Sudah dua hari ini Nanda merasa nyaman dan tenang. Karena ia tidak lagi akan melihat mejanya berantakan guntingan kertas setiap paginya. Berkat siapapun itu orangnya dia sangat berterimakasih. Menenangkan arwah dan mengantarkannya menuju pintu putih adalah pekerjaan yang berat. Nanda selama ini hanya bisa melihat dan mendengarkan kisah mereka. Selama itu juga ia mendapatkan kisah yang lucu dan tragis. Akhirnya dia sadar bahwa mereka yang terjebak di alam ini bisa pergi ke alamnya dengan tenang dengan bantuan dari pihak lain. Ia sudah lama berusaha membantu mereka namun pintu putih yang dicari tidak pernah hadir. Siapapun orangnya dia sangat berterimakasih.
Perihal mejanya yang berantakan setiap pagi adalah ulah dari hantu di kelasnya. Setiap hari dia dia membuat mading, berusaha untuk menyelesaikannya. Tapi tidak pernah selesai.
Sebagai anggota mading yang dikejar tenggat waktu membuatnya harus menyelesaikannya secepat mungkin, bahkan sampai rela berada di sekolah hingga malam. Saat ia akan menempelkan bagian terakhir dari mading tersebut dia kehilangan lemnya. Ia sudah berusaha mencari di seluruh kelas tapi tidak ketemu. Ia berinisiatif untuk membeli lem di toko fotokopi di sebrang jalan, karna seingatnya fotokopi itu masih belum tutup. Setelah ia berhasil mendapatkan lem ia berjalan kembali ke sekolah. Namun sayang, saat malam jalanan di depan sekolah gelap. Tiba-tiba sebuah truk angkut pasir yang melaju dengan cepat dan lampu yang tidak dinyalakan menghantam tubuhnya. Lem yang baru dibelinya menghilang dari tangannya. Saat ia kembali ke fotokopi tersebut sudah tutup. Akhirnya dia kembali ke kelas tanpa lem. Ia masih belum tenang karna madingnya belum ia selesaikan.
Nanda sudah mencoba untuk membantunya. sampai ia menetap di kelas sampai malam. Tapi dia tidak pernah hadir. Ia masih bingung bagaimana orang itu melakukannya. Cara apa yang dipakainya untuk menenangkan mereka, membantu mereka. Sehingga mereka bisa pergi dari dunia dengan ikhlas.
Suara benda yang jatuh dari ketinggian mengganggu pikirannya. Setelah suara jatuh itu terdengar teriakan melengking seorang siswi yang berada di luar kelas. Lantas semua orang penasaran dengan apa yang terjadi. Seluruh siswa berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing dan berusaha mencari benda apa yang jatuh itu. Semua mata melotot bahkan ada yang ketakutan. Mereka menemukan mayat siswi yang sepertinya lompat dari rooftop.
Nanda yang melihatnya berusahan mencari seseorang diatas sana tapi ia tidak menemukan seseorang. Mungkinkah siswi itu berniat bunuh diri. Saat itu melihat siswi tersebut, Ia melihat dia sedang menangis melihat dirinya dalam keadaan seperti itu.
Sekolah membuat keputusan memulangkan seluruh siswa-siswi lebih awal. Polisi dan Ambulance telah berdatangan. Polisi mengamankan beberapa saksi mata dan mengintrogasi teman sekelas korban. yang tidak bersangkutan dipersilakan untuk pulang guna menjaga agar lokasi TKP tetap bersih.
Nanda menatap tajam ke arah Sonia. Ia melihat hantu toilet itu berada di belakang Sonia. Membisikan sesuatu pada Sonia. Nanda menatap raut wajah Sonia yang tampak seperti terganggu.
"Son, Lu pulang naik apa?" tanya Merlin.
"Naik angkot biasa. Emang Lu naik apa, Lin?" tanya balik Sonia.
"Gue mau pulang tapi hari ini gue ada bimbel. Lu gak ada bimbel, Son?" jawab Merlin.
"Gue kan dari SD gak pernah bimbel, Lin." jawab Sonia.
"Lu mah enak, Son. otak lu lancar kek jalan tol. gak bimbel udah bisa ngerti. Lah otak gue kaya jalan raya depan sekolah kalo pagi. Macet, gak bisa jalan," celetuk Sanjaya.
"Ehmm, Dapet otak dimana sih Son. Baca doang bisa ngerti. Ngeliat doang udh bisa praktek. Kan gue jadi mau otak yang kaya gitu. Gak perlu buang-buang duit buat bimbel," Sambung Anisa.
"Alah, kalian semua berlebihan. Gue emang ditawarin buat bimbel ama abang gue. Cuma guenya aja yang gak mau. Soalnya kan gue gak suka belajar seharian. Gue mau sisanya buat main ama rebahan. Kalau masalah otak mah itu tergantung dari diri kita sendiri gimana mau ngelatihnya. Otak kita semuanya buakn otak kiri, ada otak kanan. Kalau kita pakai otak kiri terus, otak kanan kita berdebu. Gak bakalan pinter, yang ada stres." Balas Sonia. "Gue saranin kalian pulang dulu. Tiduran atau main apa gitu. Lagipula bimbel kalian kan masih lama. Masih ada lima jam sebelum bimbel. Pulang aja. Udah dulu ya geng, dadah," saran Sonia lalu ia menggendong tasnya dipunggung.
Nanda ikut menyusul setelah Sonia pergi dari kelas. Nanda berusaha mencari keberadaan Sonia. Ia menemukannya di depan gerbang. Sonia nampak sedang menunggu sesuatu sembari bermain dengan ponselnya. Nanda menghampirinya.
"Sonia!" panggil Nanda. Sonia pun menoleh dan menyapa balik sembari menanyakan keinginan Nanda memanggilnya. "Ada yang mau Gue omongin ama Lu nih,"
"Maaf ya, Nan. Gue gak tertarik ama lu. Lu kalah ganteng ama yang di JPO*," tolak Sonia. Padahal dia gak tahu apa yang mau diomongkan oleh Nanda.
"Siapa juga yang mau nembak Lu. BTW**, Lu lagi nungguin apa?" tanya Nanda.
"Ojek. Terus lu mau ngomong apa?" balik tanya Sonia setelah menjawab pertanyaan Nanda.
"Gue cuma mau bilang. Lu sering diikuti ama yang di toilet akhir-akhir ini." Nanda berbicara tentang hantu yang dia liat tadi. dan hanya di sahut dengan kata 'oh' dari Sonia dengan datar. Tidak memberikan reaksi ketakutan diikuti oleh hal mistis seperti orang lain. Kaget saja tidak.
"Kalau Gue boleh tahu nih. Dia kenapa ngikut lu?" tanya Nanda.
"Cuma minta tolong dia," Jawab Sonia singkat.
"Lah kok bisa?"
"Dia liat Gue bantuin yang sering berantakin meja Lu."
Nanda terkejut mengetahui kalau orang yang membantu itu adalah Sonia. "Terus lu mau tolongin dia?"
"Gue? Nolongin dia? Ya, Gak mau lah." Jawab Sonia sarkastik.
"Kenapa?"
"Dia hantu pendendam. Gue gak mau nolongin hantu yang pendendam. Gue gak mau bunuh orang cuma buat nenangin dia. Gue tahu yang pasti dia yang bunuh tuh cewek." jelas Sonia.
"Dek Sonia?" seorang tukang ojek mengintrupsi pembicaraan mereka. Sonia menanggapi panggilan tersebut dan pergi setelah pamit dengan Nanda.
Tanpa mereka sadari. Ada orang yang sedang memerhatikan mereka dari kejauhan. Dengan raut wajah membenci apa yang dilihatnya.
Nanda segera pergi dari lingkungan sekolah tersebut. Nanda berjalan kaki menuju rumahnya, berhubung jarak rumah dan sekolahnya tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat setidaknya bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 15 menit. Ia menggunakan JPO sebagai penyebrangan. Dalam perjalanannya dia menghitung jumlah hantu yang ada di JPO. Ternyata hitunganya kurang satu. Harusnya di sana ada sepuluh. Tapi kenapa hanya sembilan. Ia bertanya-tanya siapa.
---
* Jembatan Penyeberangan Orang.
** By the way