webnovel

Hurt Is You

Setelah hadirmu membawa bahagia dan luka. Syela adalah gadis pintar dan ambisius yang jalan hidupnya lurus-lurus saja, keinginannya pun sederhana, bisa lulus sebagai sarjana ahli gizi lalu bekerja di bidangnya. Namun ketika bertemu dengan pemuda yang entah dari mana datangnya dan muncul di kehidupan Syela, semua kini telah berubah. Kesehariannya tak lagi sama sampai dia terjebak dalam perasaan suka yang seharusnya tidak dimiliki. Hubungan keduanya yang dimulai karena status tanpa didasari rasa nyatanya lebih dari itu. Dari Sandi yang hanya ingin memanfaatkan Syela agar terbebas dari perjodohan, malah terjerat karma. Ini adalah kisah antara kedua hati yang belum siap menaruh rasa dan hanya akan menghadirkan pilu. Mampukah mereka bertahan? "Bahagia ya Sye? Lupain gue. Lupain semua yang bisa bikin lo sakit. Jangan terlalu percaya sama orang lain. Lo harus bisa jaga diri." -Eliot Sandi Adelard-

Kayla_Terania · Teen
Not enough ratings
3 Chs

Sahabat atau Pacar?

"Saat kau dihadapkan sebuah pilihan, harus siap untuk merelakan."

–———————–——————————

Sandi memperhatikan manik mata gadis dihadapannya. Dia Syela. Sandi sedari tadi mengikutinya karena merasa ada sesuatu yang aneh sejak pertama kali Syela pulang menggunakan ojek.

Kini Sandi mendekatkan wajahnya pada Syela yang masih tertidur pulas. Menelusuri setiap detail wajah gadis itu, hidung mancungnya. Bibir merah merona. Alis tebal dan bulu mata lentik. Lembut, menenangkan. Syela tidak jelek. Ia cantik, wajahnya yang kalem siapa saja yang berada di dekatnya merasa sejuk.

Kenapa cewe kayak dia gak pernah punya pacar ya?

Haha. Cewek model gini mana ada yang tahan. Sial, dia bangun. Mampus!

Syela mengedarkan pandangannya yang masih kabur, kepalanya pun terasa pening, namun cukup jelas ia lihat bahwa keberadaannya di dalam mobil.

"Lo udah bangun?" Sandi panik. Ia langsung menjauhkan wajahnya. Pura-pura baru mengetahui.

Syela menyipitkan matanya "Sandi?" ia langsung meraba pakaian. Tidak ada yang kurang, semua masih melekat di tubuhnya.

"Segitu hina kah gue dimata lo? Bukannya berterima kasih. Lagipula gue gak tertarik ya sama lo!" Sandi bete. Sepertinya peluang untuk mereka jadian real hanya 0.01%.

"Aduh berisik, kepala gue masih sakit." Syela menyuruh Sandi menjauh dengan isyarat dari tangannya. Dikira nyamuk kali.

"Yaudah gue anter pulang. Mau ke rumah lo atau ke rumah gue?" Sandi tersenyum lebar menampilkan sisi genitnya yang paling apik.

Syela bergidik ngeri. "Gue pulang sendiri aja."

"2 kali lo bilang pulang sendiri dan yang pertama lo hampir mati. Yaudah silahkan, pintu keluar di sebelah kiri." Sandi hanya menggertak saja, tidak berniat untuk meninggalkan gadis ini.

"What?! Jahat banget lo jadi orang!" Syela mendorong Sandi.

"Cewek tuh aneh ya, mulut sama hati beda. Gengsinya tinggi banget lagi."

Syela terdiam. Untuk saat ini gengsinya harus ia turunkan sedikit saja. "Makasih" ia menundukan kepalanya, membuang napas gusar.

"Hei..." Sandi mengusap bahu Syela.

Tidak ada maksud lain, ia hanya ingin menenangkan Syela yang barangkali masih syok dengan kejadian tadi.

Ketika merasakan sentuhan Sandi, Syela menaikkan kepalanya hingga membuat mata mereka bertemu.

Kalau dilihat dari dekat gini, Sandi ganteng juga ya. Matanya berkilau, hidungnya mancung, rahangnya tegas. Andai aja dia bukan playboy, mungkin jadi pacarnya sekarang bukanlah hal yang buruk -batin Syela.

"Udah kali liatin guenya." Sandi terkekeh geli memecah keheningan.

Syela mengedipkan matanya berulang kali. "Siapa juga yang liatin, ini nih ada nyamuk."

"Mana?"

Syela langsung menabok dahi Sandi.

PLAAKK!!!

Padahal tidak ada nyamuk disana. Ia hanya mengalihkan saja.

"Sakit anjir main tabok tabok aja. Aset gue ini. Kalo tampan gue berkurang karena lo nabok dahi gue gimana?" Sandi langsung mengaca. Untung saja dahi nya tidak berubah jadi jenong.

"Yaudah ayo pulang." Syela memasang wajah imutnya. Bukannya gemas, Sandi malah heran. Tadi galak, terus lesu kayak orang gak punya harapan hidup, sekarang sok imut. Ini orang terbuat dari tanah bukan si? Kok beda jenis kayaknya.

Sandi langsung melajukan mobilnya.

"Itu tas lo ada di belakang."

Oh iya hampir saja lupa. Jam berapa sekarang? Mamanya pasti khawatir di rumah. Ia segera mengambil tasnya dan mencari ponsel. Tidak ketemu. Dimana benda itu?

"Nyari apa lo?"

"Hp gue dimana ya? "

"Oh itu, ada di dasbor. Tadi gue temuin udah retak di aspal."

Hah? retak? di aspal? Mampus Syela. Tadi Syela masih memegang ponsel saat terakhir kali meggerutu karena baterai nya habis. Ia mengacak dasbor milik Sandi. Ini dia ponselnya. Keadaan nya sangat memprihatinkan. Tidak dapat digunakan lagi.

"Gue boleh pinjem hp lo gak buat ngabarin nyokap?" wajah Syela memelas.

"Pake aja," dengan lempeng Sandi memberikan ponselnya.

Syela menekan tombol di sebelah kanan hp Sandi agar hp nya menyala. Sandi punya pacar? Itu yang ada di pikiran Syela, sebab ia baru saja melihat wallpaper hp Sandi. Laki-laki itu tampak sangat gembira bersama dengan perempuan yang sepertinya bukan murid dari SMA Citra Bangsa. Siapa dia? Lantas kenapa Sandi memintanya untuk menjadi pacarnya? Semua pertanyaan itu ia simpan di dalam benaknya. Bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu, lagipula siapa perempuan itu seharusnya Syela tidak peduli.

Syela beralih untuk memainkan jarinya diatas ponsel itu, mengetik nomor mamanya.

"Halo? Ini siapa?" diangkat!

Syela ragu, ia menghela napasnya terlebih dahulu "Ha—halo ma.. Ini Syela."

"Yaampun Syela, kamu kemana aja? Udah malam begini belum pulang juga. Anak gadis gak boleh keluyuran malam-malam. Ini hp siapa? Kenapa gak pake hp kamu? Hp kamu kemana?" suara mamanya terdengar cemas sekaligus kesal.

Syela mengernyitkan dahi sambil menggigit kukunya. Apa yang harus ia katakan? Tidak mungkin ia jujur, mamanya akan sangat khawatir. "Nanti sye jelasin di rumah ya ma.. Ini pake hp temen, soalnya baterai hp Sye habis. Maaf ya baru ngabarin, tapi aku gapapa kok ma."

"Ya sudah, hati-hati." Setelah itu sambungan teleponnya terputus. Syela menyandarkan punggungnya ke belakang lega.

"Kenapa?" tanya Sandi.

"Gak kenapa-kenapa. Nih hp lo." Syela mengembalikan ponsel Sandi ke tempat semula.

"Lo tenang aja, nanti gue yang jelasin ke nyokap lo."

"Gak usah. Hmm tapi kok gue tiba-tiba ada di mobil lo?" tanya Syela.

"Iya sejak lo pulang naik ojek, gue ngikutin. Ternyata firasat gue bener. Lagian sih udah gue tawarin pulang bareng gak mau. Pake segala bilang gue bawa sial. Ini yang namanya sial? Lo ditolong gue sial? Sekarang di mobil gue sial?"

"Aduh ni cowok diungkit-ungkit lagi.." Syela memukul mulutnya sendiri. Gak bisa dijaga emang ini mulut.

Sandi tertawa melihat tingkah Syela dan langsung mencubit pipinya. "Gemes banget sih lo, untung udah jadi pacar gue. Jadi gue bebas mandang lo selama apapun."

Woy, pipi Syela memerah. Bisa sesak napas lama-lama disini. Ada oksigen gak? No!No!No! Syela tidak boleh seperti ini. Gak boleh. Ia menutup wajahnya dengan tas.

"Kok mukanya di tutup? Gue kan pengen liat." Sandi jahil memang. Ia menarik-narik tas Syela.

"Sandi!!! diem atau gue cubit?" Syela membentuk jarinya persis seperti orang yang hendak mencubit.

Sandi langsung berhenti dari aksinya. Tidak mau buat masalah dengan Syela. Bisa rumit.

"Rumah lo di blok apa btw?" Sandi memang sudah tau daerah rumah Syela. Hanya saja ia lupa dimana tepatnya.

"Lo turunin gue depan gang aja."

"Gak bisa. Sebagai pacar yang baik dan bertanggung jawab gak boleh gitu. Nanti camer marah gimana?"

Camer? Sudah gila memang ini orang, tidak dipikir dulu apa yang akan keluar dari mulutnya.

Mobil Sandi memasuki gang rumah Syela. Dari kejauhan nampak mamanya bersama seorang laki-laki seperti sedang menunggu kedatangan Syela.

Semakin dekat, semakin Syela yakin bahwa laki-laki itu adalah Justin. Gawat! Ini bahaya. Bahaya. Sandi dan Justin tidak boleh bertemu.

Justin adalah sahabat Syela seperorokan, pemuda itu sangat posesif dengan Syela.

Pernah dulu Justin mengungkapkan perasaannya kepada Syela, namun Syela menolaknya. Saat itu memang Syela tidak ada niatan untuk berpacaran. Maka dari itu bila Justin melihatnya bersama cowok lain, dia pasti berpikir yang tidak-tidak.

Syela langsung mengambil alih setir agar mobilnya minggir dan berhenti.

"Eh apa-apaan lo." Sandi memutar kemudi. Mereka berebut.

"Berhenti San. Udah disini aja, rumah gue gak jauh dari sini. Plis ya.." Syela memohon.

"Gak mau." tegas Sandi

Tamat sudah. Mobilnya berhenti di depan rumah Syela. Mamanya tersenyum, tapi tidak dengan Justin. Raut wajah Justin sangat kesal ketika melihat Sandi.

Rosa menyambut hangat puterinya. Rasa khawatir dan kesalnya kini luluh karena Syela sudah hadir.

"Anak mama kenapa baru pulang?" Rosa memeluk dan mengusap lembut rambut Syela. Hufft...Syela rindu sekali sentuhan itu. Sudah lama semenjak mamanya dirawat di rumah sakit.

"Sye juga kangenn banget sama mama." Syela balas pelukan itu dengan erat, lalu ia usapkan kepalanya dalam dekapan Rosa. Mirip seperti anak kucing yang ingin dimanja.

Rosa menyadari bahwa sekarang bukan hanya ada dirinya dan Syela, melainkan Sandi dan juga Justin. "Udah ah, malu sama temen kamu." goda Rosa. Ia melepaskan pelukannya.

Buru-buru Sandi menghampiri Rosa untuk salim dan dengan percaya diri memperkenalkan dirinya kepada Rosa. "Halo tante, saya Sandi. Pacarnya Syela. Maaf ya Syela pulang telat karena jalan dulu sama saya."

Syela ingin sekali mengumpat. Spontan ia menginjak kaki Sandi yang tidak bersalah. Lain kali emang harus ditatar mulutnya ya biar gak lemes.

Sandi menjerit. "Aw! Sakit sye.."

Rosa tertawa puas melihat tingkah Syela dan Sandi, sedangkan Justin berusaha mati-matian menahan amarahnya.

"Tante baru tau loh, kalau Syela punya pacar. Ya sudah sepertinya masih ada yang ingin kalian bicarakan. Tante ke dalam duluan ya..." pamit Rosa dan dibalas senyuman oleh Sandi.

"Oh jadi ini alasan lo nolak gue? Munafik lo Sye, lo bilang gak akan pernah mau pacaran sama siapa pun. Ini buktinya apa?" gertak Justin. Keadaan jadi memanas.

Pandangan Syela dan Sandi segera tertuju pada Justin.

"Gak. Dia cuma temen gue, ngaku-ngaku."

"Hey pacar kita udah resmi jadian tadi. Lo amnesia seketika?"

Satu pukulan menghantam wajah Sandi tanpa aba-aba.

"Sandi!!!" Syela menjerit.

Sandi tidak ingin kalah, ia membalas pukulan Justin tepat di bibir nya hingga tercetak luka robek.

"Woy Bangsat!"

Bugh! Justin memukul perut Sandi brutal. Diantara keduanya tidak ada yang ingin kalah.

Syela takut melihat keributan ini.

Tanpa berpikir panjang, Syela berlari menahan Sandi dan mendekapnya erat untuk berhenti dari perkelahian. Entah apa yang telah dia perbuat saat ini yang penting adalah semuanya berhenti.

"Justin gue mohon lo pulang dulu ya, gue bisa jelasin semuanya. Tapi bukan sekarang." jelas Syela.

"Gak perlu ada yang lo jelasin. Dari sini aja gue udah bisa menyimpulkan bahwa lo lebih milih dia daripada gue." Justin menampilkan cengirannya sambil menyeka darah di bibirnya yang robek. "Persahabatan kita cuma sampe disini!" lanjutnya penuh keyakinan.

Bagai disambar petir. Dada Syela terasa sesak. Hanya Justin dan Kate lah orang terdekat nya selama ini, yang bisa ia jadikan rumah dan tempat bernaung ketika semua masalah menghampiri Syela. Mereka saling melengkapi. Selalu bersama disaat sedih maupun senang. Apakah ia harus kehilangan Justin sekarang? Syela memang menolak Justin karena baginya hubungan seperti pacaran itu tidak akan berlangsung lama. Ketika putus pun mereka pasti akan canggung.

Justin pergi begitu saja, sedangkan Syela kaku di tempatnya. Mematung.

Sandi yang melihat itu langsung meraih tubuh Syela ke dalam dekapannya. Tanpa sadar Syela terbawa dan menangis sejadi-jadinya.