webnovel

Ikut ke kantor

Adelia masih bergelung dengan selimut yang membungkus tubuh polosnya saat harum masakan tercium di hidungnya, wanita itu enggan bangun setelah semalam Nathan menggempurnya habis-habisan seolah tanpa lelah.

"Sayang ... bangun, katanya mau ikut aku ke kantor." Nathan duduk di sisi tempat tidur dan membelai wajah Adelia membuat wanita itu bergidik dalam tidurnya.

"Bagun Adel ...."

"Aku masih mengantuk, Nath," rengek Adelia sambil mencoba menjauhkan wajahnya dari tangan jahil Nathan.

"Nathan?" beo pria itu sambil kembali membelai wajah Adelia.

"Maaass." Adelia terpaksa membuka matanya yang masih terasa rapat. Dirinya bahkan baru bisa tidur jam tiga pagi setelah melayani suaminya.

"Bangun Sayang, lalu sarapan!" ucap Nathan mengusap kepala Adelia, wanita itu hanya mengangguk dengan mata yang masih terpejam. Dirinya hendak menjatuhkan kepalanya kembali saat Nathan berdiri.

Bruukk

Nathan menindih tubuh Adelia yang kembali terbaring, dia mencium seluruh wajah istrinya supaya cepat bangun. Terpaksa Adelia bangun meskipun sambil menggerutu.

"Mau aku mandikan?" tawar Nathan dengan tatapan nakalnya, dia memindai tubuh Adelia yang tertutup selimut tebal yang dibawa istrinya itu dari atas ke bawah membuat Adelia mendelik sebal.

"Tidak, terima kasih!" sahut Adelia sambil berjalan menuju kamar mandi. Jika sang suami yang memandikannya maka sudah pasti waktu di dalam yang harusnya hanya perlu waktu sepuluh sampai lima belas menit bisa jadi dua kali lipat lebih lama. Saat berdiri bdi depan cermin Adelia mendesah panjang, pasalnya Nathan memberikannya banyak kiss Mark di bagian leher dan dadanya sementara hari ini dia ingin ikut ke kantor bersama sang suami, akan sangat memalukan jika Adelia datang dengan penampilan mengerikan seperti ini. Butuh waktu lima belas menit untuk Adelia membersihkan diri, dia keluar dengan wajah cemberut membuat Nathan menghampirinya dengan dahi berkerut, pria itu membantu sang istri mengeringkan rambutnya membiarkan Adelia merasakan pijatan lembut Nathan di kepalanya.

"Kenapa cemberut, hmm?" tanya Nathan saat sudah selesai dengan kegiatannya, dia menyodorkan sarapan yang tadi dibawanya untuk sang istri sebelum makanan itu berubah menjadi dingin, Adelia berdecak sebal sambil melirik Nathan sekilas, wanita itu lantas menunjuk semua kiss mark yang belum dia tutupi tapi Nathan malah terkekeh kecil.

"Kenapa? Bukannya itu bagus? Karya Nathan memang tidak perlu diragukan lagi," ucapnya bangga.

"Mas ... aku malu, bukankah hari ini aku akan ikut ke kantor. Lalu jikka penampilanku seperti ini maka apa tanggapan para pegawai nanti?" jawab Adelia sambil berusaha menyamarkan tanda yang tidak tertutup oleh baju.

"Tidak perlu peduli apa kata orang, mereka semua tahu jika kamu itu istriku! Lagipula mereka tidak akan berani bicara macam-macam," sahut Nathan enteng membuat Adelia mencubit perut suaminya hingga Nathan tergelak.

Mereka berdua berangkat setelah selesai dengan canda tawa dan juga kekesalan Adelia, sepanjang jalan tidak sekalipun Nathan melepaskan tangannya dari sang istri membuat Adelia tersenyum manis.

"Mas, apa menurutmu kita berdua perlu periksa saja ke dokter?" tanya Adelia tiba-tiba hingga membuat Nathan menghentikan laju mobilnya, pria itu lantas memandang Adelia tajam. Bukan kemarahan yang ada dalam pandangannya hanya saja dia tidak menyangka jika Adelia masih memikirkan ucapan ibunya, tapi Nathan memilih untuk berpura-pura.

"Periksa apa, Sayang? Bukannya kemarin kamu baru saja keluar dari rumah sakit? Dan dokter juga mengatakan jika kamu sudah sehat dan boleh pulang, hmm? Aku hanya memintamu untuk beristirahat dua hari di rumah sebelum kembali mengajar," sahut Nathan berusaha meredam rasa sesak di dadanya, dia tidak menyangka jika ucapan ibunya masih membekas dalam hati sang istri. Jauh dalam hatinya dia tidak peduli ada atau tidaknya kehadiran seorang anak dalam rumah tangganya bersama Adelia, dia hanya ingin hidup dengan wanita di sampingnya. Jika memiliki anak, maka itu adalah hadiah dari tuhan. Kalaupun tidak, maka Nathan tidak masalah akan hal itu.

"Bukan, Mas, bukan itu! Tapi ...." Adelia tidak bisa melanjutkan ucapannya karena bingung harus darimana memulainya, apa Adelia salah mengangkat topik ini sekarang?

"Tapi?" beo Nathan menunggu kelanjutan ucapan istrinya.

"Tidak ada salahnya 'kan kita periksa kesehatan ...." Lagi-lagi Adelia menggantung ucapannya, dia meremas jarinya karena gugup takut Nathan tersinggung.

"Kesuburan, maksudmu?" Nathan mengkonfirmasi ucapan istrinya yang menggantung, dia tidak tahan melihat Adelia yang seolah merasa terbebani membahas masalah ini.

"Mas ...." Adelia meraih tangan suaminya agar pria itu tidak marah.

"Terserah padamu saja!" sahut Nathan sebelum kembali melajukan mobilnya menuju kantor, setelah pembahasan tadi sepanjang jalan mereka berdua sama-sama bungkam. Adelia yang merasa bersalah karena membuat suaminya marah sementara Nathan yang merasa kecewa karena istrinya bersikap tertutup padanya.

Sampai di kantor Nathan pun mereka berdua masih bungkam, tapi Nathan tetap memperlakukan Adelia seperti sebelumnya hanya saja kali ini tanpa kata yang terucap. Setiap pegawai yang melihat kedatangan mereka mengangguk tanda memberi hormat. Adelia berusaha tersenyum membalas sapaan karyawan suaminya. Sementara Nathan tetap berjalan lurus tanpa terusik sedikitpun.

Adelia duduk di sofa yang ada di ruangan suaminya, dia tidak mungkin mengganggu konsentrasi Nathan saat pria itu tengah bekerja. Hingga ketukan pintu mengalihkan atensi keduanya dan beralih menatap pintu, setelah Nathan mempersilahkan masuk orang di luar lantas menghampiri Nathan dengan membawa berkas-berkas yang perlu tanda tangan Nathan. Tatapan Adelia tidak pernah sekalipun lepas dari wanita yang masuk ke ruangan suaminya.

"Ini beberapa berkas yang perlu anda periksa dan juga tanda tangani," ujar wanita berpenampilan seksi tersebut. Pakaiannya lebih cocok untuk pergi ke tempat hiburan malam daripada ke kantor. Nathan juga sepertinya tidak merasa risih akan pakaian wanita tersebut, wanita tadi juga terlihat seperti tengah berusaha menggoda Nathan membuat Adelia dibakar rasa cemburu.

Bruukk

Adelia tanpa sengaja menjatuhkan majalah yang tadi bukanya hingga membuat Nathan menoleh sesat lalu kembali fokus memeriksa berkas yang dibawa wanita tadi dan mengembalikannya.

"Ada beberapa poin yang kurang dalam berkas ini, lain kali sebelum kamu membawanya ke ruanganku sebaiknya kamu lebih teliti lagi. Karena aku tidak suka ada kesalahan dalam pekerjaan!" tegas Nathan membuat wanita itu menunduk dan berlalu dari ruangannya. Pria itu masih dengan aktivitasnya tanpa bertanya apa yang tengah istrinya lakukan.

Kembali ketukan pintu terdengar, kali ini asisten sekaligus sekretaris Nathan masuk mengingatkan jadwal suami Adelia itu, kebetulan Adelia juga mengenalnya.

"Romi!" panggil Adelia membuat asisten suaminya itu berhenti melangkah saat melewatinya.

"Ya Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Romi sambil menghampiri Adelia. Wanita yang itu lantas tersenyum manis membuat suaminya yang kini bergantian menahan cemburu, bahkan Nathan tanpa sadar membuat pena yang di genggamannya menjadi patah sebagai media pelampiasan.

"Boleh aku minta tolong?" tanya Adelia.

"Apa itu?" Romi balik bertanya.

"Jika kamu tidak terlalu sibuk, bisa tolong belikan aku camilan?" tanya Adelia yang mana membuat Nathan semakin cemburu.

"Bisa Nyonya," sahut Romi sambil mengangguk dan berlalu meninggalkan pasangan suami istri itu.

Nathan menghampiri istrinya yang kini tatapannya hendak kembali pada majalah tadi, tapi Nathan menariknya hingga membuat Adelia mendongak.

"Apa?" tanya Adelia, tanpa basa basi Nathan mencium Adelia dengan kasar.