webnovel

Prolog

Angkasa menarik tangan Muthia yang hendak beranjak menjauhinya. Dengan masih menggenggam erat jemari Muthia, Angkasa berdiri dari duduknya. Ditunggunya hingga Muthia berpaling kembali menghadapnya.

"Aku memang sangat menginginkan tubuhmu," ujar Angkasa tersenyum dan menampilkan deretan giginya. "Tapi lebih dari itu, aku menginginkan cintamu."

Muthia berusaha untuk melepaskan jemarinya dari genggaman Angkasa. Matanya menatap lurus ke wajah Angkasa. Ekspresinya begitu datar. Bibirnya terkatup rapat. Tidak berminat menanggapi perkataan Angkasa.

"Lihat saja, aku akan memilikimu secepatnya." Angkasa melepaskan genggamnnya. Membuat Muthia mundur satu langkah.

Dengan menarik nafas pelan, Muthia mengayunkan langkahnya. Berjalan dengan langkah biasa. Sepatu high heels 5 cm yang dikenakannya berirama pelan mengetuk-ngetuk lantai yang dipijaknya. 

Angkasa mengantarkan kepergian Muthia dengan terus mengamati belakangnya. Bibirnya yang memiliki bentuk melengkung ke atas tetap tersenyum dengan optimis. Hoh, dadanya sebenarnya bergemuruh melihat setiap tingkah Muthia yang berjalan santai. Terkadang kepala itu tertunduk, tegak kembali, tertunduk dan terangkat menatap jalan di depannya. Saat tubuh Muthia menghilang di balik pintu, Angkasa masih dapat melihatnya bersedekap. Melingkarkan kedua tangannya di atas perutnya.

Angkasa kembali duduk di kursinya. Telapak tangannya menepuk-nepuk dadanya pelan. Dia menarik nafas kuat dan dihembuskan cepat dari mulutnya yang membentuk huruf O. Dadanya menderu hebat. Jantungnya berdetak cecpat. Wanita itu benar-benar membuatnya terpesona. 

Brengsek dengan sikap acuhnya. Dia menginginkan Muthia semenjak pertama kali melihatnya.

Senyuman kembali membingkai di bibir Angkasa. Diusapnya wajahnya beberapa kali lalu meneruskan ke rambutnya hingga ke bagian belakang. Kemudian jemarinya kembali berbalik menyusuri wajahnya dan berakhir dengan menopangkan jemari ke dagunya. Matanya kembali melirik ke arah tempat Muthia tadi menghilang. Tersenyum dan terkekeh.

"Houhh …" suara itu pelan terdengar dari mulut Angkasa. Dia mencoba mengatur kembali debarannya.

Hanya masalah waktu, Muthia. Aku akan mendapatkanmu.