webnovel

Namsan Tower

Di tengah jalan, terlihat patung besar Jendral Lee Shu Shin. Rafida menatapnya dan memberikan hormat. Ia bahkan mengangkat tangannya hormat.

Setelah itu Rafida turun di sebuah hotel bintang sembilan. Ia memesan kamar yang cukup besar. Rafida menaruh semua barang bawaannya.

Cuaca cukup dingin saat itu. Daun-daun yang mulai berguguran menandakan sudah memasuki musim gugur. Angin terus berhembus dengan sepoi-sepoi. Mr.Wil mencari Rafida sepanjang bandara Incheon. Wajahnya cukup panik dan sangat cemas. Bahkan Rafida tak mengangkat panggilan teleponnya.

"Rafida ... Di mana kamu sebenarnya?" ucap Mr.Wil cemas dan kesal bercampur menjadi satu.

"Mr.Wil? Kami mencari anda ke mana-mana. Mari ketua kami sudah sangat ingin menemui anda," ucap seorang pria berwajah Korea dengan fasih berbahasa Indonesia menyapa Mr.Wil.

"Ah apa anda Min Chul Kim?" ucap Mr.Wil sedikit terkejut.

"Ya maaf saya lupa memperkenalkan diri. Mari naik mobil saya," ajak Min Chul. Mr.Wil sedikit ragu. Tapi ia tak punya pilihan lain dan akhirnya ikut naik bersama Min Chul.

***

Rafida sedang merendam diri. Ia terlihat sangat menikmati peremanjaan di salah satu spa fasilitas hotel tempat Rafida menginap. Dengan meminum anggur merah dan memakan beberapa buah-buahan. Rafida terlihat sangat bahagia.

Tak lama Rafida sedang menikmati luluran dan pijit. Wajahnya pun memakai masker dengan potongan timun menutupi kelopak matanya.

Tiga jam berlalu. Rafida merasa segar dan sedang memilih beberapa pakaian musim gugur.

"Hah ... kupikir di sini sedang musim panas atau semi. Kenapa musim gugur? Bulan apa ini? Uhh sangat dingin. Bahkan aku hampir mati kedinginan saat menunggu taxi di Bandara. Wahh Mr.Wil sangat egois. Cuma dia aja yang memakai pakaian tebal. Tapi aku tidak? Dan apa tadi, dia bilang menyuruhku untuk jalan-jalan sendiri? Hahahha ... Aku benar-benar membencinya. Bisa-bisanya dia menelantarkanku setelah semua yang dia lakukan itu? Aku sangat membencinya. Sungguh," oceh Rafida tanpa menyadari tatapan aneh dari beberapa pelayan dan pelanggan lain di toko butik itu.

"I bought this all okay," ucap Rafida dan hanya dianggukkan oleh para pelayan.

Rafida menatap keluar toko. Terlihat ujung menara Namsan Tower. Rafida memandangnya dengan wajah sedih.

"Excuse me, this all. Thank you," ucap sang pelayan memberikan semua bungkusan belanjaan yang dibeli Rafida. Rafida menerimanya dan keluar dari toko itu.

"Hah ... Harus kah aku ke sana?" gumam Rafida dengan masih memandang menara tersebut.

***

Angin berhembus sangat kencang. Rafida lupa memakai pakaian yang lebih tebal. Ia mengusap-usap kedua tangannya yang dingin. Rafida terus berjalan naik menuju Namsan Tower. Ia menatap para pengunjung yang berpasangan sedang bermesraan atau sekedar bersenda gurau.

"Lihat itu, mereka bahkan belum menikah tapi lihat betapa bahagianya mereka bisa tersenyum dan berbagi kesenangan begitu," ucap Rafida iri.

Tak lama Rafida pun sampai hingga di atas Namsan Tower. Ia sangat terpukai dengan pemandangan yang menawan itu. Lampu-lampu yang berkedap-kedip bagai bintang. Udara yang cukup dingin. Hahh ... Rafida benar-benar menikmati keberadaannya di sana.

"Wahh ... Angin kencang sekali. Brr," ucap Rafida cukup keras.

"Akhirnya saya menemukanmu," ucap seseorang yang tak asing bagi Rafida. Rafida menoleh ke sumber suara dan terkejut melihat kehadiran Mr. Wil yang berdiri tak jauh darinya.

Mr.Wil yang memakai coat double dengan panjang selutut. Masing-masing jaket itu terbuat dari kain yang cukup tebal. Dengan celana kain dan kemeja putih. Serta syal yang melilit lehernya. Mr.Wil tampak sangat tampan malam itu.

Rafida yang hanya memakai dress selutut dan blazer berwarna putih mulai merasa kedinginan. Bahkan hidung dan telinganya mulai memerah. Ia memandangi Mr.Wil yang berjalan ke arah dirinya dengan terpaku ditempatnya.

"Apa kau ingin mati kedinginan? Kenapa hanya memakai pakaian tipis seperti itu huh?" omel Mr.Wil dan melepaskan salah satu coatnya dan melemparkannya ke arah Rafida. Ia juga melepaskan syal dan menyuruh Rafida untuk memakai semuanya.

"Pakai lah. Saya kelamaan di dalam ruang meeting jadi kepanasan," ucap Mr.Wil dan kembali berjalan menuju mesin minuman. Ia memasukkan uang selembaran dan membeli dua cup teh hangat.

Rafida tak berkomentar apapun. Ia hanya diam dan memakai coat serta syal yang diberikan Mr.Wil.

"Wahh hangatnya," gumam Rafida.

"Nih," uccap Mr.Wil dingin memberikan cup teh hangat itu pada Rafida.

"Makasih," ucap Rafida dan meminumnya.

"Meski belum masuk musim dingin. Tapi musim gugur di sini sangat dingin. Beda sama udara di Bandung. Jadi jangan samaain sama udara dingin di Indonesia," ucap Mr.Wil lagi dan memandang kota Seoul yang tampak jelas dari atas Namsan Tower.

"Kenapa Mr.Wil ke sini? Bukannya lagi sibuk?" tanya Rafida merasa sedikit tidak enak.

"Siapa yang membuat saya harus berlari ke sana-ke mari mencari seorang wanita yang kabur dan menggunakan black card saya dengan sangat bebas. Saya hampir tidak bisa konsentrasi padahal sedang bertemu dengan klien yang sangat penting. Dan kenapa kau harus memesan kamar hotel hah? Saya sudah menyewa kamar apartemen. Dan fasilitasnya tidak kalah bagus dengan hotel itu. Saya juga lihat kamu beli banyak pakaian. Tapi apa hanya ini yang kamu beli?" jelas Mr.Wil dengan perasaan yang kesal. Rafida menatap Mr.Wil dengan tidak percaya.

Flashback.

Sepanjang perjalanan menuju restoran yang dipakai untuk meeting Mr.Wil tampak tidak tenang. Ia terus melihat ponselnya. Bahkan saat Mr.Wil dan klien sedang berbincang-bincang. Mr.Wil sesekali mengecek ponselnya.

"Mr.Wil are you worried about something?" tanya klien Mr.Wil yang merasa tidak nyaman karena Mr.Wil yang tidak fokus dari pertama kali mereka bertemu.

"Ah no-" sebuah notifikasi membuat Mr.Wil kembali menatap layar ponselnya. Terlihat notifikasi tranksaksi yang dilakukan Rafida saat memesan sebuah hotel. Mr.Wil pun tersenyum tenang.

"No. Sorry for making you uncomfortable. Where did we talk earlier?" Mr.Wil mulai merasa tenang dan bisa konsentrasi.

Tiga jam berikutnya Mr.Wil melihat notifikasi bahwa Rafida baru saja membeli beberapa pakaian. Mr.Wil yang baru saja selesai meeting pun langsung bergegas kelokasi butik tersebut. Saat sudah sampai di butik tersebut. Mr.Wil terlambat lima menit karena Rafida baru saja keluar dan pergi entah ke mana.

"Hahh ... Ke mana lagi dia? Kenapa gak pernah mengangkat teleponku sih?" ucap Mr.Wil mulai khawatir lagi. Ia menatap kesekeliling dan tak sengaja melihat sebuah lampu yang menghiasi sebuah tower yang menyala tiba-tiba.

"Apa itu? Kenapa menyala seperti itu?" ucap Mr.Wil bingung. Ia pun barbalik dan hendak kembali ke mobilnya. Namun, langkahnya terhenti dan berbalik berjalan ke arah Namsan Tower itu.

Mr.Wil pun menaiki kereta gantung untuk ke atas Namsan Tower. Setelah sampai Mr. Wil pun berkeliling mencoba mencari keberadaan Rafida.

"Kenapa dia tak ada di mana-mana. Apa ... aku salah?" ucap Mr.Wil hampir putus asa. Ia terhenti di depan pagar yang penuh dengan gembok warna-warna di mana di dalamnya terdapat tulisan pasangan yang memasangnya. Bahkan Mr.Wil menatap dengan bingung akan pasangan yang juga sedang memasang gembok di sana.

"Apa yang sedang mereka lakukan? Apa ini tidak merusak pemandangan," gumam Mr.Wil.

Tiba-tiba saja angin berhembus dengan sangat kencang.

"Wahh ... Anginnya kencang sekali. Brr," ucap Rafida cukup keras. Membuat Mr.Wil menoleh ke arah sumber suara. Ia tersenyum dan sempat terpesona memandang cukup lama Rafida yang sedang diam menikmati udara malam itu.

"Akhirnya saya menemukanmu," ucap Mr.Wil dengan tersenyum senang.

Next chapter