33 where are you (2)

"hei leon! Sadarlah.. siapa yang kamu cari?" dokter rian mencoba membuat leon fokus padanya.

"dia.. dia.. seorang gadis"

"oke oke… lalu?" Tanya dokter rian perlahan

"em… dia kurus, tinggi, kulitnya putih pucat, namanya alice" jelas leon dengan gusar melihat sekeliling

"apa?" alice? Sepertinya aku familiar dengan nama itu, akankah dia alice yang ku kenal? Tapi bagaimana leon bisa kenal dengan alice? Itu terlalu mustahil karna perbedaan status mereka. Tapi jika itu alice yang ku kenal mungkin dia sekarang berada diruangan itu, apa salahnya aku mencoba mencarinya disana. Baiklah

"leon mungkin saja itu alice yang aku kenal, ayo ikuti aku"

"benarkah? Ayo" dengan cepat leon mengikuti dokter rian, mereka menelusuri lorong menaiki anak tangga dan sampai di pintu salah satu ruang.

Dari luar leon melihat punggung seorang gadis sedang tertunduk di pinggir kasur kosong pasien. Dia duduk meringkuk sendirian. Ntah kebetulan atau tidak ruangan yang seharusnya berisi 3 sampai 4 pasien itu kosong tanpa ada pasien disana.

"alice.. apa yang dilakukannya disana?" Tanya leon

"apakah dia alice yang kamu cari?"

"bagaimana kau bisa mengenalnya?" Tanya dokter rian

"apa maksud dokter?" pertanyaan dokter sama seperti yang leon pikirkan

"well,.. ibu alice adalah salah satu pasienku, dia mengalami kecelakaan kerja dan koma selama 6 bulan, jadi setiap hari alice pergi kerumah sakit ini dan merawat ibunya"

"benarkah?"

"ya, alice gadis yang tabah dan baik, disela mengurus ibunya yang koma dia juga membantu pasien lain walau sekedar menghibur mereka"

"sampai ketika ibunya wafat aku tidak pernah mendengar tentangnya, jadi bagaimana kamu kenal dengannya?"

Jadi bundanya dirawat dirumah sakit ini! Pantas saja sedari tadi dia sangat gugup, maafkan aku alice betapa bodohnya aku tidak menyadari itu.

"ceritanya panjang"

"oke kamu bisa menceritakannya nanti, aku rasa karna efek obat bius tadi dia menjadi lebih emosional dan mengingat ibunya dan lari keruangan ini"

"ini adalah ruangan tempat ibunya dirawat" tambah dokter rian

"jadi begitu" ekspresi leon mulai melembut, dibalik kaca pintu itu dia mengamati alice dan perlahan menghampiri alice

"alice.." leon mengelus lembut kepala alice.

"huh" alice terkejut dengan wajah dipenuhi air mata dia menatap sosok di sampingnya

"leon?"

"iya, apa yang kaulakukan disini sayang" suara lembut leon melelehkan hari alice begitu juga dengan pelukan leon pada tubuhnya.

"leon… bunda leon bunda" alice menangis keras membalas pelukan leon

"bunda sudah pergi alice, maafkan aku malah membawamu kemari, andai aku tau"

Untuk waktu yang lama alice terus menangis… menumpahkan kesedihannya yang kembali muncul, leon hanya diam dan memeluk gadis itu dengan rasa bersalahnya.

------

Sore itu di lain tempat, dean dan dua orang lelaki tinggi besar berpakaian jas hitamputih lengkap dengan kacamata hitam layaknya bodyguard sedang menuju ke rumah lama alice.

"hai semuanya.. lama tidak bertemu" sapa dean ceria pada para preman di depan rumah alice.

"aku tidak menyangka kalian masih saja menunggu seorang gadis kecil yang sewaktu-waktu pulang hahaha betapa bodohnya kalian"

Mendengar ucapan dean para preman menatapnya dengan serius.

Siapa pria itu? Aku seperti pernah melihatnya gumam salah satu preman. Dean memang terlihat sangat menawan hari ini, dia mengenakan jas rancangan desainer ternama dan juga di ikuti dua pengawal di kanan kirinya, dia pasti bukan orang sembarang

"siapa kamu? Apa urusanmu disini?" Tanya salah satu preman dengan nada kasar

"hahaha apa kalian tidak mengingatku? Cih.. bagaimana perut kalian apakah masih sakit?"

"apa!!! Kau!" dia pasti si penjual minuman waktu itu, aku baru mengingatnya sekarang, karna dia kami harus bolak balik wc beberapa kali. Kurangajar!

Tidak terima dengan sikap angkuh dean salah satu preman melayangkan tinjunya tepat ke muka dean, namun tangan preman itu di tangkis oleh salah satu pengawal dean.

"Awww! Tanganku!" teriak preman itu yang tangannya di remas oleh bodyguard dean

"hahaha.. kau yang memulai, aku hanya ingin berbicara baik-baik pada kalian, ayolah tenangkan diri kalian" jawab dean santai sambil menghidupkan sebatang rokok di mulutnya

"sialan! Hei hajar dia" intruksi preman itu pada teman-temannya. Tidak butuh waktu lama preman-preman itu mulai menyerang namun beberapa menit kemudian mereka terlihat tidak berdaya, mereka dikalahkan oleh kedua bodyguard itu dengan mudahnya.

"hahaha aku sudah mengatakan aku hanya ingin bicara tapi kalian memaksa, jangan salahkan aku jika kalian babak belur begini" dean menyeringai. Tatapannya berubah seperti seorang iblis

"apa yang kau mau?!!" Tanya salah satu preman sambil menyeka darah di mulutnya

"panggil bos kalian kemari"

"apa!"

"atau kau mau merasakan pukulan dari salah satu mereka?" sambil melirik kedua bodyguadnya

"ba.. ba.. baiklah"

Preman itu mulai mengambil handphonenya dan menelfon bos retenirnya.

"baik bos" dia mengahiri panggilan itu

"dia akan segera kemari"

Limabelas menit berselang ahirnya si retenir tua Bangka itu tiba, dia mengenakan jas layaknya seorang penagih hutang dengan kalung rantai emas di lehernya dan cincin serta jam emas di tangannya membuat dean jijik,

"inikah bos kalian? Style nya payah sekali"

"apa kau bilang! Mau apa kau memanggilku!" Tanya retenir itu dengan menahan amarahnya, dia melihat anak buahnya yang berlumuran darah tak berdaya jadi dia mencoba untuk menahan sikap angkuhnya demi tidak bernasib seperti mereka

"aku? Hahaha aku kesini untuk memberimu kabar baik"

"hah? Apa itu?"

"berapa utang alice? Aku akan melunasinya" jawab dengan santai

"apa?..." retenir itu menatap dean dengan curiga, walau dean terlihat seperti orang kaya tapi dia masih muda bagaimana dia mendapatkan banyak uang, atau mungkin dia anak orang kaya? Pasti alice menjual tubuhnya pada pria ini pikir retenir itu.

"kenapa? Kau tidak percaya?"

"hei ambil uangnya" kata dean menyuruh salah satu bodyguardnya. Dengan cepat dia mengambil uang di koper yang berada di mobil dan membukanya agar retenir itu dapat melihatnya.

"kau lihat.. aku tau hutang alice berkisar Sembilan ratus juta, di koper itu ada uang satu setengah milyar, karna aku tidak membutuhkan uang itu kau bisa mengambilnya"

Dengan senang hati retenir itu pasti akan mengambil uangnya, namun dia tersadar, seberapapun banyaknya uang yang ditawarkan dean, dia harus meminta izin pada seseorang yang memerintahkannya sejak awal.. jika sembarangan nyawanya akan melayang. Itu lebih buruk daripada menerima uang dean.

"sebentar.." retenir itu kemudian melakukan sebuah panggilan telfon dia menjauh dari dean

Percakapan—

"halo tuan.."

"ada apa?" suara dingin dan berat menjawab panggilan retenir itu. Mendengar suara itu saja sudah membuat retenir itu ketakutan setengah mati, dia berusaha menjawab

"tu..tu..tuan, sekarang ada seorang pemuda kaya yang ingin melunasi hutang alice, dia telah menghajar para pengawalku habis-habisan"

"lalu?" sela pria di balik telfon itu dengan santainya

"apakah aku harus menerima uang itu?" Tanya retenir itu gemetaran

"haha tentu saja, berarti alice masih hidup dan mendapatkan perlindungan pria lain sekarang, menarik sekali"

"i..i..iya tuan"

"selidiki siapa dia, jangan sampai kau melakukan kesalahan seperti waktu itu, atau kau mau jasadmu besok sudah ada di mangkuk anjingku"

"b b baik tuan saya mengerti" sambil menelan ludah dan menyeka keringatnya retenir itu mengahiri panggilan telfonnya dan berjalan menuju dean

"tuan siapa namamu? Kenapa kau mau melunasi hutang gadis ini?"

"aku? Untuk apa kau mengetahuinya, lagipula jika uang ini tidak segera kau ambil aku akan berubah pikiran" jawab dean santai dan mulai memasuki mobilnya

"tidak.. aku akan mengambilnya"

"hah bagus, oya katakan pada bosmu, jangan bermain-main dengan kami, dia akan menyesal" dean mulai meninggalkan rumah alice dan menyisakan retenir itu yang terpaku kata-kata terahir dean.

-----

Hari semakin malam, setelah alice tenang leon membawanya pulang. Gadis itu sudah tertidur di kasur putihnya lagi dengan sangat tenang. Baju pasien yang dikenakan alice masih terpasang ditubuhnya.

"bodohnya aku, bahkan kamu belum sempat mengganti pakaianmu saat dokter memberimu obat tidur, untuk malam ini kamu akan menjadi seorang pasien rumah sakit hahaha, goodnight" leon merebahkan tubuhnya di samping alice yang tidur nyenyak

Tengah malam leon meraba kasur disampingnya, dia merasakan ada yang kurang, ya.. kosong tidak ada seseorang di samping tubuhnya

Alice? Dimana dia?

Leon perlahan membuka matanya. matanya mencari alice di ruangan itu.

"alice apa yang kamu lakukan di sofa ini?" bisik leon yang menyadari gadisnya tertidur di sofa panjang samping ranjang mereka.

"em…"erangan alice yang seoalah mengantuk

"leon.. aku.. aku.."

"katakan" bisik leon lembut

"apa tadi kamu merokok? Harum tembakau di tubuhmu mengingatkanku pada para preman itu, jadi aku…" sebelum alice menyelesaikan perkataanya leon tiba-tiba berdiri pergi. Karna obat tidur yang dia minum tadi alice mulai tertidur lagi tanpa mampu menanyakan kenapa leon pergi. Tapi beberapa menit kemudian alice merasakan pelukan tangan dingin di pinggulnya.

"leon?"

"hem" bisik leon yang mengikuti alice berbaring di sofa kecil itu dan memeluk alice

"darimana saja kamu?" Tanya alice lirih dengan matanya yang masih terpejam karna kantuknya

"sudah tidak bau tembakau lagi kan?"

"apa kamu barusan mandi? Ditengah malam ini?"

"em" mengiyakan pertanyaan alice

"jika kau merasa bersalah maka peluklah aku, aku merasa kedinginan"

Tanpa sepatah kata alice mulai memeluk leon

"lainkali aku berjanji tidak akan merokok lagi"

Mereka mengahiri percakapannya dan tertidur di sofa yang sempit itu dengan saling berpelukan.

avataravatar
Next chapter