webnovel

Bab 13. Sandiwara Rahayu

Cherryl merasa sangat bersyukur dengan kehadiran mbok Sumi yang tepat waktu. Napas gadis itu terengah membayangkan jika mbok Sumi tak datang di saat yang tepat. Tentu, saat ini dia yang jadi santapan siang Galih. Bukan, Cherryl bukan tak tahu akan hubungan suami istri yang sesungguhnya. Meski usianya baru sembilan belas tahun, Cherryl sudah paham akan hubungan seperti itu. Walau memang, Cherryl belum pernah melakukannya. Bahkan, melihat tubuh seorang pria tanpa baju saja tak pernah meski sekedar gambar.

Cherryl perlahan membuka pintu kamar mandi. Gadis itu merasa lega karena Galih tak terlihat batang hidungnya. Cherryl kemudian mengambil baju ganti dan kembali ke kamar mandi. Biarlah saja Galih makan sendirian. Daripada ia harus menemani lelaki itu dan menhan perasaan takutnya. Kali ini, Cherryl bisa melepaskan diri. Entah nanti malam atau malam-malam selanjutnya.

Cherryl tahu, Galih melakukan semua itu hanya ingin membuatnya tersiksa. Cherryl tak sabar menunggu hari esok di mana ia pergi kuliah dan sementara waktu terpisah dari Galih.

Cherryl menuruni tangga dan berjalan menuju meja makan. Galih tampak sedang makan masakan mbok Sumi. Sementara wanita paruh baya itu setia berdiri menunggu mana tahu Galih butuh sesuatu.

Ingin rasanya Cherryl bergabung karena gadis itu mulai merasakan perih di lambungnya. Akan tetapi, ia tak hendak merusak acara makan Galih. Cherryl kemudian mengambil air dingin di kulkas untuk mengganjal perut laparnya.

Galih meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar membuat kedua benda itu berdenting nyaring saat beradu dengan piring. Cherryl terlonjak kaget tapi tak ingin mengatakan apa pun. Lirikan tajam ia dapatkan dari lelaki itu. Galih berlalu setelah menghabiskan segelas air yang tersedia di samping piringnya.

"Non, mau makan?" tanya mbok Sumi pada gadis itu.

"Iya, Mbok. Mbok temenin aku makan, ya."

"Jangan Non, simbok ndak enak kalau makan bareng sama majikan. Simbok nanti saja kalau Non sudah selesai makan."

Cherryl menggeleng. Ia merasa tak enak karena biasanya selalu makan bersama keluarganya dan sekarang ia harus makan sendiri. Cherryl merangkul lengan mbok Sumi kemudian mendudukkan wanita paruh baya itu di salah satu kursi. Cherryl kemudian duduk di sebelah mbok Sumi.

"Non."

"Udah Mbok, temenin aku, ya. Nggak enak makan sendirian itu. Aku biasa kok, makan bareng-bareng sama para pekerja di rumah mama jadi Mbok nggak perlu sungkan. Kalau Mbok makannya nanti, bisa-bisa Mbok terkena penyakit maag."

Cherryl mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk-pauk. Saat hendak menyerahkannya pada mbok Sumi, wanita itu menahan piring yang ada di tangan Cherryl.

"Jangan Non, ndak sopan masa majikan malah melayani pembantunya. Harusnya simbok yang mengambilkan makan untuk non Cherryl."

"Ya udah kalau nggak mau. Tapi, simbok harus makan pokoknya. Terserah Mbok mau aku ambilkan atau ambil sendiri."

Mbok Sumi mengangguk canggung. Wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi art itu kemudian mengambil nasi yang tak seberapa. Yang penting, perutnya terisi dan menemani Cherryl seperti yang gadis itu minta.

Keduanya makan dalam diam sampai akhirnya makanan di depan mereka habis.

"Mbok kok cuma sedikit makannya?"

"Sudah kenyang, Non," bohong mbok Sumi. Wanita itu merasa canggung karena perlakuan Cherryl yang begitu istimewa. Selama mengabdi pada keluarga Rahayu, tak pernah mereka memperlakukan mbok Sumi sebaik itu. Yang namanya art ya makannya setelah majikannya selesai makan.

Mbok Sumi menatap iba pada Cherryl karena baru sehari tinggal di rumah itu harus mendapatkan perlakuan dingin dari suaminya. Mbok Sumi berharap jika ke depannya, Galih akan berubah baik seperti biasa.

Mbok Sumi membereskan piring dan gelas kotor lalu meletakkannya di sink. Sementara Cherryl membantu membereskan makanan yang tak termakan dan menyimpannya di kulkas. Entah akan dimakan lagi atau tidak mengingat jika biasanya menu setiap makan akan berbeda.

"Sudah Non, biar simbok saja. Non istirahat saja di kamar."

Mendengar kata kamar, Cherryl bergidik ngeri. Takut jika apa yang ia alami tadi akan terulang lagi. Cherryl menggeleng dan tersenyum kecil pada mbok Sumi.

"Aku mau ke taman belakang aja, Mbok. Simbok aku bantuin cuci piring dulu aja, ya."

"Ndak usah Non, jangan. Kalau Non mau nyantai di taman, silahkan. Simbok ndak mau sampai Non kecapekan."

Cherryl mengangguk pasrah kemudian berlalu meninggalkan mbok Sumi. Sedang asyiknya menghirup udara segar di taman belakang yang dipenuhi tanaman bunga, Cherryl dikagetkan suara Rahayu yang memanggilnya.

"Cherryl, Sayang, kamu ke mana saja? Mama nyariin kamu ke tempat penjual bunga tapi kmau nggak ada."

Rahayu tergopoh mendekati Cherryl yang menatap mertuanya itu dengan tatapan bertanya. Rahayu menangkup wajah Cherryl dan meneliti apakah ada yang salah dengan gadis itu.

"Maaf Ma, tadi aku nyari Mama tapi nggak ada. Aku kira Mama udah pulang makanya aku nyusul pulang," ucap Cherryl tanpa menjelaskan bagaimana cara ia pulang tadi.

"Maaf ya Sayang, tadi papa nelepon minta ditemenin makan siang. Papa kan nggak boleh telat makan jadi mama buru-buru sampai nggak inget kalau ke sana sama kamu."

Begitu lihainya Rahayu berakting hingga Cherryl pasti terpedaya jika tak ingat bagaimana Rahayu malam itu menolaknya mentah-mentah. Cherryl mengulas senyum lembut.

"Nggak papa, Ma. Tapi, papa baik-baik aja, kan? Mama nggak telat sampai di kantor papa, kan?"

"Enggak, Sayang. Mama sampai tepat waktu. Setelah selesai makan siang dan mau pulang, mama baru ingat kalau kamu tertinggal di tempat penjual makanan. Mama pun minta Ahmad untuk kembali ke sana sebelum pulang."

Raut wajah Rahayu begitu meyakinkan seolah memang itu yang dilakukannya. Padahal, sepulang dari makan siang bersama Arman, Rahayu singgah ke mall untuk berbelanja baru pulang ke rumah.

Sekali lagi, Cherryl hanya mampu mengulas senyum tanpa protes. Ia memilih untuk percaya saja dengan kata-kata mertuanya walaupun mungkin bukan seperti yang Rahayu katakan. Cherryl tak peduli dengan sikap wanita itu yang kadang bertolak belakang.

"Kamu mau bantuin mama buat nata bunga yang tadi mama beli?"

"Boleh Ma, itu juga kalau Mama bersedia aku repotin."

"Kamu ini. Mana mungkin mama merasa direpotin sama mantu kesayangan mama." Hemh, mantu kesayangan dari mana kalau nggak bisa ngasih keuntungan.

Cherryl bangkit dari duduknya dan mengikuti langkah Rahayu yang lebih dulu berjalan menuju tempat ia akan meletakkan tanaman anggreknya. Sebelumnya, Ahmad sudah meletakkan tanaman yang dibeli majikannya itu di sana. Lelaki itu juga berdiri tegak di sana. Menunggu bilamana ada perintah lanjutan.

"Menurut kamu, baiknya yang ungu ini disimpan di mana, Sayang?"

Cherryl mengira-ngira tempat yang cocok dan menunjukkannya pada Rahayu. Wanita itu tampak antusias dengan saran Cherryl. Rahayu lalu memerintahkan Ahmad untuk membawa pot tanamannya ke arah yang ditunjuk Cherryl. Mereka ada di taman hingga akhirnya seluruh tanaman yang dibeli Rahayu ditempatkan di masing-masing sudut. Membuat suasana taman semakin semarak dan tampak indah. Cherryl tersenyum puas dan merasa jika akan semakin betah di taman itu. Satu-satunya tempat yang membuatnya merasa tenang.