Akmal melepaskan pelukannya setelah melihat kekasihnya menangis sesenggukan. Ia sungguh khilaf dan kehilangan akal sehatnya. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah hanya ingin memiliki kekasihnya dengan utuh. Ia sungguh tidak rela melihat wanita yang sangat ia cintai, menikah dengan orang lain. Ini sangat sulit untuk ia terima.
"Maafkan Aa, Habibaty. Bukan maksud Aa untuk menodai dirimu," ucap Akmal seraya menatap penuh penyesalan.
"Sebaiknya sekarang Aa pulang. Hubungan kita sudah berakhir. Meski pun ini sakit, tapi sungguh lebih sakit perlakuan Aa pada Kinay!" ujar Kinayya dengan suara yang bergetar karena menangis.
Sekali lagi, Kinayya sungguh menyesal karena bersedia menghampiri kekasihnya itu. Andai saja ia tidak menemui kekasihnya di tempat itu, sudah pasti ia tidak akan mendapatkan pelukan dari kekasihnya. Sebuah pelukan dari sang kekasih mungkin adalah hal yang wajar dan biasa saja bagi sebagian orang. Namun, tidak bagi Kinayya. Ia sungguh merasa marah dan tidak terima saat Akmal menyentuh tangannya lalu memeluk tubuhnya.
"Maaf, Kinay. Aa hanya tidak ingin berpisah denganmu. Aa sangat mencintaimu, Kinay!" ucap Akmal seraya menatap sendu dan penuh permohonan.
"Kita memang tidak ingin dipisahkan, Aa. Tapi ... nyatanya Allah ingin memisahkan kita. Yakini saja jika pilihan Allah lebih tepat dan terbaik bagi kita berdua," ujar Kinayya yang tampak mencoba untuk tetap husnuzon pada Allah.
"Apa pun itu, Aa akan tetap menunggumu hingga kembali Allah satukan dalam kerinduan dan mahabbah yang dalam," ucap Akmal penuh perasaan.
Kinayya mengusap air matanya pelan. Terasa sesak di dada saat melihat wajah lelaki yang ia cintai pada malam ini. Akmal terlihat kusut dan penuh derita. Ia sungguh tahu jika kekasihnya itu tidak rela dengan takdir yang Allah tetapkan. Namun, apa yang bisa mereka lakukan selain pasrah dan menjalankan skenario Tuhan.
"Suatu saat nanti, kamu pasti akan merindukan aku, Kinayya," ucap Akmal seraya menatap sendu pada kekasihnya.
Kinayya tidak dapat membalas ucapan kekasihnya, hatinya sungguh perih bila mendengar kata rindu. Bahkan, setiap detik pun ia selalu merasa rindu pada kekasih tampannya itu. Rindu mungkin hanya sebuah kata yang terdengar syahdu. Namun, dalam kata rindu, terdapat air mata bagi insan yang merasakan rindu itu.
"Jangan pernah lupa pada cinta kita berdua, Kinayya. Aku sungguh tidak akan mampu melupakan insan yang sudah melekat dalam qolbuku. Semoga Allah tidak menjauhkanku darimu. Aku akan tetap menunggu hingga Allah putuskan kau menjadi milikku. Kinayya, aku ingin kamu bahagia di mana pun dan dengan siapa pun. Tapi ... jika kamu tidak bahagia, maka jangan sungkan-sungkan untuk datang padaku. Akulah orang yang siap membahagikanmu hingga ke surga," tutur Akmal yang berhasil membuat Kinayya semakin terisak sedih.
Kinayya menutupi wajahnya menggunakan hijabnya. Ia benar-benar tidak sanggup menjalankan kehidupan tanpa kekasihnya. Akmal adalah sosok lelaki yang mampu membuat jiwa raganya bergetar dan terasa hidup. Akmal adalah sosok lelaki yang selalu menyemangati dirinya dalam menimba ilmu maupun menjalani hidup.
"Kinay tidak ak—" Kinayya tampak menggantung ucapannya saat ia melepas helai hijab dari wajahnya.
Akmal sudah tidak ada di hadapannya. Sepertinya lelaki tampan itu sudah pergi meninggalkannya di sana. Kinayya tahu, keadaan mereka berdua sama-sama sangat perih dan menderita. Andai saja kedua orang tua Akmal atau gurunya sendiri mengetahui hubungannya dengan Akmal, ia yakin perjodohan ini tidak akan terjadi.
"Aa!" panggil Kinayya seraya mengedarkan pandangannya ke segala arah.
Akmal sudah tidak ada di tempat itu. Kini, hatinya semakin runtuh dan melemah. Ia sangat rindu, namun ternyata Tuhan tidak mendukung hal itu. Ketika Akmal berada di hadapannya, ia seolah tegar dan tega mengusir kekasihnya itu. Namun, saat Akmal sudah pergi, ia merasa ingin melihat kekasihnya kembali.
"Kinayya sangat mencintaimu, Aa. Sangat, sangat...." Kinayya runtuh ke tanah. Ia membiarkan tangannya menyentuh tanah. Pundaknya bergetar karena menangis.
Setiap pertemuan, pasti ada perpisahan. Itulah yang Kinayya alami. Untuk sementara mungkin ia rela berpisah dengan kekasihnya. Namun, ke depannya sungguh ia tidak tahu apa yang akan terjadi.
"Kinayya!" Terdengar suara seorang wanita yang berhasil membuat Kinayya menoleh cepat.
"Ibu," ucap Kinayya bergumam lirih. Buru-buru ia pun bangkit berdiri dan membersihkan tangannya yang tadi menyentuh tanah.
"Apa yang kamu lakukan di sini, Nak? Ini sudah malam. Kenapa kamu belum tidur?" tanya Bu Ratna yang tak lain adalah Ibunya Kinayya.
"Emh, Kinay sedang ... emh, sedang...." Kinayya gugup dan bingung harus menjawab apa. Ibunya pasti sangat heran dan curiga padanya.
"Apa yang terjadi? Kenapa menangis?" tanya Bu Ratna penuh selidik. Ia sangat tidak mengerti mengapa putrinya berada di luar dan terlihat menangis.
"Tidak apa-apa, Bu. Sepertinya Kinay tadi mimpi buruk," jawab Kinayya beralibi.
"Ya Allah. Apakah lupa tidak baca doa?" tanya Bu Ratna.
"Emh ... sepertinya begitu, Bu," jawab Kinayya.
"Sebaiknya sekarang kita masuk, Nak. Ibu rasa ... kamu sangat terbeban atas pernikahan yang akan kamu lakukan besok," ucap Bu Ratna.
"Bagaimana lagi, Bu. Kinay tidak mengenal lelaki itu. Melihat wajahnya pun Kinay tidak pernah," ratap Kinayya dengan raut wajah sedihnya.
Bu Ratna mengusap lembut puncak kepala putrinya. "Tenang saja, Nak. Allah pasti punya cara untuk menjadikan kalian berdua sepasang suami istri yang saling mengenal satu sama lain, luar maupun dalam."
Kinayya mengangguk kecil. Sejujurnya ia berat meninggalkan Akmal, itu alasan utamanya. Jika saja ia belum memiliki cinta untuk lelaki lain, pasti tidak akan sulit dan sakit baginya menikah dengan Ghaisan lalu beradaptasi menjadi istri lelaki yang sama sekali tidak ia kenali itu.
Sebuah kotak kecil tergeletak di amben saung. Hal itu membuat Kinayya diam-diam meraih kotak kecil itu saat sang Ibu sudah berjalan untuk kembali masuk ke rumah. Sepertinya kotak kecil itu Akmal yang membawanya.
Sementara itu, Akmal kini mengendarai sepeda motornya dengan pelan. Hatinya begitu remuk dan pikirannya kacau. Untung saja ia masih ingat Allah. Jika tidak, sudah pasti ia kehilangan imannya hingga membunuh dirinya sendiri.
"Kupastikan kau tidak akan bisa melupakanku, Kinayya. Kalaupun bisa, aku yang akan terus mendatangimu agar kamu kembali ingat padaku," ucap Akmal dalam hati.
Sebenarnya Akmal adalah sosok lelaki yang baik dan tulus. Ia bahkan tidak ingin membuat kekasihnya ternoda oleh perbuatannya. Tidak! Sekarang bukan lagi kekasih, tapi seorang mantan yang masih utuh tersimpan di dalam hatinya.
"Ghaisan mungkin lebih tampan dariku. Tapi ... kasih sayangnya tidak akan menandingi kasih sayangku padamu. Kinayya, aku tidak akan melupakanmu hingga Allah yang mencabut ingatanku tentangmu," ucap Akmal dengan hati yang hancur.
BERSAMBUNG...