Jay menghentikan mobilnya di depan rumah baru Tiara kemudian berjalan masuk sambil membawa oleh-oleh sehabis umrah. Kini Jay menekan tombol rumahnya.
"Assalamualaikum om..."
"Jay..udah pulang?ayo masuk.."
"Udah om, ini Jay bawa oleh-oleh.." Jay sambil berjalan dan menyodorkan kantong belanjaannya. Mungkin kalo dihitung-hitung ada 5 tas besar.
"Makasih Jay. Daddy ga ikut?"
"Daddy lagi pergi sama mommy ada urusan katanya."
"Oh..ya udah om panggil Tiaranya." Fahri kemudian masuk kedalam dan memanggil sosok yang ingin ditemuin Jay. Seminggu tak bertemu membuat Jay semakin rindu terlebih lagi belakangan mereka juga jarang bertemu akibat Jay yang sudah mulai pergi dinas ke luar kota.
"Halo sayang..." Sapa Tiara sambil membawa minuman dan buah-buahan untuknya. Dia meletakkannya dimeja lalu duduk disamping Jay. Jay tanpa malu mengecup pipi Tiara.
"Kamu baik-baik aja?"
"Aku baik-baik aja, Abang sehat?gimana rasanya umroh?"
"Aku sehat. Umroh nyenengin."
"Sengaja bikin jenggot sama kumis?" Tiara menangkup pipi Jay.
"Engga sengaja sayang. Ga sempet cukuran waktu itu."
"Rapihin dong."
"Iya nanti aku rapihin." Jay menurut. Tiara sepertinya senang dengan pria yang rapi. Dia tak suka Jay memiliki kumis apalagi jenggot.
"Bulan depan aku pingin ajak kamu ke Australia sama keluarga aku."
"Berapa lama?"
"5 harian paling."
"Lama juga."
"Kamu ga bisa?"
"Iya nanti aku coba ajuin cuti, ada apa emang kesana semua?"
"Hm...mau nengokin Kay sama Ran."
"Oke, nanti aku bilang papah."
"Aku aja yang bilang."
"Kenapa?"
"Supaya lebih sopan."
"Iya ya udah gimana Abang aja."
"Kamu ga inget sesuatu gitu bulan depan?"
"Inget apa?"
"Coba dipikir-pikir dulu..."
"Apa ya...." Tiara berpikir. Matanya sesekali melihat kearah Jay yang sepertinya mengharapkan sebuah jawaban yang dipikirkan.
"Ga ada kayanya bang..."
"Iya.. emang ga ada.." Jay dengan lemas. Kini dibersandar di kursinya. Tiara yang tahu Jay kecewa hanya tersenyum.
"Ulang tahun yang ke berapa emang?"
"Kamu inget?"
"Iya inget..."
"Aku 25 tahun.." Jay menjawab pertanyaan sebelumnya.
"Masa sih?masih gemes gini.." Tiara mencubit pipi Jay namun kekasihnya itu hanya tersenyum kecil.
"Bang...Abang kenapa sih?aku kira sejak kejadian itu Abang udah biasa lagi tapi sekarang tuh Abang ga kaya gitu. Biasanya apa lucu, ngomong seenaknya, suka berekspresi tapi sekarang jauh....jauh.... lebih pendiem."
"Aku lagi coba jadi cowok cool." Jay seakan sedang memainkan peran. Tiara tertawa kecil.
"Kalau gitu jangan, stop. Abang ga pantes. Abang tuh cocoknya jadi yang ceria, yang polos, yang lucu gitu."
"Jangan dong, aku harus jaga image. Kalo orang-orang dikantor tahu aku gitu mereka nanti ngomongin. Kalo temen-temen kamu tahu aku gitu, mereka pasti ledekin kamu."
"Bang...jadi diri sendiri tuh lebih menyenangkan. Sekarang tuh Abang jadi kaku kesannya.Udah ya..aku ga suka liatnya."
"Aku takut kamu lebih suka pria lain, yang cool, yang tampan, yang lebih macho mungkin.." Jay kini meletakkan wajahnya dipundak Tiara yang sedang membuka kulit sebuah jeruk.
"Nih makan, jangan ngomong yang kaya begitu." Tiara memasukkan jeruk ke mulut Jay.
"Aku udah bilang ini berkali-kali, aku lebih suka Abang Jay daripada laki-laki lain. Udah deh...ga usah mikir gitu terus. Aku kemarin bilang apa?jangan insecure. Percaya diri. Abang pingin ya aku marah lagi?"
"Jangan dong, jangan marah. Kita baru ketemu, masa marahan."
"Ya udah aku ga mau denger-denger itu lagi. Telinga aku, aku tutup kalo Abang ngomong gitu lagi."
"Tiara.."
"Apalagi?"
"Gimana...kalo kita majuin pernikahan kita?" Jay sempat ragu untuk mengatakannya. Masih ada perasaan terlalu cepat baginya saat mereka bertunangan tapi setelah kepergiannya ke Mekkah, Jay seperti mendapatkan petunjuk dan hidayah tersendiri mengenai hubungannya.
"Dimajuin?"
"Oma pingin liat semua cucunya nikah. Kata Daddy kalo aku pingin duluan sebelum sepupu aku yang lain ga papa." Jay menjelaskan. Tiara berpikir.
"Apa ini terlalu cepat?aku ga keberatan kalo kamu mau undur pun aku ga papa."
"Oke." Tiara menjawab singkat diiringi senyum. Dia rupanya sedang menjahili kekasihnya lagi. Jay juga tersenyum sekarang.
"Sekarang ayo pikirin pernikahan kita. Kamu pingin gimana?"
"Aku pingin private dan cuman temen-temen aku yang datang."
"Boleh. Mau dimana?"
"Gimana.. kalo kita nikah di Bali aja?aku seneng disana. Tempatnya juga bagus-bagus."
"Apapun yang kamu mau. Ayo kita kesana. Aku bisa beli beribu-ribu tiket buat terbangin temen kamu kesana." Perkataan Jay disambut tawa lagi oleh Tiara.
"Tiara...apa yang pengantin lakuin dimalam pertama?" Pertanyaan Jay kali ini membuat Tiara tersedak karena jeruknya. Tiara segera mengambil minum dan meneguknya sebentar.
"Kamu ga papa?"
"Ga papa. Kenapa Abang nanya? Ya tidurlah cuman bedanya ada istri atau suami yang nemenin disamping."
"Oh...gitu. Kapan mereka bisa bikin anak?Daddy bilang kalo udah nikah mereka boleh bikin anak." Jay semakin membuat Tiara tak karuan. Kenapa hal ini harus ditanyakan padanya segala sih?. Tiara kan bingung menjelaskannya. Mendengar Jay bertanya seperti ini membuat Tiara yakin Jay memang perjaka tulen yang belum menyentuh siapapun. Sepertinya dia juga belum mengetahui kegunaan "miliknya" itu selain membuang urine.
"Setelah menikah kapapun mereka boleh lakuin."
"Apa di malam pertama boleh?"
"Boleh bang.."
"Kalo gitu kita harus lakuin itu dimalam pertama." Jay dengan antusias dan senyuman mengembang.
"Sstt....jangan kenceng-kenceng." Tiara segera menutup mulut Jay. Kekasihnya itu terbungkam. Apa dia mengatakan sesuatu yang salah?. Apa itu sesuatu yang tak boleh disebutkan seperti ciuman?Jay bahkan belum paham betul bagaimana caranya. Apakah cara yang diotaknya sama dengan cara yang dilakukan orang-orang diluaran sana?.
"Maaf..aku ga tahu."
"Kalo papah sama mamah denger bisa salah paham mereka."
"Biar aku tanya nanti sama Daddy."
"Nah itu jauh lebih tepat."
"Aku pingin beli rumah deket rumah Daddy. Apa kamu keberatan?"
"Engga, terserah Abang tapi kenapa harus disana?"
"Aku ga mau ninggalin mommy. Kalau mommy ngerasa kesepian aku bisa langsung datang." Jay mengucapkan alasan yang manis membuat Tiara terenyuh. Begitu sayangkah Jay dengan ibunya?. Sepertinya Jay sangat berat untuk meninggalkan Jesica.
"Kalau mau tinggal dirumah Abang pun aku ga keberatan."
"Jangan, Kay bilang supaya berasa berumah tanggannya kita harus hidup berdua."
"Emangnya kalo udah nikah mau langsung pindah?"
"Iya...kita pindah. Kamu pingin mahar apa?"
"Apapun yang Abang sanggup."
"Ayo sebutin, aku bisa beliin apapun buat kamu."
"Seikhlasnya Abang, mau jenis dan bentuknya apapun aku terima."
"Jangan protes kalo aku bawa apapun.."
"Bang...jangan yang macem-macem juga."
"Katanya gimana aku.."
"Ya tapi kalo yang aneh aku ga mau. Abang tuh kadang suka diluar dugaan gitu, yang sewajarnya aja bang..."
"Iya sayang aku udah siapin kok. Jauh belinya di Mekkah." Jay senyum-senyum membuat Tiara bisa menebaknya. Palingan juga emas.
***To Be Continue