Brak!!
Klang!!
Pyar!!
Suara-suara yang terdengar semakin keras itulah yang mengganggu tidur Zarius.
Zarius mencoba membuka matanya, meskipun kelopak matanya terasa seperti lem yang direkatkan.
Klang!!
"Kalian semua keluar dari rumah ini! Rumah ini sudah dijual!" Ada juga suara-suara marah. Seperti di dekat Zarius. Namun, Zarius tidak tahu suara bariton siapa itu.
Kepala Zarius sangat pusing sekarang sehingga dia tidak bisa mengingat siapa dia. Namun, suara keras itu semakin mengganggu tidur Zarius.
"Keluar dari sini! Bos kami ingin rumah ini segera dikosongkan!" Lagi-lagi terdengar teriakan dari depan.
Setelah berusaha mengumpulkan nyawanya yang mungkin tertinggal di alam mimpi, beberapa menit kemudian Zarius bangkit. Gerakannya yang tiba-tiba, membuat dunia serasa berputar. Zarius mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya, erat-erat.
Brak!!
Pintu kamar Zarius terbuka dengan kasar. Suara pintu yang bertabrakan dengan dinding mampu membuat jantung Zarius berdetak lebih cepat dari biasanya.
Seorang pria jangkung terlihat berdiri di ambang pintu dan segera datang ke arah Zarius.
Zarius menyipitkan matanya agar penglihatannya yang tadinya kabur bisa melihat dengan jelas.
"Anda siapa?" Zarius berbisik dengan suara serak, khas seseorang yang baru saja bangun dari tidur panjangnya.
Pria tinggi besar, yang mengenakan rompi hitam, tidak peduli. Sebaliknya, dia meraih lengan Zarius dan menariknya ke pintu. Pria itu membanting tubuh Zarius yang masih lemas keluar ruangan.
Untungnya, tangan kuat Pak Reno menahannya, sebelum tubuh Zarius jatuh ke tanah.
"Kami memang Kan pergi! Kenapa kau begitu kasar pada anak yang terluka ini, hah?!" Pak Reno berteriak, tidak terima. Dia memindahkan Zarius ke pelukan Eric.
Pria itu berjalan dengan angkuh menuju Pak Reno. Dia menunjuk tepat ke wajah Pak Reno.
"Aku akan memberimu waktu satu kali dua belas jam untuk membersihkan semua sampahmu ini! Jika besok pagi aku masih melihatmu di sini, kamu akan tahu konsekuensinya!" Pria berbaju hitam itu mengancam. Dia menabrak bahu Eric yang menyebabkan Eric terhuyung ke samping.
Beberapa saat setelah pria itu pergi, Zarius menatap sedih ke arah Eric yang masih memegangi tubuhnya erat-erat. Pemuda itu terlihat lebih muda dari Zarius, tetapi Zarius tidak mengenali pemuda itu.
"Siapa kamu? Apa yang sebenarnya terjadi, heh?" Zarius bertanya, penasaran.
Pak Reno menunjukkan senyum hangatnya. Dia sangat senang orang asing itu terbangun setelah dua hari penuh tidur. Pak Reno seperti melihat sosok seperti Rafael, putranya yang meninggal, ketika melihat pemuda yang terluka itu.
"Apakah kamu baik-baik saja, Nak? Ah, kami pikir kamu akan mati karena lukamu sangat parah saat itu. Sungguh keajaiban bahwa kamu selamat." Pak Reno berbicara. Dia mengabaikan pertanyaan Zarius. Saat pertama kali melihat Zarius, Pak Reno teringat anak pertamanya yang sudah meninggal, kakaknya Eric. Jadi, Pak Reno merasa sayang pada pemuda asing itu.
Zarius hanya mengangguk sambil tersenyum meski sebenarnya dia tidak mengenal pria dewasa itu.
"Jadi, siapa kalian sebenarnya?" Zarius bertanya kembali
"Seharusnya kami yang bertanya. Sebenarnya siapa kamu? Tiba-tiba kamu datang ke rumah kami dalam kondisi yang menyedihkan. Apakah kamu salah satu korban kejahatan?!" Eric bertanya dengan singkat. Ia sempat menyarankan agar ayahnya melapor ke polisi, tapi Pak Reno menolak karena ingin menjaga pemuda asing itu. Pak Reno mengingat putranya yang meninggal.
Mendengar pertanyaan Eric, Zarius menjadi bingung. Dia terus menggelengkan kepalanya yang semakin pusing, ketika dia mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi.
"Siapa namamu, Nak?" Pak Reno bertanya dengan lembut, seperti sosok ayah yang berbicara kepada putranya.
"Zarius." Kata itu meluncur begitu saja dari bibir Zarius, tapi setelah itu dia ragu-ragu. "Mungkin ...." tambahnya.
Bersambung ....