webnovel

Atap

Aku melangkah kakiku untuk menaiki anak tangga untuk menuju ke roof top. Cukup banyak anak tangga yang harus aku lalui untuk menuju ke atas. Karena gedung ini memiliki 3 lantai sebelum naik ke atas gedung.

Jadi aku harus benar-benar berjuang untuk naik ke sana. Karena sekolah ini cukup terkenal, jadi mereka juga membuat cukup banyak bangunan untuk menampung semua murid yang masuk ke sekolah ini. Termasuk juga dengan aku yang baru saja menjadi murid baru di sekolah ini.

Jujur saja untuk kualitas pembelajaran, sekolahku yang dulu masih kalah jauh dengan sistem pembelajaran di sekolah ini. Bagan sekolah ini menempati peringkat kelima dalam jajaran sekolah terbaik se-Indonesia.

Sedangkan sekolahku yang dulu menempati peringkat ke-15. Tapi untuk sistem keamanan dan juga pengawasan lebih ketat sekolahku yang dahulu. Setiap koridor dan juga ruangan memiliki CCTV minimal 1.

Setelah menaiki beberapa anak tangga yang cukup melelahkan, akhirnya aku sudah sampai di atap gedung ini. Aku bisa melihat pemandangan dari atas. Aku juga bisa melihat keadaan di luar gerbang yang cukup ramai dengan kendaraan.

Ternyata tidak ada apapun di atas gedung ini. Hanya ada satu ruangan di di pojokan. Ya aku sendiri juga tidak tahu ruangan apa itu. Aku menikmati angin yang meniup rambutku di atas gedung.

Cuacanya cukup sejuk meskipun matahari bersinar cerah di atas sana. Dan panasnya matahari juga tertolong oleh tiupan angin yang cukup kencang. Saat aku sedang menikmati angin yang bertiup lembut di wajahku, Aku mempejamkan mata untuk menikmati hal tersebut.

Akan tetapi perhatianku teralihkan oleh seseorang yang memanggil namaku dari belakang. Aku membuka mataku dan menolehkan kepalaku kearah belakang di mana orang tersebut memanggil namaku.

Saat aku menolehkan kepalaku ke belakang ternyata orang yang memanggilku dari belakang ternyata adalah kakakku sendiri. Tapi dia tidak sendirian di atas gedung ini.

Kakakku bersama dengan 4 siswa lainnya yang berada di samping kak Ardi. Aku cukup terkejut ketika kakak ku memanggil langsung namaku. Sarana saat di rumah dia tidak pernah memanggil namaku sama sekali.

Mungkin dia hanya memanggil namaku saat ada ibu di dekatnya. Bahkan aku juga sangat cara mengobrol ataupun berbincang hal-hal ringan dengan kakakku sendiri.

Semua itu dikarenakan sifat dingin yang sudah menjadi kebiasaan seorang kakakku. Sebenarnya hubungan kami tidak pantas disebut dengan hubungan kakak adik.

Satu orang pun di antara kita yang memenuhi kriteria tersebut. Karena kita hanyalah orang asing yang sering bertemu. Jika kakakku tidak mengenalku dari kecil, mungkin dia tidak akan tahu siapa namaku sebenarnya.

"Arin."

"Eh kak Ardi, ada apa kak. Kenapa kakak maggil namaku?"

"Kalau bukan kamu siapa lagi, hantu?"

"Eh, iya kak. Ngomong-ngomong kakak manggil aku ada apa? Apakah ada sesuatu yang penting?"

"Kenapa kamu ada disini bukan dikelas?"

"Karena aku baru bisa pindah besok pagi dan memulai untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah ini. Setidaknya itu adalah sebuah kalimat yang diucapkan oleh seorang guru yang ada di kantor tadi.

Jadi aku memutuskan untuk berjalan jalan dan juga mencoba untuk beradaptasi dengan sekolah baruku yang sekarang. Apakah itu juga termasuk pelanggaran di tempat ini?"

"Kalau begitu kamu cepat turun ke bawah dan pulang terlebih dahulu ke rumah. Tidak seharusnya kamu berada di atap gedung ini. Karena tempat ini adalah tempat yang biasa aku gunakan bersama dengan teman-temanku.

Mulai sekarang dia juga nanti jangan pernah menginjakkan kaki kamu di tempat ini lagi. Dan hari ini juga adalah hari terakhir Aku berangkat bersama dengan kamu ke sekolah. Mulai besok kamu berangkat sendiri ke sekolah."

"Iya iya, terserah kakak aja, aku balik dulu. Dan jangan sok kenal sama aku saat kita sedang berada di sekolah. Karena aku merasa nggak nyaman."

"Emang kakak suka kamu sekolah disini, enggak. Kakak cuma sok baik aja sama kamu waktu ada mama. Asal kamu tahu, kakak malu punya saudara kaya kamu.

Coba aja kalau Aurel masih hidup sampai sekarang, pasti kakak akan sangat bangga memperkenalkannya kepada teman teman kakak."

"Yaudah kalau gitu cari aja Aurel di kuburan. Mungkin sekarang jasadnya juga tinggal tulang. Sebenarnya Aurel meninggal itu kan salah kalian semua. Kalian yang nggak bisa menjaga Aurel dengan baik. Tapi kenapa kalian menyalahkan semua itu hanya sama aku.

Kenapa aku yang menjadi korban dengan meninggalnya Aurel. Bagan Aurel meninggal dengan kemauan dia sendiri. Aurel sendiri yang mengharuskan pisau ke tangannya.

Seharusnya kakak marah sama pacar Aurel yang mencampakkan Aurel dulu. Bukan malah kakak yang marah-marah sama aku seperti sekarang. Jujur aku kecewa banget sama kakak."

Tanpa memperdulikan kakakku, aku melangkahkan kakiku untuk turun ke lantai bawah. Sebelum kita berbincang tadi, semua orang yang ada di atap sudah disuruh untuk pergi terlebih dahulu oleh kakakku.

Jadi hanya kita berdua yang ada di atas dan berdebat dengan sengit. Itu juga pertama kali aku membalas kata-kata dari kakakku yang menyakitkan hati.

Dari dulu aku tidak pernah membantah ataupun membalas semua perkataan yang mereka berikan kepadaku. Dan mulai sekarang aku akan menjadi diriku yang sebenarnya.

Aku tidak mau terus-terusan ditindas oleh keluargaku. Karena sekarang pun aku juga bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari mereka. Aku juga ingin membuat mereka sadar bahwa aku juga berharga.

Dan aku bukanlah pengganti kehidupan seseorang, karena hidupku adalah milikku. Tidak ada yang bisa mengambil kehidupanku dari diriku sendiri.

Dan aku juga tidak akan menuruti semua keinginan ibuku yang tidak sesuai dengan keinginan ku. Aku ingin membuat mereka sadar bahwa aku juga berharga dan bisa melakukan hal-hal yang berguna.

Aku ingin membuat mereka sadar bahwa perkataan mereka kepadaku itu salah. Karena ada kebenaran yang sesungguhnya diantara banyaknya kesalahan yang yang telah aku perbuat di mata mereka.

Satu kesalahan yang aku lakukan dari 2 hanyalah aku lahir bersama dengan lahirnya Aurel. Aku tidak pernah bisa menang dari Aurel, meskipun Aurel sudah tiada. Tetapi kemenangan itu selalu mengikuti Aurel.

Aku bahkan sudah muak diperlakukan seperti itu oleh keluargaku. Semua itu terjadi hanya karena Aurel yang sangat bodoh. Entah bagaimana awal bisa lahir dengan wajah yang sangat cantik dan mempesona, tetapi otak yang dia peroleh tidak pernah berkembang.

Aku menuruni anak tangga dengan emosi yang meluap-luap. Jika saat ini wajahku digambarkan dengan serial kartun yang ada di televisi, pasti akan muncul asap dari kedua telinga dan juga hidungku.

Setelah sampai di lantai bawah aku melangkahkan kakiku menuju ke arah kantin. Aku berniat untuk membeli minuman dingin untuk mendingin panasnya kepala dan juga hatiku saat ini.

Aku juga tidak memikirkan perasaan kakakku yang sudah aku bentak seperti tadi. Karena kakakku juga sudah sering memarahiku tanpa alasan yang jelas. Dan aku juga ingin membalasnya sekali-kali agar tidak pernah semena mena lagi kepadaku.

Saat aku berjalan, tidak sengaja aku tertabrak oleh punggung seseorang dari belakang. Karena terlalu keras aku pun terjatuh dan terduduk di lantai.

"Siapa sih, jalan gak lihat-lihat."

Aku menggerutu sendiri karena terjatuh di lantai. Saat aku mendengarkan kepalaku, di sana Aku melihat seorang pria tampan yang menggunakan headband di kepalanya.

Aku terpana selama berapa detik, dan tersadarkan oleh ucapan pria tersebut kepadaku.

"Maaf tadi aku berhenti mendadak, apa kamu tidak kenapa-napa?"

Dia menanyakan keadaanku sambil mengulurkan tangan kanannya untuk membantuku berdiri dari jatuh. Aku langsung sadar ketika mendengar suaranya yang menanyakan keadaanku.

Aku juga menerima uluran tangannya, dan berdiri dari posisi jatuh saat ini. Untung saja tidak ada orang yang berada di koridor. Mungkin semua siswa dan juga sisi masih melakukan pembelajaran di dalam kelas.

"Aku tidak apa-apa, hanya badanku cukup sakit karena terhantam oleh lantai."

"Sekali lagi aku minta maaf karena sudah menyebabkan kamu terjatuh. Ngomong-ngomong kamu murid baru ya?"

"Kok kamu bisa tahu kalau aku murid baru?"

"Karena aku belum pernah melihatmu sebelumnya, perkenalkan nama aku Angga, aku kelas 12 IPA 1. Sekaligus aku juga menjabat sebagai ketua OSIS tahun ini. Jadi aku juga tahu beberapa siswa yang sering berada di sekitarku.

Dan kebetulan aku juga tahu kalau akan ada murid pindahan yang akan berada di kelas IPS. Aku tahu informasi itu dari salah satu guru pembimbing OSIS. Aku tadi juga mencarimu kemana-mana, karena tadi pak Prapto menyuruhku untuk mengenalkan sekolah kami kepada kamu.

Ternyata kita malah bertemu dengan tragedi seperti ini. Sekali lagi aku minta maaf atas kecelakaan yang barusan terjadi. Kalau boleh tahu nama kamu siapa?"

"Oh gitu ya, kenalin nama aku Arin. Arin Wijaya Kusuma, aku juga baru pindah dari SMA Pertiwi. Dan benar kata kamu kalau aku masuk ke jurusan IPS."

"Berarti aku manggil kamu Arin aja ya, kamu juga bisa manggil aku dengan nama Angga. Kalau gitu apa kamu mau tour sekolah hari ini? Karena itu juga aku aku mencarimu kemana-mana. Karena pak Prapto takut kalau kamu kesasar atau tersesat di sekolah ini."

"Kamu nggak usah repot-repot buat nenangin sekolah ini kepadaku. Karena tadi aku juga sudah melihat beberapa ruangan dan fasilitas yang ada di sini. Aku juga sudah pergi ke atap untuk melihat-lihat pemandangan dari atas. Jadi kamu bisa melanjutkan urusan kamu yang tertunda.

Aku juga akan segera pulang karena sudah tidak ada lagi yang akan aku lakukan di sini. Karena aku juga mulai pembelajaran pada besok pagi. Jadi aku akan bersenang-senang terlebih dahulu sebelum memulai kegiatan belajar di sekolah yang baru."

"Baiklah kalau begitu, aku pamit dulu untuk kembali ke kelas ya. Karena sebentar lagi akan ada ulangan matematika. Aku juga tidak bisa meninggalkan pelajaran sesuka hatiku. Semoga besok harimu menyenangkan menjadi siswa baru di tempat ini. Aku pergi dulu dan sampai jumpa besok."

Angga langsung pergi ke kelasnya setelah berkata seperti itu kepadaku. Aku juga tidak memperdulikannya, karena aku langsung melangkahkan kakiku untuk menuju ke kantin dan membeli minuman dingin.