"Maka dari itu, Papa. Aku merasa khawatir pada Kak Rafael. Kemarin sore dia pulang ke rumah hanya untuk mengambil motor, lalu pergi membawa tas ransel. Aku tidak menaruh curiga karena aku mengira jika Kak Rafael ada pekerjaan kelompok di rumah temannya. Tapi hingga malam Kak Rafael tidak pulang, bahkan sampai hari ini pun Kak Rafael belum pulang. Saat aku main ke kelasnya tadi, Kak Rafael juga tidak masuk sekolah."
"Baiklah, tunggu aku pulang! Aku dalam perjalanan pulang. Oh iya, coba kamu hubungi teman-teman dekatnya Rafael. Siapa tahu mereka tahu di mana kakakmu saat ini."
Pak Reno mangakhiri panggilan teleponnya. Dia sedang naik kereta saat ini. Kemarin ada teman lama yang menawarkan pekerjaan untuk Pak Reno, jadi Pak Reno datang ke rumah temannya itu untuk menanyakan lebih lanjut.
Namun, tiba-tiba tadi putra bungsunya menghubungi dan mengabarkan bahwa Rafael tidak pulang sejak kemarin. Pikiran Pak Reno menjadi kacau.
Pak Reno menghubungi nomor Rafael beberapa kali, tapi nomornya tidak aktif. Hal ini membuat Pak Reno mengerang frustrasi.
"Aargh ... kenapa Rafael tidak mengangkat panggilanku?! Pasti Rafael sangat marah karena kejadian kemarin," gumam Pak Reno.
Pak Reno terus menghubungi nomor ponsel Rafael, tapi masih tidak aktif seperti sebelumnya. Pak Reno tidak tahu Kenapa, tapi perasaannya begitu tidak tenang saat ini.
Jika mengingat kembali, Pak Reno telah gagal merawat dan menjaga putra-putranya. Jadi, jika Rafael memberontak pun sebenarnya wajar. Rafael berada dalam masa labil saat ini. Pak Reno merasa bodoh karena tidak bisa memahami putranya.
Ketika Pak Reno melihat wallpaper pada layar ponselnya, di sana tertera foto Eric dan Rafael saat masih kecil. Mereka berdua terlihat sangat menggemaskan dan polos. Tapi, saat ini Eric dan Rafael sudah beranjak dewasa dan Pak Reno kurang memperhatikan mereka.
Sebenarnya, pertengkaran Pak Reno dan Rafael kemarin bukannya yang pertama kali. Tapi, mereka sering bertengkar seperti itu juga. Pak Reno semakin disibukkan oleh pekerjaannya di tempat konstruksi dan semakin sedikit waktunya untuk kedua putranya.
***
Sementara itu, di tempat lain Rafael butuh meluapkan segala emosinya. Rafael mengendarai motor dan tidak tahu harus pergi ke mana. Tidak ada tujuan pasti, Rafael hanya butuh tempat untuk menyendiri. Jadi, dia memilih ke Bukit Kabut, tempat biasa Rafael dan adiknya bermain saat kecil.
Dahulunya, keluarga Yudhistira tinggal di pedesaan di lereng Bukit Kabut. Jadi, setelah berpikiran lama, Rafael ingin datang ke tempat sunyi itu. Rafael ingin mengenang saat dia masih kecil dan masih mendapatkan kasih sayang ayahnya.
Jalanan menuju Bukit Kabut ini, terbilang sangat ekstrim. Jalannya terdapat banyak tanjakan dan turunan, belum lagi jalan aspal di sini rusak parah. Di samping kiri Rafael ada jurang yang dalam dan sebelah kanannya adalah pohon-pohon besar.