webnovel

Menolak

Hinaan seperti itu dari Andrew sudah menjadi hal biasa bagi Andrea.

"Benar. Aku menjadi seorang gadis murahan untukmu," sahut Andrea membenarkan.

"Saya tidak membutuhkan gadis sepertimu,"Andrew melanjutkan langkahnya. Tidak peduli akan Andrea yang masih mengikutinya.

"Tapi aku membutuhkanmu," seolah pendengarannya tidak baik, Andrea tetap bersikeras terhadap keinginan. Padahal Andrew jelas-jelas menolaknya.

Habis sudah kesabaran Andrew. Langkahnya terhenti tiba-tiba. Ia berbalik badan, bersamaan dengan Andrea yang juga sudah berhenti berjalan.

"Berhenti mengejar saya, ANDREANA MADDELA!" seru Andrew, matanya menatap tajam gadis bermata biru yang tengah berdiri di hadapannya.

"Maaf aku menolak untuk berhenti, Komandan! Aku tidak akan berhenti selama masih bisa berusaha," tolak Andrea yang bahkan tidak takut akan tatapan tajam Andrew—Komandan pasukan khusus itu.

Sekeras apa pun Andrew memberinya penolakan, Andrea tetaplah dirinya. Gadis yang tidak pantang menyerah untuk mendapatkan sesuatu. Selagi ia bisa berusaha, maka kata menyerah tidak akan di ucapkannya.

"Kenapa kamu sangat keras kepala sekali hah!?" tanya Andrew bernada meninggi. Andrea sudah membuat kesabarannya habis.

"Karena aku mencintai komandan," jawab Andrea santai tapi tulus apa adanya.

"Bicara denganmu hanya membuang waktu. Seharusnya kamu mengerti. Kamu bukan anak kecil lagi!" ini adalah kalimat terakhir yang di ucapkan Andrew, sebelum pergi meninggalkan Andrea. Sangat dingin dan tegas.

"Dan seharusnya kamu juga mengerti. Aku mencintaimu setulus hati," gumam Andrea tersenyum samar sembari menatap kepergian laki-laki si pencuri hatinya itu.

Andrea tidak mengikutinya lagi sebab tahu kalau sekarang Andrew sedang emosi karenanya. Apa salahnya dengan keras kepalanya? Tidak bisakah Andrew mengerti dirinya. Ia hanya mencintainya dan berusaha mengejarnya.

***

Selepas dari menyusul Andrew, Andrea kembali ke meja yang masih terdapat Claira dan Nicho. Tidak terlihat lagi Andrew di sana. Laki-laki itu pasti sudah pulang lebih dulu.

"Gimana, Andrea? Lo berhasil?" tanya Claira saat Andrea sudah duduk di kursinya.

"Menurut lo gimana?" tanya Andrea balik, seraya lanjut meminum minumannya.

"Gagal. Buktinya Andrew pergi," jawab Nicho mewakili pacarnya.

"Nah itu tau," celetuk Andrea di sambut kekehan pelan Claira dan Nicho.

"Udah lupain soal itu. Mending kita Happy malam ini!" ajak Claira yang tidak ingin melihat sahabatnya itu bersedih.

"Kamu benar, baby. Kita harus Happy malam ini. Tidak boleh sedih. Oke, Andrea!?" tanya Nicho mengedipkan sebelah matanya.

"Oke,"Andrea menjawab singkat. Memang sebaiknya ia melupakan penolakan Andrew. Daripada memikirkannya, bisa membuatnya bersedih nanti.

Andrea, Claira dan Nicho melanjutkan pesta mereka malam ini. Bersulang, bercanda gurau, permainan dan masih banyak hal lain lagi, di lakukan ketiganya. Saking asyiknya, mereka bertiga tidak ada yang sadar akan jam. Dimana sekarang jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Hingga Andrea tanpa sengaja melihat ke arah jam tangannya.

"Eh—Ini sudah tengah malam. Pulang yuk Claira!" ajak Andrea pada Claira yang sedang bermanja bersama Nicho.

"Yah, gue masih pengen di sini. Jarang-jarang bisa ketemu lama sama Nicho," Claira mengeluh pelan.

"Nanti kita bakal ketemu lagi kok, Baby. Sekarang pulang dulu. Gak baik cewek pulang terlalu malam," ucap Nicho seraya mencium kening Claira dengan penuh cinta. Andrea tentu merasa iri melihatnya.

"Nah udah denger kan? Yuk pulang sekarang!" Andrea beranjak berdiri, sedangkan sahabatnya itu masih belum bergeming dari tempatnya.

"Hmmm Okelah, Baby. Aku pulang sekarang. Nanti janji ya ketemu lagi. Soalnya aku kangen terus sama kamu," terpaksa Claira mengiyakan ajakan pulang. Namun masih sempat-sempatnya ia bersikap manja terhadap Nicho.

"Iya janji, Baby!" sahut Nicho tersenyum lebar.

Claira mencium pipi kanan dan kiri Nicho. "Love You, Baby!„

"Love You too," balas Nicho tidak mau kalah. Ia mencium singkat kening, pipi kanan dan kiri Claira. Hal yang sudah menjadi kebiasaannya dalam beberapa hari belakangan.

Andrea hanya diam melihat interaksi kedua orang itu. Andai saja ia bisa melakukannya bersama Andrew, maka akan membuatnya sangat bahagia..

"Ayo pergi!" seru Claira menarik tangan Andrea.

"Kami duluan," ucap Andrea menoleh ke arah Nicho yang membalasnya dengan anggukan saja.

Keduanya berjalan keluar dari Bar dan masuk kembali ke dalam mobil. Tidak lama setelahnya, Claira langsung melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Seperginya keduanya, Nicho juga keluar dari Bar dan pergi dari sana menggunakan mobilnya sendiri.

Di dalam mobil Claira

"Gue mau nanya" Claira memecah keheningan di dalam mobil.

"Apa?" tanya Andrea yang duduk bersandar nyaman di kursinya.

Claira melirik sekilas sahabatnya."Kenapa lo sampai segitunya cinta sama Andrew? Gue jadi penasaran,"

"Karena gara-gara dia nyelamatin gue," sontak dahi Claira berkerut. Andrea tersenyum tipis menyadari hal itu. "Gue belum cerita sama lo soal itu,"

"Coba cerita sama gue sekarang! Penasaran nih," desak Claira yang seperti biasanya, tidak sabaran.

"Hmmm ya baiklah," Andrea berdehem ringan. Mau tidak mau ia harus menceritakan hal itu.

Perlahan Andrea mulai menceritakan apa yang di maksudnya tadi. Tidak satu pun di lewatkannya. Cerita itu menjadi awal mulanya jatuh cinta dengan Andrew.

#Flashback On

"To—tolong!" teriak seorang gadis kecil sambil berlari. Wajahnya di banjiri air mata yang tak kunjung berhenti menetes.

Gadis kecil itu tidak lain adalah Andrea yang baru berusia 13 tahun. Saat ini ia tengah berlari dari kejaran sekelompok orang jahat. Mereka ingin menjual gadis-gadis sepertinya ke luar negeri. Untuk di jadikan gadis binaan yang di perkerjakan sebagai pekerja sex bebas. Beruntungnya Andrea bisa kabur saat mendapat kesempatan.

"To—tolong! Tolong aku!" Andrea terus berteriak meminta pertolongan di sela berlari.

Namun sayangnya di sekitarnya itu hanya ada beberapa bangunan kosong tidak berpenghuni. Sekeras apa pun ia berteriak, tidak akan ada yang mendengarnya.

"Berteriaklah sekeras mungkin gadis kecil! Tidak akan ada yang mendengarmu. Hahaha..." salah satu dari sekelompok itu tertawa begitu kerasnya dari arah belakang Andrea.

Andrea tidak berani melihat ke belakang. Ia terus berlari semampunya, meski tubuhnya sudah sangat lemah. Akibat tidak makan berhari-hari.

"To—long aku hiksss!" tidak peduli bagaimana pun caranya, ia ingin bebas dari sekelompok orang itu. Meski keadaan sangat mustahil karena tidak ada orang lain di sini.

"Tidak akan ada yang bisa menolongmu. Jadi ikutlah bersama kami, gadis kecil!" seru salah seorang dari sekelompok orang jahat itu.

"Tidak—Aku tidak mau!" Andrea menggeleng-gelengkan kepalanya. Kakinya terus berlari tanpa henti dan arah.

Hingga akhirnya kakinya tersandung sesuai. Andrea terjatuh dan tidak bisa bangkit lagi. Kakinya tampak terkilir.

"Sshh," ringis Andrea merasakan sakit pada kakinya. Air matanya semakin menetes.

Tidak—Ia tidak boleh menyerah begitu saja. Sekuat tenaga ia berusaha bangkit. Memaksakan kakinya yang terkilir untuk kembali berlari. Meski berhasil, sekelompok orang itu hampir berhasil mengejarnya.

"Siapa pun tolong aku hiksss!" jerit Andrea, kakinya terus berusaha berlari.

Tetapi akhirnya ia terjatuh lagi. Kakinya sudah tidak mampu untuk berlari. Andrea menangis sejadi-jadinya ketika sekelompok orang itu sudah berada tidak jauh darinya. Senyuman seringai iblis terlihat mengembang di bibir mereka.

"Berhentilah berlari, gadis kecil! Usahamu hanya berakhir sia-sia,"ucap ketua dari kelompok orang itu.