti biasa dua pria yang berlari itu terpeleset jatuh bersama dengan sampah-sampah.
Jihan melihat sekeliling. Sepertinya ia tidak bisa berlari lebih jauh lagi. Karena dia sangat lelah. Ia hanya melihat jembatan-jembatan besar. Kini ia berlari menuju ke bawah jembatan. Ia yakin sekali dua pria berbadan besar itu tidak akan menemukan dirinya. Benar saja mereka saling menuduh tentang kesalahan gagal mendapatkan Jihan lalu keduanya berlari lagi. Jihan menarik nafas melihat kedua pria itu pergi. Ia duduk di bawah jembatan sambil bersender di tembok. Di lihatnya sekeliling tidak ada seorangpun. Hidup seperti seorang gelandangan sangatlah menyakitkan. Ia merasa sangat kesepian sekarang. Tetapi untungnya ia tidak bertemu sang ayah. Jika ia bertemu sang ayah maka hidupnya seperti ada di neraka.
"Kadang hidup memang harus disyukuri. Untung saja dua pria itu tidak bisa menemukan aku disini. Meski aku tidak tahu selanjutnya akan lari kemana. Semoga tidak akan ada lagi pesuruh ayahku yang akan menemukan keberadaan ku," ucap Jihan dalam hati dengan penuh harapan.