webnovel

I don't know you, but I Married you

Kenan sudah pasrah, keinginannya untuk menikahi kekasih 8 tahunnya hanya tinggal mimpi. Karena permusuhan kedua orang tuanya mereka gagal untuk melangkah ke pelaminan. Baru saja patah hati ayahnya langsung meminta Kenan untuk menikah dengan wanita pilihannya. Siapa kah dia??apa mungkin dia bisa mengobati luka hati Kenan atau justru sebaliknya??

Keyatma · Teen
Not enough ratings
521 Chs

Tangisan

Ketika pintu terbuka Kenan melihat barang-barang sudah berserakan dibawah lantai. Dia tak peduli tentang hal itu yang dia pedulikan sekarang adalah dimana Jay. Matanya memandang kesudut lain dimana ada anaknya disudut ruangan. Dia terduduk dengan kaki yang menekuk dan kepala tertunduk. Dia terus memegangi kakinya sendiri. Jay Menangis. Jesica kini menghampiri anaknya dan duduk tepat dihadapannya.

"Abang Jay…." Panggil Jesica dengan lembut. Rambut anaknya dibelai denga penuh kasih sayang, tidak ada lagi kekesalan yang dia tunjukkan seperti sebelumnya. Dia menunduk sedikit mencoba melihat ke arah wajah anaknya yang masih belum mau menampakkan wajahnya sendiri. Kenan ikut duduk disana sementara Ara, Kay, dan Dariel hanya bisa memperhatikan adegan itu. Suara tangisan Jay terdengar begitu menyayat hati ibunya.

"Sayang....." Jesica semakin mendekat.

"Ayo kita ngobrol. Orang dewasa itu kalo ada masalah pasti ngobrol, bukannya abang udah dewasa?." Kenan membujuk namun Jay sepertinya masih enggan untuk berbicara sekarang. Mereka masih menunggu disana menunggu Jay siap untuk menceritakan isi hatinya.

"A…aku bikin malu keluarga ya dad?" Jay dengan suara seperti seseorang yang cegukan karena tangisannya. Kepalanya masih tak mau ditampakkan.

"Engga. Kata siapa?kenapa harus mikir gitu?"

"A…pa opa ma…marah?"

"Iya opa marah tapi bukan sama abang. Sama orang yang bikin berita itu. Abang itu ga usah berpikir kaya gitu, yang dibilang berita itu bohong, semunya salah."

"Engga!!!Mereka ga bohong, mereka bener aku pernah berobat, mereka bener aku ga kaya orang lain."

"Tapi mereka ga tahu kamu berobat buat apa. Mereka salah soal itu, yang mereka tulis itu kebanyakan salahnya daripada benernya. Abang ga gila, buktinya abang bisa sekolah, punya temen, punya rumah, punya keluarga. Tahu ga bang kalo orang gila itu biasanya dipinggir-pinggir jalan…"

"Yang ga mandi itu?"

"Iya, kan kalo abang sehat, mandi aja abang sehari bisa 5 kali saking pingin bersihnya." Ucapan Kenan membuat Kay melihat ke arah lain. Dia ingin tertawa dengan percakapan mereka tapi dia tahu itu tidak sopan.

"Bang….biarin aja yang kaya gitu. Jangan didengerin oke."Jesica mencoba menenangkan.

"Aku ga papa sama beritanya aku cuman malu sama keluarga daddy yang lain, gara-gara aku mereka kebawa-bawa. Gara-gara aku nama SC bisa jadi buruk, gara-gara aku kakak-kakak aku bisa kena ejek juga." Jay dengan suara tangisnya.

"Coba liat daddy.." Kenan ingin melihat wajah anaknya. Kini Jay mengangkat kepalanya terlihat matanya yang masih basah.

"Daddy ga pernah malu punya anak kaya abang, uncle juga engga, opa juga engga, semuanya ga malu punya abang. Yang abang harus tahu kita lagi belain abang kalo kita malu kita udah marahin abang sekarang. Soal perusahaan itu gampang, abang ga usah mikirin itu, brand SC bisa jadi buruk iya bener tapi paling beberapa hari atau bulan dan itu bisa diperbaiki lagi, yang lebih daddy khawatirin abang bisa ga nerima kaya gini?perusahaan itu cuman ibarat benda mati beda sama abang punya perasaan, punya hati. Perusahaan besok-besok bisa diatur sama kakak tapi kalo abang apa bisa daddy maksa-maksa abang harus kaya gini harus gitu?kan engga. Abang juga punya keinginan ga kaya perusahaan yang bisa nurut aja."

"Aku ga mau ke SC dad…."

"Iya ga usah, abang mau kesana kek mau engga kek gimana abang."

"Aku pingin ketemu opa…"

"Iya nanti kita ke rumah opa."

"Sekarang abang mau gimana?kita pergi aja sementara waktu mau?biar abang agak tenang. Terserah abang mau kemana." Ucap Jesica namun anaknya masih bingung.

"Bang…jangan ngerasa sendiri atau takut. Abang punya Daddy, punya mommy, punya kakak. Mereka tuh ga akan bisa ngelawan kita. Mereka cuman pingin liat abang sedih kalo sekarang abang sedih mereka seneng. Mau bikin mereka yang jelek-jelekin abang seneng?"

"Mommy jahat marahin aku."

"Maaf sayang, mommy tuh khawatir kalo abang tahu abang bakal kaya gini nih. Udah jangan nangis. Abang maunya gimana?" Jesica mengusap area mata Jay yang basah dengan air matanya sendirinya.

"Sekarang abang harus belajar ngambil keputusan. Kalo abang milih disini artinya abang harus kuat denger berita itu sampai penyelidikan kita selesai, ga boleh ada drama nangis-nangis atau ngamuk-ngamuk." Kenan mencoba bersikap tegas pada anaknya.

"Aku ga suka liat wartawan itu."

"Ya udah oke kita pergi." Jesica menarik kesimpulan dari komentar Jay tadi.

"Dariel sama kakak mau ikut ga?"

"Aku kayanya ga bisa dad, aku bakalan urusin perusahaan.." Jawab Ara.

"Aku bakalan disini aja dad…" ucap Dariel.

"Kay harus ikut, jaga mommy. Daddy ga ikut."

"Kenapa daddy ga ikut?" Jay protes.

"Denger ya bang, daddy bakalan urusin ini semua supaya waktu abang pulang semuanya udah beres. Tugas abang cuman satu. Tenangin aja pikiran abang dulu sampe abang udah siap pulang dan daddy jemput. Abang pergi sama, Mommy, sama Kris, sama Kay."

"Sekolah aku?"

"Kita bisa urusin itu nanti."

"Kay juga sekolah." Jay jadi tak enak membawa-bawa Kay ke dalam urusannya.

"Aku bisa online telepon dosen aku."

"Tuh..denger, Kay ga masalah soal abang. Udah ya…ini yang diperluin abang. Abang ga usah cemas lagi. Mommy tahu abang belum siap soal ini, kita belajar pelan-pelan. Dengan abang mau denger, abang tahu dan abang mau ngobrol ini sama kita berarti abang mau dewasa. "

"Aku ga suka mereka foto-foto aku, aku ga suka foto aku nanti ada di tv-tv. Aku ga mau."

"Kita ga usah nonton tv, ga usah liat apapun." Jesica terus menenangkan Jay dari segala ketakutannya. Selesai ber-drama di kamar Jay. Kenan memutuskan untuk menyiapkan segela keperluan keluarganya yang akan pergi ke luar negeri khususnya siapa yang akan menjaga mereka disana.

"Mas..." Panggil Jesica sambil membukakan pintu ruang kerjanya.

"Iya sayang." Kenan langsung meletakkan handphonenya dimeja.

"Mas lagi apa?"

"Lagi ngurusin buat kepergian kalian nanti, tiketnya, buat visanya besok ada orang suruhan Mas, tempat tinggalnya pokoknya yang lain-lainnya.."

"Udah jam 9 Mas, daritadi belum bersih-bersih kayanya." Jesica menyadarkan Kenan dari kesibukannya hari ini.

"Eh iya, ya udah Mas mandi. Yuk ke atas..." Kenan membereskan dokumen diatas mejanya.

"Mas..apa ini ga papa?" Jesica menghampiri suaminya. Tangan Kenan yang semula sibuk dengan kertas-kertas kini terhenti kemudian beralih ke tangan istrinya.

"Ga papa sayang. Percaya sama Mas..."

"Mas ga papa aku tinggal?" Jesica menaikan tangannya ke arah pipi Kenan.

"Jay lebih butuhin kamu sekarang. Mas janji bakalan cepet selesai ini supaya cepet juga nyusul kamu. Tunggu Mas..."

"Makasih Mas..." Jesica memeluk badan tegap Kenan kemudian dalam hitungan detik entah kenapa malah ada suara tangisan disana. Jesica jelas sangat sedih dengan kondisi sekarang dan tak sampai hati melihat Jay menangis seperti tadi siang. Tidak ada seorang ibu manapun yang tak bersedih melihat anaknya tersakiti.

***To be continue