Pak Reno balas berteriak. Kekesalannya pada nasib, dan kepeduliannya terhadap pendidikan kedua anaknya membuat Pak Reno melampiaskan semua kekhawatirannya pada Rafael, putra sulung kesayangannya.
Pak Reno ingin melihat Rafael menjadi murid yang bisa dibanggakan dan lulus dengan nilai bagus. Jika Rafael selalu nakal seperti ini, Pak Reno takut anaknya tinggal di kelas. Dan Pak Reno tidak akan melihat anaknya menjadi sukses sesuai impian Pak Reno.
"Tapi... aku sudah berniat untuk berubah, Ayah. Seharusnya, Ayah mendukungku dengan mempercayai kata-kataku," bisik Rafael.
"Aku lelah, Rafael. Aku membuatmu tidak menjadi anak nakal seperti sekarang. Ambil contoh Yudha, tetangga kita! Anaknya rajin, pintar dan sopan! Dia tidak bertingkah aneh dan menjadi berandalan sepertimu. , Raffa!!"
Akhir-akhir ini, Rafael telah mendengar beberapa kali bahwa seseorang memanggilnya 'nakal'. Dan kata-kata dari ayahnya saat ini, terdengar lebih menyakitkan daripada siapa pun yang mengucapkan kata-kata kejam itu.
Raphael mengepalkan tinjunya.
"Kalau begitu dari awal, kamu tidak perlu lelah membuatku!! Aku… aku tidak ingin dilahirkan seperti ini, Ayah! Aku masih bingung kenapa Tuhan begitu kejam pada kita. kenapa aku lahir di keluarga miskin dan tidak percaya padaku? lagi ya?!"
Setelah berteriak seperti itu, Rafael membanting sepedanya dan lari dari tempat itu. Meninggalkan tubuh Pak Reno yang kini gemetaran.
Hujan perlahan turun dan kini membasahi bumi. Pak Reno masih shock mengingat kata-kata kejamnya tadi.
Rafael bahkan sampai membahas 'keluarga miskin mereka' karena kesal dengan kata-kata Pak Reno tadi.
***
Rafael berlari di bawah hujan yang turun begitu deras. Sebenarnya, ini bukan kesalahannya hingga berkelahi seperti tadi. Ayahnya bahkan tidak mau mendengarkan penjelasan dari Rafael lebih dulu. Tapi, Tuan Rendi malah langsung menghakimi Rafael.
Rafael hanya membela nama baik Yudhistira ketika ada orang lain merendahkan nama keluarga Yudhistira.
Tadi, sewaktu di sekolahan, ada gerombolan pemuda yang menantang Rafael. Jika Rafael tidak menerima 'tantangan berkelahi' itu, maka gerombolan pemuda itu mengancam akan menyakiti Eric dan Tuan Rendi.
Rafael menerima tantangan berkelahi itu dan terjadi perkelahian yang sengit antara Rafael dan gerombolan pemuda, yang berasal dari sekolahan berbeda dari Rafael.
Rafael semakin hilang kendali ketika salah satu dari musuhnya merendahkan keluarga Yudhistira. Rafael tidak masalah jika dia yang direndahkan. Tapi, Rafael tidak terima jika nama keluarganya direndahkan. Mereka memang miskin, tapi Rafael masih mempunya harga diri.
Dan setelah itu, Rafael menjadi kalap dan menghajar pemuda yang menantangnya itu. Tapi, tanpa Rafael sadari ternyata para pemuda itu membawa banyak sekutu.
Jadi, Rafael dikeroyok oleh lebih dari 5 pemuda karena itulah Rafael pulang dengan wajah yang babak belur.
Rafael merasa kecewa pada ayahnya, yang selalu melihat dari satu sudut pandang saja.
Jika seperti ini, Rafael ingin hidup mandiri saja. Dengan begitu, Tuan Rendi tidak akan malu memiliki anak nakal seperti Rafael. Itulah yang ada di pikiran Rafael saat ini.