Vino yang lebih tua dari mereka maju lebih dulu, mencoba memukul ke wajah Eric. Namun, berhasil dihindari oleh Eric.
Eric melayangkan tinjunya secara brutal ke wajah remaja lelaki yang tega melukai wajah tampan Eric, yang merupakan aset berharga bagi Eric selama ini agar dia dapat tip dari pelanggan di rumah makan tempatnya dia bekerja.
Eric harus segera menyelesaikan ini, dan sesegera mungkin mendapat pengakuan dari Bima bahwa Bima tidak akan mencari gara-gara dengan Eric lagi.
Setelah beberapa menit menghadapi Bima dan anggota gengnya itu, Eric mulai merasa kelelahan. Keempat lawannya sudah terkapar di tanah. Lutut Eric jatuh terduduk di tanah. Napas Eric terengah.
Beberapa remaja lelaki tadi mulai bangkit kembali. Salah satu di antara mereka berlari mendekati Eric dan menendang wajah Eric yang masih berdiri menggunakan lutut. Tentu saja itu perbuatan Vino yang memiliki tubuh lebih tinggi dan besar dari Eric.
Eric yang tak memiliki persiapan apa pun, kini terpelanjing dan tubuhnya jatuh ke tanah, meringkuk di bawah pohon mangga.
Darah menetes dari hidung dan bibir Eric yang robek hingga merembes ke tanah. Tubuh Eric seolah sudah tak bertenaga lagi. Pandangan mata Eric mulai memburam, semua benda yang berada di sekelilingnya terlihat berbayang.
Seorang lelaki bertubuh paling tinggi di antara mereka yaitu Vino, kini berjalan ke arah Eric yang kini sudah jatuh telungkup di tanah. Dia tadi yang dihajar habis-habisan oleh Eric, seperti akan memberi pelajaran setimpal pada Eric.
Bima mengambil dahan sebesar lengannya yang berada di dekat kakinya. Dipukul-pukulkannya dahan pohon itu ke tangan kirinya.
"Lama juga ya kau menyerahnya? Dasar bocah sialan!" teriak Vino.
Duagh!!
Bruk!!
Vino memukuli punggung Eric yang masih telungkup. Eric tak dapat melawan, tenaganya sudah habis. Ia menerima pukulan berkali-kali di punggungnya itu tanpa perlawanan.
Bima dan rekannya yang lain, yang dipukuli Eric, satu per satu mulai bangkit kembali. Mereka terlihat menyeringai kejam sembari mengusap darah yang berlumuran di wajah mereka, akibat hantaman dari Eric tadi.
Eric sudah hampir kehilangan kesadarannya, sebelum ia mendengar langkah kaki mendekat. Dalam samar, Eric melihat seorang laki-laki yang berlari ke arahnya.
Sosok lelaki itu terlihat begitu familiar bagi Eric. Namun, karena pandangan Eric yang mengabur, Eric mengira jika pemuda itu adalah saudaranya, Rafael Yudhistira.
Eric tersenyum melihat sosok itu mendekat. Memang selalu ada bantuan di saat terdesak seperti ini, batin Eric. Dengan begini, Eric tidak akan menahan diri lagi. Dia akan menunjukkan pada saudaranya, yang juga adalah gurunya itu, tentang kemajuan latihan Eric selama ini.
"Hey!! Apa-apaan kalian ini, hah?! Masih pelajar sudah berkelahi! Mau jadi apa kalian saat sudah dewasa nanti, hah?!" bentak seseorang yang baru saja datang ke pergulatan itu.