Kini keduanya duduk di meja makan dan saling berdiam diri dengan canggung.
Rafida mulai meminum jusnya dengan belepotan sampai menetes dari bibirnya dan kontan membuat Mr.Wil melongo teringat akan ciuman Rafida semalam.
Rafida jadi kikuk karena tatapannya.
"Ada apa? Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Rafida bingung.
Mr.Wil langsung saja mengulurkan tangan untuk menyeka bibir Rafida, tapi Rafida refleks mundur lalu menjilat bibirnya sendiri yang jelas saja membuat Mr.Wil tambah tidak fokus.
Berusaha menguasai diri, Mr.Wil cepat-cepat meneguk jusnya Rafida sampai habis.
"Itu punyaku. Bukankah kau biasanya cuma minum kopi?"
"Aku tahu, aku cuma ingin minum punyamu. Sebentar lagi aku akan mengantarkanmu."
Rafida bingung harus menjawab apa.
"Ehh kemana?"
***
Rafida merentangkan tangannya lebar-lebar. Udara siang hari di musim gugur akhir memang sangat segar dan dingin. Bahkan Rafida langsung mengencangkan jaketnya saat angin kencang berhembus.
Mr.Wil sedang berbincang dengan seseorang di atas kapal pesiar yang ia sewa. Keduanya terlihat sangat serius. Rafida bahkan sampai bosan dan menyibukkan diri dengan menikmati pemandangan sungai Han yang sangat besar itu.
Tak lama berselang, Mr.Wil dan orang itu pun saling berjabat tangan tanda kesepakatan mereka telah tercapai.
Mr.Wil berjalan mendekati Rafida yang sedang asyik menghabiskan cemilan sendirian.
"Apa kau tidak akan takut bertambah berat badan? Melihatmu terus makan seperti itu, sebaiknya kau menimbang berat badanmu," ucap Mr.Wil mengejutkan Rafida.
Ucapannya mengingatkan Rafida akan kejadian tiga tahun lalu. Dimana Mr.Wil terus saja mengomeli penampilan Rafida yang terlihat seperti ibu-ibu yang baru saja melahirkan.
"Meski pun kau hanya seorang sekretaris, setidaknya kau harus menjaga bentuk tubuhmu. Hal yang pertama kali dilihat oleh klien adalah penampilan sekretaris pemimpinnya. Dan kedua kinerjanya. Jika kau tidak bisa menguasai dua hal ini. Maka kau tidak layak disebut sebagai seorang sekretaris!" teriak Mr.Wil dengan membentak Rafida di depan umum. Ia pun berjalan masuk ke dalam lift yang baru saja terbuka. Rafida hampir saja menangis kalau saja Mr.Wil tidak menyuruhnya masuk.
Kembali ke masa kini, Rafida berdengus kesal dan memasukan banyak buah-buahan ke dalam mulutnya dengan melotot kesal.
"Biarin aja! Aku gak perduli jika harus berpenampilan seperti ibu-ibu yang baru saja melahirkan huft," omel Rafida dan memalingkan wajahnya.
Mr.Wil menghela napas dan duduk di samping nya.
"Maaf, seharusnya aku tidak membawa klien ke sini. Kudengar kau ingin sekali naik kapal pesiar," ucap Mr.Wil dengan lembut. Bahkan membuat Rafida tersedak dan terburu minum koktail buahnya.
"Hah? Kata siapa? Bukan kah mas Wildan sangat sibuk. Sehingga menyuruhku untuk main sendiri?" elak Rafida tidak mengerti.
"Jadi, kau mau main sendiri?" ucap Mr.Wil dengan wajah yang kecewa. Rafida merasa tidak enak.
"Haah ... Baiklah. Sekarang kita mau main apa?" ucap Rafida mengalah.
"Kau mau apa?" tanya Mr.Wil balik.
Rafida tersenyum memikirkan hal yang sangat menyenangkan. Menurutnya.
***
Suara gemuruh orang-orang terdengar sangat keras. Teriak-teriakan orang-orang membuat seorang pria tinggi menutupi kedua telinganya yang lebar. Ia menatap bingung dengan tempat yang baru saja Ia datangi.
"Mas Wildan, Ayoo kita naik wahana itu! " ucap Rafida semangat menunjuk wahana halilintar.
Suara permainan itu sangat cepat. Membuat Mr.Wil terpaku di tempatnya.
Rafida sangat antusias sesaat sudah duduk di wahana halilintar. Sementara Mr.Wil masih berdiri dengan malas.
"Mas. Ayoo cepat naik. "
Tanpa disuruh dua kali Mr.Wil pun duduk dan memasang pengaman.
"Mas Wildan. Apa kau pernah naik ini? Ini pertama kalinya aku naik. Aku sangat gugup. Aku belum pernah ke taman bermain sebelumnya. Woahhh ini sangat keren."
Mr.Wil masih menunjukkan wajah malasnya. Ia tak pernah menjawab apa yang Rafida katakan.
***
"Mas Wildan. Tadi itu sangat seru. Tapi kurang lama. Woahhh ... Mas Wildan. Kita naik yang itu yahh."
Rafida menarik tangan Mr.Wil ke arah wahana hysteria. Mr.Wil yang sudah pucat hanya bisa pasrah ditarik seperti itu.
"Woahhh .... Hentikan! Aku ingin turun... mamaaaaaa."
Mr.Wil berteriak saat wahana itu turun dengan cepat. Naik ... Turun ... Naik lagi dan turun.
"Hoek ... Huk ... Hoeeek! ARGHHH!"
Mr.Wil muntah-muntah di sudut wahana. Rafida datang menepuk-nepuk punggung Mr.Wil . Setelah Mr.Wil berhenti muntah-muntah, Rafidapun menyodorkan minuman padanya.
"Mas Wildan. Jika kau tak bisa naik seharusnya bilang saja," ucap Rafida dengan nada sedikit mengejek.
"Hei ... Kau! Kau bilang ini pertama kali. Tapi, kau dengan senangnya naik dan turun tanpa takut sedikitpun?" ucap Mr.Wil kesal. Ia membasuh wajahnya dengan air mineral sampai habis.
"Apa ... Mas Wildan takut?" ucap Rafida menggoda tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Dengan susah payah Ia mencoba menahan tawanya.
"Bukan takut ... Hanya saja ... Tadi itu-" ucapan Mr.Wil terhenti karena melihat Rafida yang sedang menahan tawanya.
"Jika kau ingin tertawa. Tertawa saja," ucap Mr.Wil sinis.
"Bhahaha ..." akhirnya Rafida pun tertawa dengan sangat keras.
Mr.Wil yang mendengar itu sedikit kesal. Ia pun berlalu meninggalkan Rafida di belakang.
"Haha ... mama ... Tadi Dia bilang mama hahahha ... Ehh kemana Dia. Aduhh air mataku keluar. Perutku sakit. Dia.. Benar-benar menggemaskan."
Rafida terus tersenyum. Ia pun menyusul Mr.Wil .