webnovel

Apakah Aku Berhak Bahagia?

Keesokan harinya Hwa pergi dari apartemennya saat matahari belum sepenuhnya terbit. Dia menuju ke tokonya dan berkutat dengan rangkaian bunga. Dia juga merangkai sebuah bouquet bunga krisan yang menandakan kesedihan mendalam. Setelah selesai dengan rangkaian bunganya, Hwa pergi ke sebuah tempat yang dinamakan rumah abu, tempat di mana kendi keramik berisikan abu dari orang yang telah tiada itu tersusun rapi di sana.

Dia menuju ke sebuah lemari yang disetiap lokernya tersusun rapi sebuah kendi bersama fotonya. Hwa mengusap kaca loker itu, dan menempelkan dua tangkai bunga yang ia bawa di depan kacanya. Di dalam sana terlihat sebuah kendi berukirkan nama Lee Donghae.

"Apa ayah bahagia di sana?" Hwa menatap kendi itu.

"Apa aku boleh menyusul ayah?" ucapnya.

"Apa aku boleh bahagia?" Hwa terus bertanya walau tak ada yang menjawabnya. Hwa memejamkan kedua matanya, dan buliran bening membasahi pipi gadis itu.

Cukup lama gadis itu berdiri di depan loker itu, dia hanya bisa menangis. Raganya mungkin terlihat baik-baik saja, tapi luka di hatinya kembali terbuka. Dengan susah payah dia menutup lukanya, dan orang lain dengan seenaknya membuka kembali luka-lukanya

Saat Hwa akan pergi dari sana, langkahnya terhenti karena di hadapannya sekarang telah berdiri kakek serta neneknya. Tatapan penuh kebencian itu menusuk Hwa, tangisan neneknya pecah tatkala melihat gadis itu berada di depannya. Dia meraung-raung sambil memegangi baju Hwa.

"Aigoo, kenapa gadis sial ini kembali muncul. Aigoo… kau masih punya hati untuk memperlihatkan wajahmu di hadapanku?" Dia meraung-raung sambil memukuli Hwa, dan gadis itu hanya diam membeku sambil terus meneteskan air mata.

Di belakang mereka, Eunhee berdiri dengan senyuman puas. Menandakan bahwa dia berhasil membuat kakaknya itu kembali merasakan rasa sakit. Dia ingin mengurungnya dalam ruangan penuh memori menyesakkan.

"Pergi! Jangan berani menampakkan wajahmu di hadapan kami!" gertak kakeknya.

Hwa akhirnya pergi dengan dada yang dipenuhi rasa sesak. Gadis itu bahkan sudah tak bisa meneteskan air mata lagi. Disekanya air mata yang membasahi pipinya. Lalu dia berjalan tanpa tujuan.

Hingga dia sampai di jembatan Mapo. Kakinya terus berjalan sedangkan tatapannya kosong, kepalanya dipenuhi oleh riuh. Gadis itu melihat ke setiap tulisan yang ada di pagar jembatan.

"Saat ini, sekarang semua akan baik-baik saja. Jangan khawatir. Ada begitu banyak hal yang belum kau lakukan, semangat! Tolong cintailah dirimu sendiri! Kamu berhak bahagia."

Hwa terus berjalan hingga dia sampai di taman, gadis itu duduk sejenak di sana, meluruskan kakinya. Dia menarik nafas dalam dan memejamkan matanya. Lalu dia membuka matanya dan melihat langit yang cerah.

"Kali ini aku tak akan kalah." Gadis itu bangkit dan berjalan menuju halte. Tak lama menunggu, bus akhirnya datang dan membawanya pergi ke halte berikutnya.

Hwa turun dan berjalan sedikit hingga dia sampai di sebuah restoran yang cukup terkenal. Gadis itu masuk ke sana lalu duduk dan memesan sebuah makanan dan segelas minuman. Setelah selesai dengan makanannya gadis itu tetap duduk di sana, menunggu seseorang keluar dari dapur restoran itu.

Hwa meraih ponselnya dan mencari sebuah nama di sana, dibukanya sebuah ruang chat yang bernamakan Rhino.

"Aku merindukanmu." Tulisnya.

Dan tak lama setelah pesan itu terkirim, seorang pria keluar dari arah dapur restoran dan bergegas menuju pintu keluar. Hwa mengikuti pria itu, dia berlari kecil agar bisa menyamakan langkahnya. Hingga akhirnya pria itu berhenti dan Hwa memeluknya dari arah belakang.

Ya, pria itu adalah Minho, dan baginya arti pesan yang Hwa kirim untuknya adalah "aku sedang tidak baik, aku membutuhkanmu." Itu sebabnya Minho bergegas keluar dan pergi untuk mencari Hwa.

Minho masih terdiam saat Hwa memeluknya dari belakang. Dia membiarkan gadis itu mengeluarkan perasaannya tanpa terlihat olehnya. Kini dia hanya bisa mengelus tangan gadis itu, meyakinkannya bahwa dia tak sendiri.

Setelah cukup lama Hwa memeluk Minho, dia melepaskan pelukannya dan Minho berbalik agar bisa melihat gadis itu. Minho mengelus kepala gadis di hadapannya itu. Kemudian dia menggenggam tangannya dan mengajaknya pergi.

Sesampainya mereka di dekat sebuah motor, Minho memakaikan sebuah helm pada Hwa dan menyuruh gadis itu untuk naik ke atas motor. Hwa naik dan Minho menarik tangan gadis itu untuk memeluknya dengan erat.

Dia mengendarai motornya menuju ke stasiun. Sedangkan Hwa menikmati terpaan angin yang menyapa wajahnya. Gadis itu tak bertanya kemana Minho akan membawanya. Yang jelas pria itu pasti akan membawanya ke tempat dimana banyak pemandangan yang indah.

Sesampainya di sana, mereka segera menaiki subway untuk pergi ke Wangsan Beach. Setelah perjalanan dua setengah jam dan beberapa kali berganti subway serta naik bus, akhirnya mereka sampai di Wangsan.

Minho ingin mengajak Hwa untuk menikmati sunset di pantai Wangsan. Dia menggandeng tangan Hwa dan berjalan sekitar lima menit untuk bisa sampai di pantai Wangsan.

Sesampainya di sana, Hwa berlarian di atas pasir sambil tersenyum sedangkan Minho berjalan di belakangnya. Mereka akhirnya duduk di atas pasir menghadap ke arah lautan. Mereka tak saling berbicara, hanya suara deburan ombak yang mengisi telinga mereka.

Pemandangan langit yang sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi orange memanjakan mata mereka. Terkadang kita hanya perlu duduk diam seperti ini, menikmati apa yang alam suguhkan, dan mendengarkan semua riuh dalam kepala.

Hwa menyandarkan kepalanya pada bahu Minho. Sekarang rasanya semua beban yang ada di bahunya terlepas sejenak. Semua rasa sakit itu kini telah terobati dengan kehadiran Minho.

Minho tak menanyakan apapun pada gadisnya itu, yang dia tau, Hwa tengah menghadapi sebuah kesulitan. Entah itu tentang luka masa lalunya ataupun masalah apapun itu. Bagi Minho, Hwa adalah yang paling berharga dan dia harus menjaganya.

Minho mungkin tak bisa memberi solusi bagi Hwa, tapi bahunya selalu ada untuk gadis itu, pelukannya selalu siap merengkuh gadis itu, dan dia selalu siap untuk ada di sisi gadis itu, seperti saat ini. Menikmati waktu berdua dengannya dan berusaha saling memahami.

Saat matahari perlahan turun ke peraduannya, Hwa mengambil tangan Minho dan menggenggamnya. Dia berharap apapun yang terjadi besok semoga dia selalu dikuatkan, dan untuk hari ini dia bersyukur karena Minho ada di sisinya.

Hwa dan Minho, adalah dua orang yang penuh luka. Namun, keduanya bisa saling melengkapi dan menyempurnakan kekurangan satu sama lain. Bagi keduanya, masing-masing dari mereka adalah berlian berharga yang harus dijaga.

Jika salah satu diantara mereka ditanya, apakah ada malaikat yang penuh dengan luka? Mereka pasti akan menjawab, ya, tak semua malaikat memiliki sayap yang putih dan indah. Terkadang kamu juga akan menemukan malaikat yang penuh dengan luka, yang selalu siap merengkuhmu dalam pelukan hangatnya.