webnovel

I FIND LOVE IN THIS CITY

Dia yang lugu dan polos nyatanya jika sudah dicampuri oleh perkembangan globalosasi yang pengaruhnya begitu besar, sehingga tidak menutup kemungkinan akan menjadikannya menjadi seseorang yang ambisius, dramatis, dan segala cara akan ia lakukan demi mengejar cintanya. Siapa sangkah seseorang yang ia perjuangkan diam-diam juga sedang memperjuangkan hati orang lain.

Nur_Asqila · Urban
Not enough ratings
3 Chs

1.TELAH TIBA

"Astaga di sini ramai sekali. Adu saya harus kemana, rumah Paman Didit dimana lagi? Ini juga panas sekali,"

keluh terdengar.

Seorang gadis dari Desa baru saja tiba disebuah kota besar. Gelagatnya terlihat kebingungan, seolah baru pertama kali menyaksikan susana hirup pikuk perkotaan.

Meski terik mentari menusuk kulit putihnya, ia tetap gentar. Sebab ini adalah pilihannya. Beberapa pasang mata sesekali menatap aneh ke arahnya. Hingga membuatnya jadi risih.

"Ini kenapa, ya. Kok pada ngelirik saya," ucapnya sembari meninjau kembali penampilannya dari ujung kaki. Pikirnya pakaiannya sudah rapi dan tidak ada yang aneh. Tidak ada yang aneh. Tidak ingin repot ia kembali bertingkah biasa saja, dan tidak memedulikan orang-orang disekitarnya.

Sebab sudah merasa sangat lelah, gadis tersebut memutuskan untuk duduk di trotoar jalananan. Sembari berdoa somoga ada pertolongan, ia sudah berkali-kali bertanya kepada orang-orang tentang alamat yang tertulis di kertas, sengaja Ibunya berikan untuknya sebagai pengunjuk. Namun, hasilnya nihil tidak ada yang tahu alamat tersebut. Membuat Lasti hampir putus asa.

"Kalau begini, saya bisa mati di kota. Di sini berbeda sekali dengan di dasa sana orang-orang di desa sangat peduli, lah di sini boro-boro peduli ngelirik saja sinis sekali," monolognya sembari menundukkan kepalanya.

Lama berbicara sendiri, seseorang datang menghampirinya, tetapi ia tidak menyadari hal itu. Sebab ia kalut dengan pikirannya. Hingga beberapa saat orang tersebut menyapa.

"Maaf, Mbak. Ada apa? Mbak sakit? Kok duduk di sini?" tanya seseorang yang membuat Lasti segera mengangkat kepalanya lalu memandang gugup ke arah wanita yang berpenampilan modis. Lasti tercengang.

"Mbak gak papa `kan? Kok liat saya kayak gitu?" tanya wanita itu. Sembari melayang-layangkan telapak tangannya tepat di depan Lasti.

"Eh. Gak papa kok,"

Lasti tersipu malu, dengan tingkahnya sendiri. Bukannya apa-apa Lasti baru pertama kali melihat langsung wanita berparas cantik bak artis. Biasanya ia hanya sekedar melihatnya lewat TV tapi sekarang ia melihatnya secara virtual.

"Tadi saya nanya, Mbaknya kenapa kok duduk di pinggir jalan gini? Kayak kebingungan. Siapa tahu saya bisa bantu." tawar wanita tersebut.

"Anu, saya lagi nyari alamat. Saya udah nanya-nanya tapi gak ada yang tahu." Lasti tersenyum miring.

"Coba saya liat. Kalau saya tahu, nanti saya antar." Lasti memberikan kertas yang ada ditangannya, sembari keheranan. Sejak tadi setiap orang yang ia temui selalu, bersikap Kudus dan tidak peduli, tetapi wanita yang ada dihadapannya malah sebaliknya.

"Saya tahu alamat ini. Kebetulan searah sama jalan ke kantor saya, ayok mbak naik ke mobil saya. Biar saya yang antar," ucapnya. Gadis desa itu merasa takut dan juga canggung. Ia takut jika ternyata orang yang ingin membantunya tersebut adalah orang jahat dan akan melukai dirinya.

Lasti sesat terdiam, tanpa menimpali tawaran dari wanita tersebut. Ia masih ragu, takut terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan.

"Gak usah takut. Saya gak ada niatan jahat kok. Saya cuma mau bantu. Ayok!"

Meski agar ragu Lasti melangkahkan kakinya mengekor dibelakang, kemudian masuk ke dalam mobil mewah milik wanita tersebut. Keduanya duduk di jok belakang. Sebab sudah ada supir yang siap siaga.

Lasti terlihat begitu cemas dengan keadaannya. Sebab penolakannya ia terpaksa harus menghadapi keadaan seperti ini. Berjumpa denangan orang asing, nasib belum bisa ditebak bagaimana selanjutnya akankah baik-baik saja atau kebalikannya.

"Ngomong-ngomong kita belum kenalan. Nama saya Mia," ucap sang wanita sembari mengulurkan tangannya ke arah Lasti.

"Saya Lasti, umur dua puluh tahu. saya dari desa merantau ke kota buat cari kerjaan," jawabnya detail.

"Wah kamu masih muda ternyata. Saya kira kita sebaya. Ternyata beda jauh. Lebih tuan saya," ujar wanita tersebut yang ternyata bernama Talita.

Lasti hanya tersenyum. `tak ingin banyak menimpali, sebab dirinya dirundung kegelisaan. Banyak prasangka-prasangka yang ia tengah pikirkan.

"Kamu mirip sama teman saya, mukanya mirip bangat." Mia kembali membuka suara, kali ini nada bicaranya far berbeda, seperti ada kesedihan yang ia rasakan.

"Ohya? Mungkin si Mbaknya yang salah liat, masa iya teman mbak mirip sama saya, yang jelek ini." Lasti tertawa ringan, menyangkal tudingan bahwa dirinya mirip dengan seseorang.

"Benaran. Tetapi lima tahun yang lalu dia meninggal, dia sahabat saya. Sejak kecil kita sahabatan sampai suatu hari dia tiba-tiba menghilang berhari-hari dan saat ditemukan. Dia sudah `tak bernyawa lagi ...," lirih Mia Tanpa sadar air matanya menetes. Lasti yang melihatnya merasa iba.

"Apa gak ada orang yang taahu sebab kematian teman, Mbak tersebut?" Rasa penasaran Lasti terpancing.

Talita hanya menggeleng lemah. Seperti ya tidak aja jejak. Lasti `tak ingin bertanya banyak sebab takut melukai hati Talita.

****

Setelah satu jam menempuh perjalanan. Mobil berhenti di depan sebuah rumah mewah. Lasti kemudian bergegas mencari tahu apakah alamat yang ia cari sudah benar atau tidak.

"Las, saya tunggu di sini, ya. Siapa tahu nanti alamatnya gak cocok. Kamu balik ke sini aja," pesan Mia yang di angguki oleh Lasti.

Tok .... Tok .... Tok

Berulang kali mengetok pintu, tidak ada sahutan dari dalam.

"Gak ada orang kali, ya. Gimana donk ini. Apa ini alamat salah, ya." Lasti mendengus kasar, beberapa saat seseorang membuka pintu.

"Maaf, Mbak cari siapa?" tanya Wanita paru baya tersebut.

"Cari paman Walang. Ini benar alamatnya `kan?" tanya Lasti memastikan.

"Mang Walang. Maaf, beberapa Minggu yang lalu Mang Walang sudah pindah. Katanya ada pekerjaan baru." ujar Wanita tersebut.

"Maaf, Ibu tahu alamatnya?" Lasti berharap semoga diberikan petunjuk.

"Maaf saya gak punya alamatnya."

Lasti beranjak pergi dari rumah tersebut, ia tidak tahu lagi harus mencari pamannya kemana, belum lagi ia tidak punya kenalan di tempat itu.

"Las. Ada apa? Alamatnya udah benar?" Lasti menggeleng.

"Saya gak tahu dimana alamat paman saya, dan saya juga gak tahu mau tinggal di mana. uang pegangan saya juga sepertinya tidak bisa bertahan lama." Jujur Lasti, ternyata tinggal di kota tidak seperti yang ia bayangkan.

"Yaudah kamu ikut aku aja, untuk beberapa waktu ke depan. Kamu nginap di rumahku, kebetulan aku tinggal sendiri," tawar Mia.

Lasti lagi-lagi ragu, ia tidak ingin merepotkan orang lain. Ia tidak terbiasa, tetapi di satu sisi ia juga tidak tahu harus kemana. Jika menolak ajakan Mia bisa-bisa ia mati di kota itu.

"Gak usah nolak. Lagian kamu `kan belum hafal jalanan di sini. Kamu juga belum punya kerjaan, kejahatan di kota pun merajalelah. Ini demi kebaikan kamu juga." Setelah mendengar penuturan Mia, Lasti luluh dan memutuskan untuk ikut. Ia terus berdoa dalam hati semoga ia akan baik-baik saja.