webnovel

How Can I Forget You?

Bella Ellista, seorang wanita cantik dan cacat, berusia 26 tahun. Di waktu remajanya, Bella merupakan salah satu atlet figure skating Klub Jerman yang cemerlang. Beberapa kompetisi pun berhasil dia raih. Kehancuran hidup gadis itu baru saja di mulai, begitu kesuciannya direnggut paksa dan ditukar dengan dollar yang masuk ke dalam kantung Phillip. Bagi Bella yang masih berusia 16 tahun dan mengalami musibah yang meruntuhkan dunianya. Kematian adalah pilihan yang Bella putuskan. Meski kematian yang Bella inginkan, kedatangan seorang remaja, menggagalkan usaha bunuh diri yang coba dia lakukan. Kenneth Wayne, merupakan seorang developer real estate terkenal di kota Zurich, Switzerland. Pertemuan tak sengaja pria itu dengan seorang wanita cacat bernama Bella, menghidupkan jantungnya yang kosong bergairah kembali. Antara penyesalan dan cinta, manakah yang akan menang pada akhir keduanya nanti? Jika semua kebenaran yang lama tertutupi mulai terkuak. Menyebabkan luka & derita.

Angela_Ann · Urban
Not enough ratings
24 Chs

Nightmare

Udara di penuhi bau amis darah yang menusuk hidungnya, membuat perutnya bergejolak mual. Saat Bella sadar dari pingsannya, warna merah pekat yang terdapat di depannya, membuat wajahnya langsung terdistorsi ngeri.

Arghhhh...!!! Teriak gadis itu melengking keras, urat di lehernya sampai terlihat karena betapa kencangnya suara gadis itu suarakan.

".... " Gadis itu; Bella, tampak sangat terkejut, dan wajah cantiknya berubah pucat seputih kertas.

Seorang remaja jatuh di atas tubuhnya dengan berlumuran darah, darah merah mengalir dari kepala remaja tersebut menetes jatuh di wajah pucat Bella yang pipinya terluka karena pecahan kaca.

Keheningan karena telinganya yang tidak bisa mendengar apapun, menambah horor pada ekspresi gadis itu.

"Tidak, tidak, tidak, jangan mati, jangan mati, Kumohon." ulang gadis itu merintih dengan suara lemah. Berharap orang yang tadi masih bergurau dan tertawa bersamanya akan bangun.

"Buka matamu! Hiks... Kumohon buka matamu, Ken."

"Jangan tinggalkan aku, Ken. Ken... Hiks... Bangun!"

Suara tersedu-sedu yang menyedihkan dan teriakan melengking dari dalam mobil yang hancur itu, menjadi satu-satunya suara di jalan tol yang gelap gulita dan sepi.

"Bella, ya Tuhan... Bell, bangun! Kau sedang mimpi buruk."

Bella langsung tersentak bangun dari tidurnya, keringat dingin mengalir di punggungnya, membasahi piyama yang Bella kenakan.

Sean yang akan pergi dari kamar Bella langsung memutar tubuhnya panik. Mendengar teriakan keras Bella di atas ranjang membuatnya sangat terkejut.

Sean memeluk tubuh gemetar Bella, menenangkan gadis itu yang matanya membeliak ketakutan. "Ukhh... Darah. Banyak darah..."

"Tidak ada darah, tidak ada darah sama sekali, Bell." sanggah Sean menarik wajah Bella yang tak fokus dekat ke wajahnya.

"Lihat aku... Lihat aku Bell, itu hanya mimpi, semua yang kau lihat dalam mimpimu tidak nyata."

Bella menggeleng, lalu merintih di dalam pelukan Sean, "Kakiku sakit, Grandma. Sakit... Sakit sekali." beritahu Bella menunjuk kaki kirinya yang lumpuh. Padahal, sejak dokter mendiagnosa kaki kirinya menjadi lumpuh permanen, dokter sudah memberitahu, kaki kirinya akan berubah menjadi mati rasa dan Bella tidak akan bisa merasakan apapun lagi pada kaki kirinya yang cacat.

Sean terlalu terkejut dengan perubahan Bella dan panggilannya barusan yang menganggapnya sebagai Laura; nenek Bella yang tinggal di Jerman.

"Kau aman, Bella. Aku di sini, jangan takut, jangan takut. Tidak akan ada yang menyakitimu."

Sean sepenuhnya merengkuh tubuh Bella yang lemas, menenangkan gadisnya yang terus meracau tak jelas, ciuman seringan bulu diberikan Sean pada dahi Bella yang berkeringat dingin berulang-ulang.

"Kakiku sakit... Sakit sekali." rintihan kesakitan yang Bella katakan, menikam jantung Sean berantakan.

"Tidak sakit Bell, tidak sakit. Kau baik-baik saja, kau akan baik-baik saja."

Jungma yang mendengar suara teriakan dari lantai atas, lantas pergi ke tempat tuan muda dan nona-nya berada.

Dia memang sengaja memberi waktu untuk tuan muda Sean, yang memintanya waktu untuk menemani Bella sebentar.

Setengah jam, waktu yang diberikannya dan dia pun turun ke bawah setelah selesai mengganti baju nona-nya dengan piyama tidur di dalam lemari, kemudian duduk di ruang televisi sambil menunggu tuan muda Sean turun dari menemani nona-nya.

Sebagai asisten rumah tangga yang sudah bekerja lama di rumah Calgary, Jungma sudah hapal betul dengan kebiasaan tuan muda Sean setiap kali datang ke rumah ini, ataupun saat keduanya pulang malam-malam begini dari pesta yang mereka hadiri.

"Tuan muda, kenapa dengan nona Bella?" tanyanya panik, saat dilihatnya nona-nya tertidur sambil mencengkeram kemeja Sean kuat dan suara merintih sakit bisa didengarnya juga meski wajah nona-nya terkubur di dada tuan muda Sean.

"Aku akan menginap di sini malam ini, nyalakan saja CCTV kamar ini, Bibi Jung." perintah Sean pada wanita paruh baya di sampingnya.

"Jangan beritahu Sam keadaan Bella yang seperti ini. Sam akan sangat khawatir mengetahui Bella dengan kondisi begini."

"Tapi..."

"Pergilah. Aku yang akan menemani Bella malam ini, dan jangan lupa permintaanku barusan. Kau bisa keluar sekarang.