webnovel

I don't know you, but I Married you

Kenan sudah pasrah, keinginannya untuk menikahi kekasih 8 tahunnya hanya tinggal mimpi. Karena permusuhan kedua orang tuanya mereka gagal untuk melangkah ke pelaminan. Baru saja patah hati ayahnya langsung meminta Kenan untuk menikah dengan wanita pilihannya. Siapa kah dia??apa mungkin dia bisa mengobati luka hati Kenan atau justru sebaliknya??

Keyatma ยท Teen
Not enough ratings
521 Chs

Lampiaskan

Setelah negoisasi yang cukup panjang agar Kay menjadi lebih baik. Pria itu kini berjalan menuju kamarnya. Melihat Kiran yang masih saja betah untuk berbaring disana. Berat badannya kini sudah semakin turun. Dia tak mau bertemu siapapun termasuk Baskara dan Wina yang sempat menolongnya. Hanya Marsha dan Arbi yang menerima mereka. Baskara sempat bertemu dengan Kay dan mengatakan bela sungkawanya. Dia juga menceritakannya jika Kiran pada saat itu memilih untuk mengikuti dirinya dan pergi dari perusahaannya. Hal itu membuat Kay semakin merasa bersalah. Bagaimana bisa dia mencurigai istri yang ternyata memikirkannya.

"Ran.." Kay duduk dibelakang belakang punggung sang istri namun dia hanya diam dapat Kay dengar isak tangisnya dibalik bantal.

"Kita kebawah yuk, ini acara terakhirnya masa kamu diem dikamar terus."

"Aku cape." Ucap Kiran.

"Aku pingin liat kamu berdiri." Perintah Kay namun istrinya masih enggan. Dia hanya menekuk kedua kakinya dengan tangan yang disimpan disamping kepalanya.

"Aku bilang berdiri, berdiri Ran!!" Kay mulai berteriak. Kay bangkit dan berjalan ke sisi lain lalu menarik tangannya.

"Aku bilang berdiri Ran!!." Tarik Kay.

"Apa!!kamu mau apa?!" Kiran kali ini berhasil bangkit dan duduk. Suara mereka bahkan terdengar sampai kebawah. Arbi yang sedang menyiapkan segalanya terkejut begitupun Kenan dan orang-orang yang ada disana.

"Kenapa tuh anak-anak?" Tanya Arbi yang siap-siap akan menaiki tangga.

"Bi...biarin. Kasih mereka waktu. Mereka udah ga pernah ngobrol kan?mungkin ini cara mereka buat nyelesain masalah." Kenan menahan langkah Arbi.

"Tapi Ken kalo ada apa-apa gimana?"

"Ga akan ada apa-apa. Kay ga mungkin bertindak sejauh yang kamu pikirin." Bujuk Kenan membuat Arbi diam. Mereka kini kembali berkativitas sambil sesekali mendengarkan pertengkaran Kay dan Kiran.

"Kamu dimana waktu aku kesakitan Kay?kamu dimana waktu bayi aku lahir?kamu ga ada!!" Kiran dengan tangis tertahannya membentak suaminya itu. Kini dia sudah berdiri dengan tampilan kacaunya.

"Iya aku emang ga ada. Aku ga ada Ran!!aku minta maaf!!Salah aku bayinya ga ada!! salah aku!!!Maaf Ran..." Kay membuat Kiran menangis.

"Kamu tinggalin aku Kay!!kamu pergi!!"

"Aku ga maksud gitu Ran..Maaf..."

"Kamu jahat Kay!!kamu jahat!!" Kiran kini memukul dada Kay yang ada didepannya. Mencoba memukulnya dengan sekuat tenaga tapi apa daya bagi Kay itu hanya pukulan lemah saja. Kay meraih kedua tangannya lalu menarik tangan berserta badan Kiran untuk berada dalam pelukannya.

"Ga cuman kamu yang sedih Ran, aku juga. Kamu boleh nyalahin aku. Kamu boleh maki-maki aku sekarang. Kamu berhak buat itu." Kay kali ini dengan suara lembut sementara Kiran masih terisak.

"Harusnya.... aku.... nurutin kamu Kay. Harus aku ikut kamu. Harusnya aku pergi aja waktu itu." Kiran kali ini dengan nada lembut juga padahal sebelumnya dia berteriak keras. Mengetahui istrinya sudah mulai melemah Kay memeluknya dengan benar sekarang. Mengusap pelan rambutnya dengan penuh cinta dan ketulusan.

"Kita harus berhenti sampai disini Ran. Ini juga berat buat aku. Aku juga ga bisa percaya anak aku ga ada. Aku juga sedih. Aku juga kehilangan."

"Salah a..aku Kay...salah aku..." Kiran berucap disela-sela tangisannya.

"Bukan. Ini salah kita. Aku yang ga bener jagain kamu dan kamu yang ga pernah cerita sejujurnya sama aku. Ini salah kita." Kay membuat Kiran diam. Dia masih menangis disana. Tangannya kini sudah tak ragu Kiran letakkan dipinggang suaminya. Memeluknya erat bahkan sangat erat seakan ingin membagi kesedihannya.

"Udah cukup sayang. Udah cukup sekarang. Aku ga mau bikin kamu sedih lagi atau bahkan anak-anak aku sedih. Mereka ga akan seneng liat kita kaya gini. Udah nangisnya." Bujuk Kay namun Kiran lagi-lagi membisu saja.

"Dari 7 hari masa kamu ga mau doain anak kamu. Doain anak kita. Apa kamu tega?hari ini...aja sayang. Kita doain bareng-bareng anak kita. Cuman itu yang bisa kita kasih sekarang kan?itu bentuk kasih sayangnya aku sama kamu buat Keyra sama Keyza. ya sayang?." Tanya Kay membujuk Kiran lagi agar berhenti mengurung diri.

***

Semua orang sudah berkumpul dengan lengkap dan acara pun siap dimulai. Bapak-bapak maupun ibu-ibu yang datang tampak bersuara menunggu sang ustadz memimpin. Dari atas kini terlihat Kiran dan Kay turun. Dengan wajah lelahnya Kiran menuruni anak tangga satu demi satu seakan ini adalah hari pertamanya bisa berjalan. Kay menuntunnya dengan pelan menuju tempat yang ada disana. Arbi segera mencarikan tempat kosongnya dan membuat mereka duduk. Kenan benar pertengkaran tadi membuat mereka berdamai dengan sendirinya. Mereka hanya butuh waktu untuk menerima. Acara pengajian pun dimulai. Sesekali dalam doanya Kiran masih meneteskan air matanya. Jelas itu semakin mengingatkannya pada anak-anaknya. Kay yang ada disampingnya sudah siap untuk memberikan dukungan dengan memegangi tangan istrinya sementara Marsha yang ada disampingnya memberikan beberapa tisu agar anaknya bisa menghapus air matanya itu. Acara berjalan lancar dan dapat mereka lalui dengan mulus walaupun masih ada tangis disana. Setidaknya Arbi sedikit lega Kiran sudah mau keluar kamarnya. Ara yang hadir disana jadi benar-benar tak tega untuk menampakkan diri. Rasanya kesedihan itu menular kepadanya.

"Mau makan?"

"Engga."

"Makan aja dikit, aku temenin."

"Aku ga lapar."

"Aku ambil."

"Jangan.." Kiran menarik tangan Kay.

"Kamu jangan kemana-mana."

"Biar Bunda yang ambil." Marsha segera berdiri dan mengambil makanan untuk Kiran. Piring putih itu Marsha berikan pada Kay.

"Ayo makan.."

"Engga."

"Berdua sama aku, Aku suapin." Kay segera meraih sendoknya dan menyuapi kearah mulut Kiran. Kini wanita itu menurut saat nasi sudah ada dihadapannya. Arbi semakin lega. Anaknya sudah mau makan. Kay mencari minumannya lalu memberikan pada Kiran takut-takut dia merasa seret.

"Katanya kamu mau makan."

"Iya ini makan sayang." Kay menyuapi dirinya sendiri. Orang-orang yang ada disana sesekali memperhatikan mereka dan setelah itu mengobrol kembali mencoba menyibukkan diri.

"Kalo ada yang sakit bilang aku sayang.." Kay mengusap pelan lengan Kiran yang duduk dihadapannya lalu menyuapi Kiran lagi.

"Aku pingin ke kamar."

"Iya kita ke kamar setelah makanannya habis." Kay memberi syarat membuat Kiran sebal tapi nyatanya dia menuruti perintah suaminya itu. Dia memakan setiap suapan yang Kay berikan. Mungkin dia juga kelaparan setelah berhari-hari hanya memakan satu atau dua sendok saja.

"Enak ya?sampe habis gini. Mau tambah lagi?" Kay sudah berani mengajak bercanda Kiran namun istrinya malah memukul lengan Kay.

"Minum dulu sebelum kita keatas." Kay menuangkan air. Kiran menghabiskan semua air dalam gelas.

"Sini anak ayah.." Arbi kini mendekati anaknya. Merangkulnya dengan satu tangan.

"Yang kuat ya sayang. Ada ayah, kita lewatin ini sama-sama." Arbi mencium puncak kepala Kiran. Anaknya hanya mengangguk pelan.

***To Be Continue