Devian telah kembali dari aktivitasnya membersihkan diri, kemudian ia menghampiri Nada yang tengah meletakan masakan yang telah ia buat diatas meja, sebelum ia sampai iris gelapnya menangkap sebuah benda yang sepertinya ia kenali namun belum sempat mengeluarkan suara, Nada lebih dulu memanggilnya, mengatakan bahwa makan malam sudah siap.
"Kau suka membaca? Aku sudah membaca buku-buku itu. Sayang sekali, aku punya buku itu dirumahku yang lama, seharusnya kau mengatakannya jadi kau tidak perlu lagi membeli" Tanyanya sembari menunjuk pada tumpukan buku diatas coffe table. Sembari menyiapkan keperluan suaminya lantas Nada melirikan matanya sebelum akhirnya ia menggelengkan kepalanya "Aku tidak membelinya, tapi ibu yang membawanya, ibu tadi.." kalimatnya terjeda, Nada melirik suaminya yang masih menatapnya dengan penuh perhatian. "Datang" Sambungnya lirih.
Mendengar sahutan itu, Rasanya seolah waktu berhenti sesaat, Devian tak membuka mulutnya, hanya memandang Nada yang juga memandangnya. Keduanya tertelan dalam keheningan yang mencekam, sampai akhinya Devian memutuskan kontak matanya ia mengusap wajahnya kasar, dan bangkit dari duduknya, menghampiri Nada yang menundukkan wajahnya. "Hei telah terjadi sesuatu?" Devian mengatup wajah Nada, membawa Nada kedalam iris gelapnya.
"A-apakah menurut Devian terjadi sesuatu?" Devian tersenyum masam, lalu mengangguk lemah "Ya.. matamu mengatakannya" Nada memejam dan detik itu juga bulir airmatanya jatuh dipipi, dengan lembut Devian mengusapnya. "Ssst... Apa yang mama katakan padamu Nada?" Tanyanya, Devian ingin sekali tahu apa yang dipikirkan kepala cantik itu. Tapi sepertinya ia sudah mengira apa yang baru saja terjadi.
"Dia adikmu" Nada berucap dengan dingin, ia tak bisa menyembunyikan kekecewaannya juga rasa sakitnya, terasa begitu jelas.
"Nada, aku—
"Apa kau tahu bahwa dia yang melakukannya padaku? Kenapa kau menyembunyikannya Devian? Apakah karena itu kau akhirnya menerimaku? Apakah kau memanfaatkanku?" Nada menepis tangan Devian, ia beringsut menjauh, dan entah kenapa hati Devian hancur, ia tidak pernah membayangkan bahwa dibenci Nada adalah hal pertama yang tidak pernah ia inginkan. "Nada kau salah paham sayang"
"Devian ini sangat menyakitkan. Karenanya aku merasa diriku kotor Devian. Aku bahkan menganggap diriku tak berharga" Devian mendekat, ia mengusap pelipis Nada dengan lembut. "Sssst.. jangan berkata seperti itu. Kau sangat berharga bagiku Nada. Aku baru mengetahuinya pada hari itu juga. Aku mendengarnya, bagaimana bajingan itu menyakitimu. Tidak peduli apapun yang terjadi padamu, aku mencintaimu. Sungguh hari itu menyadarkanku, betapa akupun begitu bajingan telah menyakitimu Nada. Tapi aku bersumpah, aku tidak akan pernah menyakitimu lagi. Air matamu hal pertama yang tidak ingin kulihat. Nada aku telah bersumpah akan menyayangimu. Tidakkah itu membuatmu memberikanku satu kesempatan lagi?"
Nada tertegun, ia memejamkan matanya, meresapi semua kalimat Devian ketika tubuhnya dibawa kedalam rengkuhan suaminya. Namun selang beberapa menit dalam keheningan, Nada melepaskan diri. Ia berbalik memunggungi tubuh Devian. Tangannya saling bertautan, ia memang mencintai Devian. Tapi ia belum siap menerima kenyataan ini.
"Aku.. aku butuh waktu Devian. Semuanya terasa sulit untukku"
✖️✖️✖️
"Lagi-lagi kau datang seorang diri. Dia mengatakan padaku bahwa akhirnya dia mencintaimu Nada!" Kira berujar sembari menulis resep obat untuk Nada, ia baru saja selesai memeriksa keadaan perempuan itu. "Tapi bukankah seharusnya ia disini bersamamu?" Sambungnya lagi kali ini pandangannya mengintimidasi Nada.
"Aku yang melarangnya"
"Nada—
"Kira.. aku tidak ingin Devian tahu tentang kondisiku" potongnya cepat, membuat kerutan di dahi Kira semakin rapat. "Devian memang harus tahu kondisimu, kau semakin mengkhawatirkan Nada, kau harus menyerah. Kau tidak bisa menyelamatkannya, bahkan nyawamu juga dipertaruhkan"
"Berhenti memaksaku membunuh bayiku sendiri Kira. Aku baik-baik saja, buktinya aku bisa melewatinya sampai sejauh ini" Kira mendengus, ia menjadi sangat serba salah. Entah ia harus bersyukur atau tidak bahwa Nada terlalu keras kepala, sehingga setidaknya ada yang mengingatkannya bahwa ia hampir saja menyuruh seorang ibu membunuh bayinya sendiri. Tapi demi Tuhan, Nada benar-benar dalam bahaya.
"Setidaknya beri tahu Devian, dia bisa menjagamu"
"Lebih baik dia tidak tahu apapun. Aku tidak ingin merepotkannya, aku senang pada akhirnya dia mencintaiku Kira. Tapi kini aku sadar, sebaiknya dia tidak pernah mencintaiku. Seharunya aku tidak serakah, seharusnya aku membiarkannya membenciku, kini aku takut meninggalkannya, kalau pada akhirnya bisa saja aku gagal" Nada mengusap perutnya, ia sadar betul kalau ia benar-benar mengambil resiko tinggi.
"Tapi aku masih yakin, bahwa aku masih punya peluang. Aku masih bisa hidup dan melahirkannyakan Kira?" Ingin saja Kira meneriaki dengan keras dihadapan wajah cantik ini, mengatakan bahwa kemungkinan itu hanya 0,000001%, dan tidak bosan menyuruhnya untuk menyerah. Ya menyerah mempertahankan bayi itu, tapi meski begitu, Kira selalu tak berdaya dihadapan Nada, ia terlalu merasa kasihan kepadanya sehingga tetap mengulas senyumnya adalah pilihan terbaiknya, ia menggenggam tangan Nada dan mengangguk lemah. "Ya.. aku harap begitu"
"Tidak apa, begitupun aku senang.. terima kasih banyak Kira, aku beruntung.. kau dokter yang hebat"
"Oh Tuhan Nada.. aku benar-benar berharap kau baik-baik saja. Aku tidak ingin kehilangan teman sepertimu." Kira terlihat kacau, ia bahkan heran kenapa ia bisa sekacau ini, padahal Nada terlihat begitu tegar. Namun justru karena terlihat sangat tegar, saat ini Kira jadi mempertimbangkan apakah ia harus mengatakannya pada Devian? Atau ia harus tetap tutup mulut dan tidak melanggar kode etiknya sebagai seorang dokter. Kira dilanda kegamangan amat besar.
Lalu Tak banyak lagi perbincangan yang mereka lakukan, setelah pemeriksaan selesai Nada pamit meninggalkan tempat itu, ia diantar Kira hingga depan ruangannya, Kira tidak bisa mengantarnya lebih jauh, karena pasien lain tengah menunggu, dan Nada dapat memakluminya, ia mengerti Kira dokter yang sangat sibuk.
Kemudian Disaat ia melewati lorong rumah sakit dengan tertatih, tiba-tiba seseorang memanggil namanya, Nada memutar tubuhnya, dan yang pertama kali ia lakukan adalah menyangga tubuhnya sendiri agar ia tidak jatuh terkulai diatas lantai, ketika ia mengetahui siapa yang memanggil namanya mendadak persendiannya menjadi lemas, oksigen didadanya menyeruak terasa menyakitkan. Dan ternyata orang itu adalah orang yang tidak ingin ia temui lagi selama ia hidup.
"Nada" suaranya terdengar parau, ia tampak ingin mendekat tapi dengan lantang Nada mencegahnya. Ia berteriak dengan keras menarik atensi pasien yang berada didekatnya hingga menimbulkan kegaduhan, bisik-bisik antar pasien tak terhindarkan menjadi pengiring suasana yang mencekik. Dan di detik berikutnya situasi bertambah kacau tak kala Nada jatuh pingsan.
"Maaf kami membuat keributan, dia istriku, sedang hamil kami baru saja bertengkar, jadi dia seperti itu karena kesal denganku" setelah berucap pria itu menggendong Nada, dengan cepat ia membawa perempuan itu keluar dari rumah sakit.