webnovel

HALUSINASI

Loria mengerjapkan matanya perlahan seraya menatap pria tersebut dalam diam. Samar terlihat ia seperti Shane namun beberapa kali kemudian sosoknya menghilang digantikan oleh sosok pria yang tak ia sukai. Eldrick Holmes.

"KAU!!" Loria mendorong tubuh Eldrick kuat-kuat seraya menaikan nada suaranya. "Apa yang kau lakukan disini? Bagaimana kau bisa masuk ke dalam rumahku? Kau menguntitku? Jawab!!" Loria nampak gusar dan membrondong Eldrick dengan berbagai macam pertanyaan.

Eldrick yang sedari tahu benar bahwa Loria akan bereaksi seperti ini nampak sudah menyiapkan mentalnya untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan konyol yang Loria lontarkan padanya.

"Pertama," Eldrick berkata sembari mengacungkan 1 jarinya di udara. "Aku hanya sedang memastikan apakah kau pulang dengan aman setelah kejadian kemarin malam di rumahku atau tidak. Kau tak menjawab ponselmu meski aku menghubungimu berkali-ka—"

"Apa pedulimu," sela Loria kesal. Namun Eldrick tak mengindahkannya.

"Kedua, ketiga, keempat dan semua pertanyaanmu barusan, aku akan menjawabnya sekaligus." Ucap Eldrick sembari lagi-lagi mengacungkan jari-jarinya di udara. "Kuharap kau tak menyela ucapanku," Eldrick menambahkan.

"Terserah," ucap Loria sembari memutar bola matanya. Ekspresinya jelas masih terlihat amat kesal saat melihat Eldrick seperti itu.

"Aku hanya menebak berapa nomor pin pintu apartementmu, kurasa itu adalah tanggal ulangtahunmu dan itu benar," Eldrick menjelaskan. "Kuharap kau mengganti nomor pinnya agar orang-orang tak bisa sembarangan masuk ke dalam sini," lanjut Eldrick dengan ekspresi wajah mengejek yang mendominasi.

Loria menarik selimut bedcover miliknya sampai menutupi seluruh tubuhnya bahkan kepalanya. Ia sudah enggan mendengar apa yang Eldrick katakan padanya.

"Menguntit? Kau bilang aku menguntitmu? Aishh, yang benar saja Nona Loria Winslow yang terhormat, aku hanya mencemaskan pasienku dan kau adalah pasienku sekarang,"

"Masa bodoh," sahut Loria dari dalam selimut.

"Baiklah karena sudah melihatmu baik-baik saja dan nampak memiliki banyak tenaga untuk menjalani harimu, aku akan pergi,"

"Pergi dan jangan kembali, keluar dari kamarku dan jangan menampakan dirimu di hadapanku lagi," sahut Loria. Ia masih menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tanpa mau menatap atau melihat Eldrick. Ia merutuki dirinya sendiri yang terus menerus mengalami gejala halusinasi. Bodohnya lagi itu selalu saat ia melihat Eldrick.

Terdengar langkah kaki yang semakin lama semakin menjauh, tentu saja Loria berpikir bahwa Eldrick sudah pergi meninggalkan kamar dan apartementnya. Loria yang masih merasa kesal karena tak mendapatkan ucapan permohonan maaf dari Eldrick tiba-tiba saja berteriak kencang.

"Kupikir kau datang untuk meminta maaf padaku! MENYEBALKAN!"

"Ah, tentu saja aku pun seharusnya menyampaikan permintaan maafku karena aku mengatakan hal yang sesungguhnya padamu kemarin malam," sahut Eldrick santai.

Mendengar suara Eldrick tentu saja membuat Loria terkejut setengah mati. Ia mengintip dari balik selimut yang ia kenakan, memandang ke sekeliling kamarnya, mengamati setiap sudut ruangan yang ia yakini sudah kosong. Apakah ia kembali berhalusinasi?

"Apa aku masih berhalusinasi? Mengapa aku mendengar suara Eldrick barusan? Aku yakin ia sudah pergi keluar dari sini," Loria berkata sendirian.

"Aku masih disini," tandas Eldrick. "Astaga, kau benar-benar tak bisa membedakan saat kau sedang berhalusinasi dan saat benar-benar sedang sadar?" Eldrick menggelengkan kepalanya. Kini ia benar-benar berdiri tepat disamping Loria.

"KAU!!" lagi-lagi Loria berteriak kencang. Teriakan yang cukup memekakan telinga dan membuat Eldrick hampir saja menutup kedua lubang telinganya menggunakan jari telunjuknya.

"Berhenti berteriak seperti itu, kau bisa membuatku tuli," tukas Eldrick. "Bangunlah, kau perlu melakukan terapi pagi ini," lanjut Eldrick seraya menarik selimut yang Loria kenakan.

Loria jelas memelototi Eldrick. Ia tak suka ada seseorang yang mengatur hidupnya seperti sekarang, apalagi Eldrick adalah sosok yang baru saja ia kenal selama beberapa hari.

"Ini hari libur dan aku hanya ingin tidur," Loria berkata sembari membalikan posisi tubuhnya agar ia bisa membelakangi Eldrick.

"Apa kau semalas ini? Aku baru tahu jika sebenarnya sang pengacara hebat kota London bisa semalas dan semenyedihkan ini," racau Eldrick.

"Pergilah," Loria menyaut tanpa basa-basi.

Bukannya pergi sesuai perintah yang Loria titahkan padanya. Kali ini Eldrick menggendong Loria dengan sekuat tenaganya, membopongnya layaknya seorang pengantin pria yang akan merebahkan pengantin wanitanya ke atas tempat tidur.

Bukan ke atas tempat tidur karena Loria memang sudah berada di atas tempat tidurnya yang nyaman. Eldrick membawa Loria masuk ke dalam kamar mandi mewah milik Loria tentu saja, dan memasukannya ke dalam bath up yang entah kapan sudah terisi oleh air hangat lengkap dengan bath bomb aromatherapy yang sudah melebur menjadi satu bersama air.

Kali ini Eldrick dapat melihat dengan jelas bahwa Loria sudah mau membuka mulutnya lagi dan meneriaki dirinya dengan sebutan 'KAU'. Dengan cepat pula Eldrick mengantisipasi hal tersebut. Ia menempelkan jari telunjuknya tepat di depan bibir Loria dan itu berhasil membuat Loria terdiam, meski ia tak menampik bahwa Loria masih menatapnya dengan tatapan marah dan dingin.

"Aku akan menunggumu di luar, kuharap kau tak kembali tidur karena terlalu asik menikmati sensasi air hangat dan juga bath bomb pilihanku," ucap Eldrick seraya pergi keluar dari kamar mandi.

"Menyebalkan! Tentu saja aroma ini menenangkan dan akan membuatku tenang, jelas semua bath bomb ini berada di dalam kamar mandiku dan ini milikku," sahut Loria. Namun Eldrick tak menanggapinya, ia sudah melangkahkan kakinya keluar dari dalam sana dan menunggu Loria tepat di ruang tamu.

Eldrick dapat melihat dengan jelas bahwa Loria tak terlalu suka suasana rumah yang ramai dengan begitu banyak warna di dalamnya. Loria lebih menyukai kombinasi warna mocca yang hangat dan juga putih. Pandangan mata Eldrick tertuju pada foto berbingkai gold besar di tengah ruangan. Foto pre-wedding Loria dan juga Shane.

Ia terus menatap Shane dan Loria yang terlihat sangat bahagia disana. Siapa sangka Loria memiliki trauma yang susah payah ia sembunyikan sendirian.

"Beruntungnya kau," gumam Eldrick seraya menunjuk Shane.

"Kau mengenalnya? Tentu tidak, kan?" Loria tiba-tiba saja bertanya. Ia masih menggenakan kimono handuk lengkap dengan handuk yang masih bertengger di atas kepalanya.

"Kau sudah selesai? Suasana hatimu sudah membaik bukan? Ah, terdengar dari nada suara bicaramu, kau sudah baik-baik saja," ucap Eldrick yang sedang bertanya pada Loria namun menjawabnya juga sendiri.

"Aku bertanya padamu kau tak mengenalnya bukan?" tanya Loria lagi.

"Tentu tidak, aku hanya bilang bahwa ia beruntung," sahut Eldrick lagi.

Hening. Kecanggungan mulai kembali menyelimuti mereka berdua dan Eldrick buru-buru mengatasinya.

"Keringkan rambutmu dan ganti pakaianmu," ucap Eldrick seraya membalikan tubuh Loria pelan dan menitahkannya masuk kembali ke dalam kamar.

"Aish, kau! Mengapa kau terus menerus menitahkanku seakkan kau adalah atasanku," tandas Loria kembali kesal. Nada suaranya kembali sama seperti biasanya. Ya! Memang begitu seharusnya, Loria yabg dingin dan angkuh dan Eldrick yang usil.

"Pergilah, kau harus sembuh," gumam Eldrick pelan.