webnovel

HIS VIRGIN LEECH

(21+) Manteman yang merasa di bawah umur mohon jangan baca ya, nanti aku dikutuk jadi batu trus masuk neraka ;( *** (VOLDER side story) Karir Ludmila Benson sebagai reporter yang menginvestigasi kasus korupsi calon walikota San Fransisco, Bill Kovach, berada di ujung tanduk. Rencana nekat Ludmila untuk memasang penyadap di kantor Sebastian Moran, satu-satunya dalang dibalik kekuatan sang calon walikota, berbalik menjadi boomerang untuknya. Bukan informasi mengenai Bill Kovach yang Ludmila dapatkan, tapi informasi gelap lain yang seharusnya tidak untuk di dengar telinganya. Dan Sebastian tidak tinggal diam saat tahu ia sudah dipermainkan, baginya pembalasan harus setara dua kali lipatnya. Bagaimana Ludmila berlari dari jerat Sebastian yang bertekad untuk mendapatkan jiwa dan tubuhnya sebagai ganti rugi? Mampukah Ia menguak sisi gelap Sebastian yang selama ini disembunyikannya rapat-rapat? *TAMAT*

ceciliaccm · Fantasy
Not enough ratings
23 Chs

Chapter 20

(POV - Ludmila Benson)

"Apa... Apa yang baru saja kau katakan?"

Aku pasti sudah salah dengar.

"Kau baru saja minum darah." Sebastian berdiri di depanku dengan ekspresi tenang di wajahnya. Aku tidak tahu apakah Ia sedang bercanda atau serius, tapi aku curiga yang kedua. Sebastian sepertinya bukan tipe orang yang sering bercanda.

"Da—Darah?" Tenggorokanku terasa tercekat. Sejujurnya aku tidak merasakan apa-apa saat meminumnya barusan, malah samar-samar rasanya seperti minuman coklat dingin yang kental. Tapi anehnya rasa sakit dan kering di tenggorokan berkurang drastis setelah meminumnya.

Ia mengangguk singkat. "Ludmila, aku baru saja mengubahmu saat—"

Kuangkat tanganku untuk menghentikan ucapannya. "Tunggu dulu!"

Kupejamkan kedua mataku lalu kutampar pipiku dengan salah satu tanganku, tamparanku cukup keras hingga suaranya hampir bergema di kamar ini.

Rasa sakit sekaligus panas di pipiku membuatku sadar... Sepertinya aku tidak sedang bermimpi.

Saat membuka mataku lagi, Sebastian menatapku dengan agak terkejut.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan sedikit khawatir.

Aku tidak menghiraukan pertanyaannya.

"Apa yang kau katakan barusan?" suaraku berubah agak melengking karena shock yang kurasakan.

Sebastian terlihat ragu, Ia menatap gelas di sampingku sebelum kembali mengarahkan kedua mata abu-abunya kepadaku.

"Ludmila..."

"Kau mengubahku menjadi... menjadi sepertimu?"

Histeria... Aku mendengar nada histeris dalam suaraku saat ini. Kuangkat tanganku untuk memeriksa gigiku, tapi tidak ada gigi taring seperti milik Devlin Moran di dalam mulutku.

"Ludmila." Sebastian memanggilku lagi, jadi pandanganku kembali padanya.

"Kau pasti sedang bercanda, kan?"

Aku berdiri dari tempat tidur. Selimut satin yang sebelumnya membungkus tubuh telanjangku meluncur jatuh ke lantai, tapi aku tidak mempedulikannya. Dengan langkah terburu-buru aku menuju kamar mandinya untuk mencari cermin.

Aku pasti sudah gila. Berjalan telanjang ke kamar mandinya...

Tapi rasa takutku lebih besar dari rasa maluku saat ini. Kubuka mulutku lebar-lebar di depan cermin lalu mencari taring di antara gigiku yang rata.

Tubuhku juga tidak merasakan apa-apa selain sangat sehat dan bugar. Wajahku terlihat... agak berbeda tapi aku tidak dapat menemukan perbedaan drastis selain lebih... bersinar dari sebelumnya?

Glowing. Seperti wajah seseorang yang baru saja keluar dari spa.

Sebastian berdiri di belakangku dengan ekspresi suram, seakan-akan Ia menyesal sudah mencandaiku. Aku baru saja ingin menegurnya, tapi Ia mendahuluiku membuka mulutnya.

"Taring tidak akan muncul dalam keadaan normal." jelasnya.

Ia menyerahkan jubah mandi yang ada di dekatnya untukku. Aku berbalik dan memandangnya dengan mulut agak menganga.

"Kau benar-benar telah mengubahku..."

Ia mengangguk dengan serius sebelum membungkus jubah mandi itu ke tubuhku.

"Sebaiknya kita kembali ke tempat tidur." gumamnya sambil membimbingku keluar dari kamar mandi luasnya.

Kepalaku masih berusaha menangkap penjelasannya yang setengah-setengah diiringi dengan perasaan shock ku.

Aku duduk di atas ranjang dengan pandangan kosong yang terarah pada pintu kamarnya. Seharusnya saat ini aku sudah mati, aku yakin tembakan si brengsek Kovach kemarin mengenai dadaku dengan sempurna.

Kuangkat kedua tanganku lalu mengamati diriku dengan tidak percaya.

"Aku... Aku akan berubah menjadi vampire?"

"Tidak." Jawaban Sebastian membuatku mendongak ke arahnya lagi.

"Manusia yang diubah Volder akan menjadi Leech. Dan seperti yang Devlin jelaskan sebelumnya... Vampire hanya legenda buatan manusia, Ludmila."

"Volder, Leech, Vampire," ulangku dengan anggukan. Kuraih tangannya dengan jari-jariku yang terasa dingin.

"Leech?" Aku sudah mendengar penjelasannya tentang Volder, tapi Leech masing terasa asing bagiku.

"Bisa dibilang Volder adalah darah murni, sedangkan Leech adalah darah campuran karena mereka manusia yang diubah. Setiap Leech akan menyerap kekuatan Volder yang mengubahnya, karena aku yang mengubahmu saat ini di tubuhmu mengalir sedikit darah dan kekuatanku juga."

Mengubah dan diubah... Ia mengucapkannya dengan sangat mudah.

"Sebastian... kau melakukannya karena aku hampir mati, kan?"

"Iya." Tidak ada keraguan dalam suaranya. "Jika aku harus mengulanginya lagi, aku akan melakukan hal yang sama."

Kupejamkan kedua mataku selama beberapa saat. Tangannya yang hangat menggenggam tangan dinginku, aku sangat menghargai setiap hal kecil yang Ia lakukan untuk membuatku tenang.

Seluruh rasa histeris, panik, dan takutku memudar saat aku membuka kedua mataku lagi. Kuremas tangannya sebelum mengangguk mengerti.

"Beritahu aku semuanya. Dari awal hingga akhir."

***

Selama satu jam terakhir Sebastian menjelaskan dan menjawab berbagai pertanyaanku dengan sabar.

Kedua matanya mengamatiku dengan seksama, seakan Ia sedang menunggu setiap perubahan ekspresi di wajahku. Sesekali Ia berhenti sejenak dan membiarkanku mencerna seluruh informasi yang baru saja dijelaskannya.

Tangannya tidak melepaskan genggamannya dariku sejak tadi.

Lama-lama aku hanya fokus mendengarkan suaranya yang berbicara. Aku tidak peduli lagi dengan penjelasannya. Wajah tenangnya tidak berubah sejak tadi, dan entah kenapa melihatnya membuatku merasa tenang juga.

Sebelum kusadari tanganku yang satu lagi bergerak untuk menangkup wajahnya, seketika bibirnya berhenti bicara.

Aku tidak tahu apa yang kurasakan saat ini. Mungkin ini hanya efek samping histeria yang barusan kurasakan, tapi aku sangat ingin menciumnya.

Tapi akal sehatku kembali lagi saat pandangan bertanyanya tertuju padaku. Aku benar-benar sudah gila.

Aku bermaksud menarik tanganku dari wajahnya tapi Sebastian mencegahku dengan menahan pergelangan tanganku.

"Selama beberapa hari terakhir ini aku bertanya-tanya mengapa kau melemparkan dirimu di depanku saat Bill menembakku."

Tatapan seriusnya yang intens membuatku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Sejujurnya, aku sendiri juga tidak tahu jawaban dari pertanyaannya. Tubuhku bergerak begitu saja saat aku melihat Bill Kovach menarik pelatuk pistolnya.

"Ludmila?"

"Aku... Aku tidak tahu," jawabku sambil menggigit bibirku.

Kedua matanya teralih pada bibirku sesaat. "Seharusnya kau tidak melakukannya..."

Kutelan ludahku untuk membasahi tenggorokanku yang tiba-tiba terasa kering. "Memangnya kenapa?"

Sebastian menarik tanganku yang menangkup wajahnya lalu mencium bagian dalam telapak tanganku sementara kedua matanya masih memandangku tanpa berkedip.

Jantungku berdebar keras bersamaan dengan atmosfir di antara kami yang berubah intens.

"Karena sekarang aku tidak yakin aku bisa melepaskanmu lagi setelah tujuh malam kita berakhir, Ludmila."

"Apa maksudmu?"

"Sekarang kau adalah Leechku, darahku juga mengalir dalam tubuhmu."

Kedua mata abu-abunya berkerlip puas sebelum Ia melanjutkan. "Ludmila... kau akan menjadi milikku selamanya."

Setelah mendengar ucapannya, sekarang aku tidak yakin lagi. Apa keputusannya mengubahku menjadi Leech didasari karena aku hampir mati... atau karena Sebastian yang menginginkannya.