webnovel

Hug Me, Idiot !

Pertama kali jatuh cinta. Pertama kali mencintai dan dicintai. Couple ini sama-sama bodoh dan masih belajar untuk lebih saling mengerti. Saling terpesona satu sama lain.

elle_nuna · TV
Not enough ratings
4 Chs

Be Friend

.

.

.

"Can, kau dari mana saja? aku sudah menunggumu sejak tadi." Beam langsung mengeluh ketika Can menghampirinya.

Sudah tiga puluh menit lebih Beam menunggu Can di parkiran sekolah. Meskipun sekarang hari minggu, Can dan Beam harus mengikuti latihan tambahan tim basket karena satu bulan lagi mereka akan bertanding untuk penyisihan kejuaraan antar sekolah tingkat daerah. 

Beberapa bulan yang lalu, Can dan Beam terpilih menjadi anggota tim inti yang akan ikut bertanding. Jadi mereka berdua harus berlatih lebih keras dari biasanya.

"maaf... aku kesiangan. Apa latihannya sudah di mulai?"

"belum di mulai karena kapten dan wakil kapten masih mengikuti pertemuan dengan perwakilan sekolah lain untuk membahas pengundian lawan tanding kita."

"phew... untung saja..."

"meskipun belum mulai, kita harus segera kesana. Bagaimana kalau kapten datang dan kita belum pemanasan sama sekali?. Aku tidak khawatir akan dimarahi oleh kapten tapi masalahnya ada pada dirimu"

"mmm... aku tahu. Aku tidak boleh membiarkan orang itu mendapatkan alasan untuk memarahiku lagi." 

Ketika mengingat orang yang dimaksud oleh Beam, ekspresi wajah Can otomatis berubah jadi cemberut.

"mmm... untung saja kau sadar. Asal kau tahu saja, aku tidak pernah kuat melihatmu selalu dimarahi oleh P'Tin. Tapi, aku juga tidak bisa apa-apa. P'Tee dan P'Two saja tidak bisa menghentikannya kalau dia sudah mulai marah-marah." Beam berbicara sambil bergidik ngeri.

"iya.. aku tahu. Ayo pergi."

Can menarik Beam untuk segera pergi ke lapangan basket. Sesampainya di sana, Can dan Beam langsung masuk ke ruang loker, meletakkan tas dan segera berganti baju latihan. Setelah itu, mereka segera ke lapangan basket untuk melakukan pemanasan.

Beberapa waktu kemudian, Tee dan Tin tiba setelah mengikuti pertemuan di sekolah lain. 

Setelah menyapa, Tee dan Tin langsung ke ruang loker untuk mengganti baju mereka dan segera ikut bergabung masuk ke lapangan.

Saat itulah, Tin memperhatikan Can dan Beam yang masih melakukan pemanasan sementara anggota tim yang lain sudah mulai berlari mengelilingi lapangan basket.

"apa kalian terlambat lagi?" Tin menghampiri Can dan Beam. Ia berbicara dengan nada sinis. Tee mengikuti di belakang Tin.

"kalian baru bergabung ke dalam tim inti selama beberapa bulan. Bahkan meski kalian memiliki sedikit kemampuan bermain basket, bukan berarti kalian bisa bersikap seenaknya."

"kau..." Tin berbicara kepada Beam, " gerakanmu masih terlalu lambat dan belum cukup lincah. Akurasi tembakanmu juga masih buruk."

"dan kau..." Tin berbicara kepada Can, "sadarlah kalau tubuhmu itu cukup pendek. Bahkan meski akurasi tembakanmu cukup baik dan kau cukup lincah tapi teknik dribble dan operanmu masih buruk dan kau masih sangat mudah dikalahkan oleh lawan yang lebih tinggi darimu. Jadi, tahu dirilah dan berlatih lebih keras. Bukannya malah bermalas-malasan."

Can dan Beam hanya diam saja mendengarkan semua perkataan Tin.

"mmm... baiklah.. kalau kalian sudah mengerti, kalian teruskan lagi pemanasannya." Tee berusaha menengahi karena ia tahu kalau Can dan Beam pasti sekarang merasa sangat tidak nyaman mendapat teguran mendadak seperti itu dari Tin.

"kami baru selesai pemanasan" jawab Beam.

"Oo.. kalau begitu kalian langsung lari keliling lapangan ya..cepat..cepat..." Tee berusaha memberi alasan agar Can dan Beam bisa menghindari mood Tin yang sedang jelek.

Beam langsung menarik tangan Can yang kemudian membuat Can agak kaget dan tersadar karena sedari tadi dia hanya memandangi Tin yang sama sekali tidak melihat ke arahnya.

Beam dan Can pun akhirnya pergi berlari.

"Tin..." Tee langsung menegur Tin dengan nada seolah mengingatkan Tin agar mengendalikan dirinya. Tee melihat Tin dengan tatapan kasihan.

"aku tidak tahu lagi" Tin langsung menjawab karena ia mengerti apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh sahabatnya itu.

"hmmm... teruslah berusaha dan kendalikan dirimu. Kalau seperti ini terus, kau akan kesulitan sendiri." Tee menasihati dengan sepenuh hati.

Mendengar perkataan Tee, Tin hanya diam saja dan ia malah sibuk memperhatikan seseorang yang kini dilihatnya sedang berlari mengelilingi lapangan basket.

Langkah seseorang itu sesekali melambat ketika ia berusaha mengelap keringat yang mulai muncul bercucuran di dahinya. Sesekali orang itu juga mengebaskan baju kaosnya seolah berharap akan ada udara segar yang akan meringankan rasa gerahnya.

Sebenarnya apa yang dilihat Tin itu bukanlah sesuatu yang benar-benar menarik bagi orang lain tapi bagi Tin, kesempatan untuk memperhatikan seseorang seperti ini sudah cukup baginya agar sisa harinya bisa berjalan dengan lebih damai.

Tee menepuk pundak Tin dan menyadarkannya serta mengingatkannya kalau latihan yang sesungguhnya akan segera di mulai.

Seseorang yang sejak tadi diperhatikan oleh Tin juga sudah mulai mendekat ke arah mereka berdua.

Ekspresi wajah Tin yang tadinya sempat akan mulai melembut kembali menjadi dingin.

Tee maju agak ke depan untuk memberikan arahan kepada timnya. "aku beri waktu lima menit untuk minum dan beristirahat. Setelah ini kita mulai latih tanding antara tim A dan tim B."

Tin mengambil sebotol minuman dari sekardus minuman yang memang sudah disiapkan untuk anggota timnya.

"Hey ! " Tanpa peringatan dan pemberitahuan yang jelas, Tin tiba-tiba melemparkan botol minuman itu ke arah Can. Karena tidak siap, Can tentu saja agak kaget dan sedikit kesulitan menangkap sebotol minuman itu. Can bahkan mungkin akan terjatuh kalau saja tubuhnya tidak ditahan oleh Beam yang ada di sebelahnya.

"minum dan habiskan. Jangan sampai nanti kau malah mengeluh kelelahan ketika latihan baru saja di mulai. Dasar lemah." Ucap Tin dengan nada bicaranya yang terkesan sinis.

Can hanya diam saja. Ia tentu saja merasa lelah dan karena itulah dia saat ini sangat tidak ingin beradu mulut dengan Tin.

Latihan pun dimulai.

Tee dan Tin duduk di bangku di pinggir lapangan sambil memperhatikan permainan anggota timnya.

Sesekali Tee mencatat sesuatu di bukunya sebagai hasil evaluasinya untuk latihan hari ini.

Tin juga terlihat serius memperhatikan latih tanding yang sedang berlangsung. Sesekali ia berteriak memberi petunjuk dan arahan kepada anggota yang ada di lapangan. Tapi ia sebenarnya lebih banyak hanya diam dan memperhatikan dengan tenang.

Pandangan Tin tidak pernah lepas dari apa yang dilihatnya di lapangan basket. Tiba-tiba ekspresi wajahnya menegang ketika didengarnya suara teriakan lemah dari tengah lapangan. Dilihatnya Can sudah terduduk lemah di sana sambil dikelilingi oleh anggota tim yang lain. Tin tentu saja langsung menghampiri mereka. Tee juga tidak ketinggalan.

Tin memperhatikan Can yang saat ini mengeluh perih karena lututnya sedikit terluka dan mengalami lecet. Ada sedikit darah yang keluar dari luka di lututnya tapi tidak sampai mengalir karena sudah lebih dulu di lap oleh Can dengan baju kaosnya.

"Can, kau baik-baik saja?" Tee bertanya mengkhawatirkan keadaan Can.

"emmm.. iya.. aku baik-baik saja hanya sedikit terluka.." Can menjawab menenangkan karena tidak ingin membuat teman-temannya khawatir.

"Can, sepertinya kau tidak perlu melanjutkan latihan hari ini. Meskipun tidak terlalu parah tapi lukamu harus segera diobati dan kakimu pasti masih sakit. Tidak perlu memaksakan diri untuk hari ini." Ucap Tee yang tidak tega melihat keadaan Can. Ia melihat ada bagian kaki Can yang mulai membiru, mungkin karena benturan yang dialami ketika tadi kakinya tidak sengaja berbenturan dengan kaki anggota yang berusaha menjegatnya.

"tapi P'Tee.. aku baik-baik saja. ini hanya luka kecil." Can masih ingin melanjutkan latihannya.

"dengarkan ucapan kaptenmu. Dia tahu apa yang terbaik untuk anggota timnya. Lebih baik kau pulang saja." ucap Tin yang sedari tadi hanya diam.

Can baru saja akan menjawab lagi tapi Tin sudah lebih dulu berucap, "kalau tetap di sini kau hanya menjadi beban dan mengganggu suasana latihan."

Two juga ikut bicara, "apa yang dikatakan Tin memang benar. Kau tenang saja. Kalau besok keadaanmu sudah baikan, kau bisa ikut latihan lagi."

"hmm... Baiklah P' aku akan istirahat saja dulu." Can akhirnya menerima saran Tee.

"kalian lanjutkan berlatihnya. Aku akan mengantarkan dia pulang." Ucap Tin tanpa memandang teman-teman setimnya. Ia tidak melepaskan pandangannya dari Can yang terluka.

Kaget mendengar ucapan Tin, para anggota tim yang lain langsung menoleh ke arahnya. Tapi mereka tidak mengatakan apa-apa.

Tee yang seolah mengerti keinginan Tin, langsung berusaha mencairkan suasana. "baiklah. Tin akan membantu mengantar Can pulang. Kalian sudah cukup memperhatikan. Jadi, segera kembali berlatih."

Belum selesai Tee berbicara, para anggota tim basket kembali dikejutkan dengan tindakan Tin yang kini sudah menggendong Can dalam gaya gendongan bridal.

"What...!!!" adalah satu-satunya kata yang muncul dalam pikiran para anggota tim yang kini berusaha tetap menutup mulut mereka dan tidak berani berkomentar.

Can tentu saja sangat terkejut. Matanya membelalak dan mulutnya hampir menganga lebar. Ia ingin segera berkomentar tapi ketika melihat ekspresi Tin yang nampak dingin. Ia berusaha menenangkan dirinya dan menutup mulutya dalam diam.

Tee dan Two sama sekali tidak ingin berkomentar hanya diam saja dan Beam... mana berani ia bicara meski dia sangat ingin berkomentar.

Akhirnya, Tin membawa Can ke ruang loker. Sementara timnya kembali melanjutkan latihan setelah disadarkan dari rasa terkejut oleh teguran Tee.

Di ruang loker, Tin mendudukkan Can di bangku yang ada di tengah ruangan. Can ingin berbicara tapi Tin lebih dulu memotong kata-katanya, " diam dan duduk dengan tenang." Can tidak jadi mengatakan apapun yang ingin dia katakan.

Can memperhatikan gerak-gerik Tin yang sedari tadi sudah sibuk mengambil kotak obat berisi pertolongan pertama. Tin duduk di hadapan Can. Ia menuangkan cairan alkohol ke segumpal kapas yang kemudian ia gunakan untuk membersihkan luka di lutut Can.

Tin membersihkan luka Can dengan perlahan sambil sesekali meniup luka Can dengan lembut ketika ia menyadari ekspresi Can yang mengernyit perih. Tin melakukan semuanya dengan hati-hati dan Can hanya diam memperhatikan semua tindakan Tin itu.

"terima kasih" ucap Can setelah dilihatnya Tin selesai membersihkan lukanya dan menutupi luka itu dengan kapas yang ia tempelkan di lutut Can.

Tadinya Tin tidak mengatakan apapun tapi setelah ia berpaling ketika hendak meletakkan kembali kotak obat ke tempatnya semula, Tin berkata singkat, " kalau begitu jaga dirimu dengan baik."

Can yang tadinya sudah menundukkan kepalanya karena kecewa tidak ditanggapi oleh Tin, langsung mengangkat kepalanya dan melihat ke arah pundak Tin yang kini membelakanginya. Ada kilatan perasaan senang yang muncul di mata Can.

Saat ini, Can sangat ingin tersenyum tapi ia berusaha mengendalikan diri dan perasaannya meskipun masih terlihat sedikit ulasan senyum di bibirnya itu, yang tentu saja tidak dilihat oleh Tin.

.

.

.

22.35

07 November 2019

RE:23/10/2020/23:53