webnovel

I'm Depressed

"Semua Orang Membenciku. Mereka Semua Meninggalkanku. Dan Aku sendirian."

Linda_Aprilianti · Teen
Not enough ratings
2 Chs

Orang Baru

"Emang pembawa sial banget kamu, ya!"

"Lihat, adikmu sekarang tidak bisa ke sekolah gara-gara kamu!"

"Kalo sampe Yuna kenapa-napa, Papa akan cabut semua fasilitas kamu!"

Ayu menunduk dengan perasaan yang begitu hancur, dia tidak pernah paham mengapa Papa Baron—Ayahnya—selalu mencari celah untuk membentak Ayu. Bukan hanya dia, Kak Andin pun selalu ikut serta untuk meghakimi kesalahan Ayu. Ayu berada di antara orang-orang tidak perduli semenjak Ibunya meninggal.

Sebenarnya Ayu itu putri Papa Baron, bukan?

Sebenarnya Ayu itu mempunyai hubungan darah atau tidak?

Sebenarnya Ayu itu siapa?

Ayu terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Dia tidak pernah menyangka bahwa kecelakaan itu membuatnya kehilangan segalanya. Dia sekarang hanya bisa menunduk dengan sedih, tanpa air mata karena sudah tidak tersedia lagi air mata kesedihan di pelupuk mata Ayu.

"Makanya punya otak itu dipake!" Kak Andin menunjuk kening Ayu dan mendorongnya. "Mikir!" tekannya kemudian.

Ayu kian tertunduk, tapi dia sudah cukup kebal mendengar kalimat-kalimat menohok dari dua orang ini. Dia sudah terbiasa, bahkan adiknya pun begitu tidak perduli apabila melihat dia diperlakukan seperti ini.

"Papa gak bakal maafin kamu kalo sampe Yuna kenapa-napa."

Ayu mengangkat kepalanya, dilihatnya tubuh Sang Papa dan Sang Kakak mulai menjauh dari hadapannya. Selalu Yuna, jika tidak Yuna pasti Kak Andin. Ayu bisa merasakan ketidakadilan itu sendirian. Dia menikmatinya, seluruh tubuhnya terluka, bahkan hatinya sudah menjadi kepingan yang tak punya rasa. Ayu mati rasa.

PRANK!

"Barang gak guna!"

Sekarang air mata Ayu kembali hadir, dia terkejut melihat piala kebanggannya dijatuhkan dari ketinggian oleh Papa Baron. Ayu buru-buru menghampiri patahan-patahan piala itu dengan perasaan sakit juga sedih. Bagaimana seorang Ayah menyakiti perasaan putrinya?

Ayu memunguti patahan-patahan itu dengan perasaan sedih. Terhitung sudah banyak piala yang patah karena Ayu tidak sengaja membuat salah satu saudarinya kenapa-napa. Ayu menjadi pelampiasan emosi semua orang, membuatnya mati rasa dan tak pernah mau merasakan lagi.

.

.

.

"Ayu!"

Ayu menoleh, dia menghela napas berat. Salah satu teman sekelas Ayu menghampiri Ayu, memasang wajah bersahabat sambil mengadahkan kedua tangannya meminta.

"Mana buku matematika, lo? Gue mau liat, dong."

"Bentar, ya."

"Buruan!"

"Iya, ini lagi diambil."

Fani itu sahabat Ayu, tapi itu di masa lalu, ya. Dia berubah drastis semenjak bersekolah di sini. Dia meninggalkan Ayu, berteman baik dengan orang-orang baru.

Fani mengambil buku catatan yang berisi pekerjaan rumah hari ini dari Ayu. Biasanya satu kelas akan mendapat contekan itu karena Fani yang memintanya kepada Ayu. Fani akan menyalin, kemudian dengan bangga memberikan buku catatannya kepada teman-teman di sana.

Ayu menatap Fani yang sibuk bersama beberapa rumus matematika di belakang. Rasanya Ayu ingin kembali ke masa lama, masa di mana dia merasa ada yang menopangnya. Hari itu, setelah kepergian Ibunya, Fani selalu berada di samping Ayu, menguatkan Ayu dari dukanya. Tapi, dia pergi juga setelah mendapat teman baru.

"Ini cuma segini, Yu?"

"Iya."

"Lah, tahu begini gue kerjain sendiri aja di rumah."

Fani beranjak, memberikan buku catatan Ayu dengan cara dilemparnya. Ayu sudah biasa, dia juga sudah menyiapkan tangan untuk menyambut lemparan buku itu. Tanpa ucapan terima kasih, Fani langsung menyiapkan segalanya untuk pagi ini.

Beberapa menit berlalu, teman-teman sekelas datang dan langsung menyerbu Fani. Mereka memuji kebaikan Fani, membuat cewek itu terus memasang senyuman paling bangganya.

"Yu, gue boleh liat tugas lo?"

"Bo—"

"Sini, Dre! Gue udah selesai, nih!"

"Eh, gak jadi, Yu."

Ayu mengangguk tanda setuju saat Andre, salah satu teman sekelasnya pergi menuju ke Fani. Sebenarnya Ayu itu tidak pernah suka tugas-tugasnya dicontek, karena mencontek bukanlah hal yang baik. Tapi karena tidak mau mendengar kalimat-kalimat menyakitkan, Ayu pasrah dan menurut saja.

"Katanya hari ini bakal ada murid baru, loh."

"Seriusan?"

"Dia pindah dari sekolah lamanya karena merasa gak nyaman."

"Apa mungkin dia orang baik-baik?"

"Mungkinlah, dia pindah ke sini bukan di D.O, 'kan?"

"Lah, iya-ya."

Ayu melipat kedua tangan di atas meja, menaruh kepalanya di sana. Dipejamkannya mata yang terasa begitu berat untuk terus terbuka. Ayu sakit hati setiap harinya, dan semenjak SMA, dia melupakan apa itu artinya sakit hati, dia sudah mati rasa.

"Ibu Yeni datang, cuy!!"

Ayu buru-buru mengangkat kepalanya yang terasa berat untuk sekedar terbangun. Dilihatnya suasana kelas yang sudah rapih, semua orang sudah duduk di bangku masing-masing.

"Silahkan ... "

Ibu Yeni tidak datang sendirian, beliau yang memang menjadi wali kelas di kelas ini membawa seseorang. Seorang cowok gagah, yang tidak menunjukkan senyuman sedikitpun.

"Perkenalkan diri kamu."

"Hallo, nama saya Kenan Keanu. Senang bertemu dengan kalian."

"Hallo, Ken!"

"Kamu bisa duduk di sana. Sama perempuan yang sedang melamun itu, ya."

"Baik, Bu."

Dikarenakan hanya sebelah bangku Ayu saja yang kosong, Kenan pun menurut dan segera berjalan menuju ke sana. Banyak pasang mata yang melirik iri kepada Ayu, dan beberapa merasa bangga saat memiliki murid setampan dan segagah itu di sini.

"Kita kenalan nanti, ya."

Kenan melirik seseorang yang menepuknya dari belakang. Dia cuek, dia tidak perduli pada siapapun yang mengajaknya untuk berkenalan. Dan yang membuatnya teralihkan adalah teman sebangku yang begitu bodo amat terhadap kehadirannya.

.

.

.

"Minggir lu!"

Kenan reflek menoleh saat teman sebangkunya didorong dengan keras. Mata Kenan menyala saat melihat ada luka bekas benda tajam pada lengan bagian Ayu. Dia melirik orang-orang di sekitar sana, memperhatikan perlakuan mereka terhadap cewek yang rapuh itu.

"Ken, lo mau jajan ke kantin, ya?" tanya Dara, cewek cantik di kelas ini.

Kenan masih memfokuskan diri pada Ayu yang kini meninggalkan kelas dengan wajah tanpa ekspresi. Dia tidak merasa sakit hati, apa?

"Ken, lo dipanggil sama Dara, tuh! Dia cewek paling cantik di kelas ini." kata Fani sambil menyenggol lengan Kenan.

"Duh, ganteng banget sih, lo!" puji Jeje, teman setongkrongan Dara.

Kenan tidak perduli, dia mengabaikan tiga cewek yang menurutnya kegatelan itu. Dia berjalan dengan langkah yang cepat, mencari sesuatu yang membuatnya penasaran sejak tadi.

"Hey!"

Ayu terus melangkah tanpa perduli bahwa di belakangnya ada yang mencoba menggapai kehadirannya. Ayu sudah hilang kepercayaan, dia merasa semua manusia di dunia ini sama saja, mereka semua selalu membenci Ayu, dan berakhir meninggalkan Ayu.

Bukan hanya keluarga dan teman sekelas yang mengucilkan Ayu. Ada beberapa orang lainnya yang menjadi penyebar rumor tak baik perihal Ayu, dan berakhir dengan tercorengnya nama baik Galenia Ayudia Khansa.