webnovel

Part 01

     Dirinya masih sibuk membolak balikan beberapa lembar kertas soal latihan. Tahu, dia juga tahu sekarang waktu belajarnya sudah habis. Namun, apa salahnya menambah jam untuk mencerdaskan otaknya yang bodoh itu?

     Mengerjap matanya sejenak untuk beristirahat. Rasanya pusing sekali jika sudah melihat banyak bacaan begini. Tapi dia suka sastra. Suka menulis lirik lagu apa saja yang muncul di otaknya. Bahkan ketika buang air besar pun tidak masalah baginya membuat lagu. Pria berzodiak pisces itu masih duduk santai di sofa ruang tamu. Sendirian. Entah, sudah berapa lembar lagu yang selesai dibuatnya hari ini. Kebiasaannya sedari pulang sekolah memang begitu. Ganti baju, mengerjakan PR nya kalau ada, kemudian membuka catatan kecilnya. Corat - coret yang akhirnya menjadi sesuatu lirik lagu sudah ia selesaikan dari tadi. Cepat, karena hari ini guru killer itu tidak memberikan tugas untuknya.

"Yoon, makan dulu." Ibunya berteriak dari dapur setelah selesai memasak untuk makan siang.

     Dia menghela nafasnya kasar. Malas beranjak dari tempat nyaman itu. Padahal, juga untuk mengisi perutnya. Tapi rasanya sangat malas.

Jangan salah, pria itu bisa saja tidak makan seharian jika ibunya tidak mengingatkan. Padahal, dia yang punya perut. Tapi--- memangnya Tuhan sengaja menciptakan dia tanpa rasa lapar, ya?

"Yoongi hyung, minggu depan sekolahku akan mengadakan outing class." ujar adiknya yang tiba - tiba sudah duduk di sampingnya. Jeon Jungkook namanya.

"Uang lagi?"

"Sepertinya begitu. Dan cicilannya boleh langsung dibayar besok."

     Yoongi terdiam. Pikirannya sudah bercampur aduk jika adiknya satu ini sudah mengeluh keuangan untuk sekolahnya. Bingung. Mau bekerja sekeras apa lagi sekarang? Penghasilan bulanannya hanya habis untuk menyekolahkan sang adik yang kini masih duduk di bangku Menengah Pertama. Ibunya juga hanya seorang pedagang asongan. Setiap hari berjualan bungeoppang di pinggir kota Seoul. Berangkat pagi, pulang malam. Yah--- begitu saja setiap hari. Tapi, hari ini bahan - bahan sedang kosong. Ibunya tidak bisa berjualan karena uangnya juga kurang. Mau jualan bagaimana? Ibunya juga bekerja sendirian. Lalu, ayahnya?---

_____***_____

"Ayolah hyung, Aku malu. Teman - temanku semuanya sudah membayar cicilannya separuh. Tapi, kata kepala sekolah kecuali aku yang tidak boleh membayar cicilannya." ujar Jungkook.

"Kenapa?"

"Tunggakan bayaran tiga bulan kemarin belum dibayar. Aku pasti akan dilarang ikut."

"Ya sudah, biar saja. Tidak usah ikut sekalian juga tidak masalah kan?" ketus pria Min itu.

"Tapi itu syarat untuk kelulusan, hyung."

     Yoongi langsung terdiam. Jika sudah bersangkutan dengan kelulusan, dia tidak bisa lagi membantah. Dia tidak mau adiknya berhenti di tengah jalan. Harus sekolah bahkan bila perlu sampai ke Universitas. Tak masalah dirinya banting tulang menyekolahkan sang adik dan membantu ibunya. Yoongi sendiri juga masih duduk di kelas dua Menengah Atas. Memikirkan dirinya saja, Yoongi masih bingung. Lantas, mengapa dia malah lebih mementingkan sang adik Jeon Jungkook?

"Hyung! Jangan melamun. Pikirkan, bagaimana jalan keluarnya."

"Ya, baiklah. Aku akan ambil lembur." jawab Yoongi singkat.

"Hyung, jangan suka memaksakan diri. Aku tahu hyung lelah bekerja part time sehabis pulang sekolah. Dan ku pikir, aku juga bisa bantu hyung. Aku bisa bekerja sambilan seperti hyung. Supaya penghasilan kita juga bertambah. Bagaimana? Aku boleh bek---"

"Tidak!"

Tegas pria Min itu pada adiknya. Sebetulnya, sang adik sering kali menawarkan bantuan untuk bekerja part time seperti kakaknya. Namun, Yoongi sangat benci jika Jungkook sudah membahas itu. "Tugasmu hanya belajar, Jeon. Urusan cari uang biar aku saja."

     Jungkook terdiam. Dia tahu kakaknya masih saja keras kepala selagi dirinya hanya ingin membantu sang kakak menambah penghasilan. Sulit ya mempunyai kakak yang keras kepala begini? Jungkook juga bingung. Jika orang keras kepala seperti kakaknya, kalau jatuh ke lantai apanya yang sakit? Kepala atau lantainya?

"Hyung, kau juga harus jaga kesehatan. Kalau kau terlalu lelah, kau akan sakit. Lalu, ibu siapa yang menjaga? Aku masih kecil untuk melindungi ibu." celoteh sang adik yang justru membuat Yoongi tertawa geli.

Umur saja bertambah. Tapi, keimutannya benar - benar tidak berkurang sama sekali. Sampai bisa meluluhkan hati yang beku seperti Min Yoongi ini.

"Ck, cari pacar sana! Bisanya hanya menggoda hyung mu ini?" Jeda, "Oh, atau jangan-jangan mendahului ku ya? Pacaran secara diam-diam tanpa aku dan ibu tahu?" ujarnya tersenyum seraya mengusak kepala sang adik.

"Tidak, hyung! Aku akan menunggu giliran." sahut Jungkook singkat.

Pria Min itu mengerenyitkan dahinya. Tak paham maksud sang adik. "Kau menunggu siapa?"

"Tentu saja hyung."

"Kenapa harus menunggu giliranku?"

Jungkook meminta sang kakak agar telinganya mendekat "Yewon noona masih menunggu hyung, kan?" bisik Jungkook dan kemudian tersenyum geli.

"Yaak! Apa urusanmu---? Aish, suka sekali menggodaku sih? Aku ini hyungmu, Jeon. Lebih tua darimu." Yoongi memang malas jika adiknya sudah jahil menggodanya. Selalu berakhir menyebut nama gadis itu. Padahal, Yoongi juga belum tahu bagaimana perasaannya saat ini.

"Ah--- Ayolah, hyung. Jangan suka berpura-pura mengumpat pada perasaan sendiri. Aku sangat paham, hyung. Aku sudah dewasa." celoteh sang adik.

Yoongi kembali tersenyum geli "Dasar kelinci!" ujar Yoongi seraya kembali mengusak kasar kepala sang adik.

"Hehe---" Jungkook terkekeh sembaring memperlihatkan gigi kelincinya.

Menyebalkan sekali adiknya satu ini. Selalu saja ikut campur masalahnya. Terlebih lagi jika sudah menyebut nama Kim Yewon itu. Membuat Yoongi heran sekali menanggapinya.

"Apa Yewon noona masih mengejar hyung?"

_____***_____

     Yoongi terdiam, tak ingin menjawab. Jeng! Kembali seperti Min Yoongi yang biasanya. Malas merespon pertanyaaan orang. Membuat orang yang bertanya menyesal bicara padanya. Kumatnya kambuh lagi. Jungkook kesal, dan akhirnya memutuskan untuk bangkit dari sofa. Bergegas ke ruang makan karena ibunya sudah memanggil mereka berkali-kali.

"Ya sudah kalau tidak mau menjawab." ujar Jungkook seraya meninggalkan Yoongi yang masih terdiam di sofa.

Jungkook berhenti. Dan memutar balik badannya karena merasa sang kakak tidak bangkit mengikuti langkahnya menuju ruang makan.

"Hyung! Mau sampai kapan disitu? Ayo, makan." ajaknya.

"Nanti aku menyusul." jawab Yoongi datar. Atau--- hampir bisa dibilang melamun.

Sang adik kembali mendekati kakaknya. Dia tahu, mood kakaknya gampang berubah. Sulit ditebak. Namun, Jungkook paling paham. Dia adik kandungnya.

"Jangan memikirkan Yewon noona terus. Dia sudah mencintaimu, hyung." ujar Jungkook bijak.

Yoongi kembali menarik sebelah sudut bibirnya keatas "Siapa yang memikirkan dia?"

"Wajahmu memperlihatkannya begitu."

Lagi-lagi pria Min itu terdiam. Memejamkan matanya seraya memijat keningnya perlahan "Apa sikapku begitu terlihat jelas memimirkannya ya, Jeon?"

"Sangat, hyung! Bahkan, sikapmu mudah ditebak jika kau terlihat menyukainya."

Yoongi menghela nafasnya kasar. Kemudian, membanting kepalanya di sandaran sofa "Lalu, apa yang harus ku lakukan, Jeon?" Jeda, "Aku sendiri masih tidak mengerti bagaimana perasaanku."

_____***_____

     Sungguh, Min Yoongi sering kali terlihat frustasi begini memikirkan gadis itu di depan sang adik. Namun, Jungkook juga bingung ingin menjawab apa lagi. Selama ini, saran dari sang adik selalu diabaikan. Jangan salah, setiap Yoongi cuthat padanya soal gadis itu, sang adik selalu memberinya masukan dan dukungan.

     Namun, kembali lagi----

Kumatnya selalu saja datang setelah Jungkook memberi jalan keluar. Yoongi selalu mengabaikan saran dari sang adik. Entah, dia setuju atau tidak dengan saran Jungkook selama ini. Yang Jungkook tahu, kakaknya hanya diam seribu bahasa. Dan akhirnya--- lari lagi dari masalah. Ya, jadinya begitu-begitu saja. Tidak ada perubahan. Memang dasar orangnya saja yang malas berubah.

Tidak hanya malas gerak, tapi juga malas berubah. Itulah motto hidupnya Min Yoongi, mungkin.

© Aulia Dewi

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Hah, sudah berapa kali aku memberi masukan padamu, hyung! Sampai lelah bicara panjang lebar denganmu." ujar sang adik.

Yoongi masih membisu. Ah, rasanya ingin sekali Jungkook menyumpal mulut bisu sang kakak dengan sobekan kertas yang masih berserakan di lantai itu jika kumatnya datang lagi. Kesal, bukan?

Jungkook melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua.

"Kerja sana! Katanya mau membayar uang cicilan dan tunggakanku? Bagaimana bisa dapat uang kalau hanya berdiam di sofa begini?" ucap Jungkook, membuat lamunannya buyar.

Yoongi menghela nafas kasar, dan kemudian bangkit dari sofa "Iya, aku akan berangkat."

"Kita makan siang saja dulu. Ibu sudah memanggil berkali-kali."

.

.

.

~ to be continued ~