webnovel

Hari Pertama Di Dunia Para Remaja

Entah bagaimana dan dari mana, kabar mengenai datangnya murid baru sudah menyebar sejak pagi. Seperti biasa, jaringan informasi anak manusia memang mengerikan. "Pindahan dari luar negeri! Perempuan! Cantik! Baik dan ramah! Pintar! Pandai memasak dan menabung!" Dan entah darimana juga mereka mendapatkan informasi tambahan seperti itu.

"Oke, semuanya duduk. Hari ini kita kedatangan murid baru." Kata bu guru sembari mengajak Olivia bersamanya. "Perkenalkan dirimu."

"Namaku Olivia Ravina. Panggil saja Olivia." Kata Olivia memperkenalkan diri.

"Dia dari sekolah luar negeri, jadi kalian harus akrab-akrab dengannya ya." Kata si guru lagi. "Nah, kamu boleh duduk. Di bangku paling belakang itu."

Menurut, Olivia pun berjalan ke bangkunya sambil melihat sekilas wajah teman-teman sekelasnya. Ada yang terpana, ada yang terpana juga, dan ada yang tersenyum sambil terpana, selagi sisanya sibuk bisik-bisik tentangnya.

Padahal dulunya Olivia tidak suka diperhatikan orang lain--karena biasanya semua orang hanya menggosipkannya. Tapi kalau dipandangi karena wajahnya yang cantik ternyata memang agak membanggakan.

Baru setelah gurunya keluar, beberapa gadis langsung mulai mengerubungi Olivia. "Pindahan dari sekolah mana? Rumahmu di mana? Aku Mary, Aku Bella, Aku Vina." Semuanya bicara bersamaan tapi sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk menjawab. Jadi sembari memaksakan senyum kecil, Olivia pun hanya bisa diam mendengarkannya. Di saat seperti ini, jiwa anak rumahannya jadi mulai berkeringat dingin lagi.

Untungnya, jam pelajaran cepat berganti dan guru selanjutnya langsung memasuki kelas sehingga semuanya jadi berhenti bicara dan mulai kembali ke bangkunya masing-masing.

Tapi saat Olivia baru saja menghela nafasnya agak lega, dia malah mendengar suara lain. "Mereka menyebalkan ya?" Kata gadis di sebelahnya tiba-tiba. Sepertinya itu gadis yang daritadi kelihatan tidur di meja yang ada di sebelahnya. Wajahnya sama sekali tidak kelihatan tadi, tapi perempuan itu terlihat agak… ganteng.

Dengan rambut merah gelap dan beberapa tindik di telinganya, dia jadi kelihatan seperti karakter utama di film zombie yang kemarin Olivia tonton. Ditambah, matanya juga tajam seakan dia pandai memakai senjata yang namanya pistol. Kalau ada satu yang aneh, paling hanya senyumnya yang kelihatan jahil seakan dia punya hobi merendahkan orang lain.

"Setidaknya mereka menyapaku." Balas Olivia seadanya.

"Kau senang hanya karena mereka menyapamu? Dasar aneh." Ejeknya.

"..." Mendengar itu Olivia jadi terdiam bingung mau balas apa. Di sekolahnya dulu Olivia suka merasa muak saat teman-temannya bersikap baik terus. Tapi diketusi orang lain seperti ini ternyata juga rasanya menyebalkan. Dia jadi ingin melempar sesuatu ke bibirnya yang masih tersenyum itu.

Untungnya perempuan yang duduk di depan Olivia kemudian berbalik ke arah mereka. "Fiona, berhenti mengganggunya." Katanya, meski Fiona hanya mendengus dan membuang wajahnya ke jendela.

Olivia tidak ingat namanya, tapi yang pasti dia lumayan suka dengan wangi parfum yang dipakai perempuan itu. Jepitan bulan yang dia pakai juga sangat cocok dengan rambut coklatnya yang sepundak. "Jangan hiraukan dia. Dia memang begitu." Lanjutnya lagi pada Olivia.

Tapi sayangnya, walau dihiraukan, Fiona malah terus mengganggu Olivia.

Awalnya dia menerbangkan pesawat kertas super kecil ke arah Olivia, kodok kertas, burung kertas, sampai kura-kura kertas yang ukurannya cuma sejempol. Tapi meski Olivia tidak tahu banyak tentang origami, menyebalkannya lipatan kertas Fiona sebenarnya kelihatan lumayan bagus sampai-sampai Olivia hampir ingin keceplosan memujinya! Tapi karena tidak mau, akhirnya Olivia juga cuma diam.

Meskipun kali ini perempuan yang duduk di depan Fiona malah berbalik juga. Kelihatannya dia kesal karena fokusnya jadi terganggu, makanya perempuan yang memakai kacamata itu kemudian memberikan pandangan tajam ke arah Fiona dan Olivia seakan dia teriak 'berisik!' sebelum akhirnya berbalik lagi.

'Eh? Apa dia marah padaku juga?' Gerutu Olivia dalam hati. Tapi meski merasa tidak adil, Olivia yang belum yakin mau bereaksi bagaimana akhirnya hanya kembali diam. Tidak seperti Fiona yang malah semakin cemberut dan mulai melempari perempuan itu dengan kertasnya juga.

"…"

'Sepertinya bangsawan yang menyebalkan masih lebih normal daripada orang-orang di sini.'

Tapi akhirnya jam makan siang pun tiba. Beberapa gadis di kelas kembali mengajak Olivia untuk makan di kantin bersama. Tapi karena Olivia membawa bekal sendiri yang dibuat oleh Elisa sepenuh hati, dia bilang dia akan makan di kelas saja.

Meski sebelum mereka pergi, perempuan yang parfumnya wangi tadi malah kembali berkata pada Olivia. "Hati-hati dengan Fiona ya. Jangan dekat-dekat dengannya." Katanya santai dan orangnya pun langsung pergi.

Terdiam, Olivia sebenarnya agak kaget mendengar itu. Soalnya walaupun dia tahu alasan perempuan itu mengatakannya, dia sama sekali tidak memelankan suaranya--saat Fiona jelas-jelas masih duduk di sampingnya. Yang artinya, orangnya pasti bisa dengar itu.

Padahal teman-temannya di sekolah bangsawan masih pura-pura berbisik, tapi sepertinya orang-orang di sini lebih jujur dan blak-blakan.

Pelan-pelan, Olivia menoleh ke arah Fiona untuk melihat reaksinya. Tapi ternyata orangnya tidak kelihatan begitu peduli dan sudah sibuk makan roti lapisnya sambil main handphone, entah pura-pura kuat atau memang cuek.

Melihat itu, Olivia jadi keceplosan bertanya. "Semua orang tidak menyukaimu ya?"

Gantian, sekarang giliran Fiona yang menoleh padanya dengan tatapan heran. "Ya soalnya Aku jahat." Jawabnya santai.

Memiringkan bibirnya, Olivia pun membuka kotak bekalnya seakan mereka sedang mengobrol biasa. "Jahat bagaimana?"

"Aku tidak ramah, bicaraku kasar, dan suka memukul orang."

Olivia sempat kembali terdiam, tapi kemudian dia membalas, "Tapi apa kau tahu, kebanyakan orang yang berkata seperti itu biasanya malah bukan orang jahat." Balas Olivia yang sekarang sudah menyuap sushi-nya. "Ditambah, kau tidak berkata kasar padaku. Walaupun tidak ramah juga."

Tapi seakan tergoda dengan perkataannya, Fiona malah melebarkan senyumnya. "Kau tahu kau sangat aneh dan jelek juga *#@#*^$@#&#%$@#."

"..."

Seketika, suasananya langsung jadi hening. Dan bukan hanya di antara mereka berdua, seisi kelas yang mendengar itu juga jadi ikutan terdiam dan menoleh ke arah mereka.

Bahkan tangan Olivia yang tadinya sudah akan menyuap sushi lagi juga jadi terhenti karena kaget. Karena meskipun bahasa manusia merupakan bahasa keduanya, Olivia cukup paham betapa jeleknya kosakata yang baru saja keluar dari mulut Fiona.

"...Seumur hidup tidak ada yang pernah berkata begitu padaku." Kata Olivia yang masih agak bingung. "Soalnya mereka takut dipasung." Lanjutnya.

Tapi bukannya meladeni itu, Fiona malah kembali mengejeknya. "Dan siapa yang membuat sushi itu? Kelihatan ada terlalu banyak cinta di dalamnya. Aku jadi mual." Komentar Fiona lagi.

"..." Memandangi sushi-nya, Olivia anehnya agak setuju dengan hal itu. "Yaa, memang. Kalau kau melihat wajah terharu Elisa saat dia mengantarku tadi pagi, kau mungkin akan lebih mual."

"Siapa itu? Pelayanmu?"

Agak kaget mendengarnya, nada bicara Olivia jadi sedikit meleset saat dia membalas, "...Kakakku(?)"

"Bukan kakakmu." Koreksi Fiona duluan. Tapi karena Olivia sudah bingung lagi untuk membalasnya, Fiona pun mengabaikannya dan kembali memainkan handphonenya.

'Rasanya orang ini agak berbahaya.' Pikir Olivia. Soalnya dari semua jenis orang menyebalkan, yang pintar biasanya justru paling merepotkan.

Dan semua itu langsung terbukti saat jam pelajaran terakhir mereka di gedung olahraga.

Karena saat para gadis sedang main basket, dan Fiona ada di sana, bukannya main sesuai peraturan, dia malah main seenak jidatnya. Pertama, seringainya menyeramkan. Dan kedua, daripada sibuk mencetak skor, dia malah sibuk menabrak orang sana-sini. Ketiga, bahkan untuk seorang perempuan, Olivia juga sudah bisa lihat ada yang tidak normal dengan tenaganya itu.

Sejujurnya dia lebih kelihatan seperti banteng mengamuk atau semacamnya. "Kau benar, dia menyeramkan." Celetuk Olivia setelah mendekati perempuan yang parfumnya wangi tadi, yang ternyata namanya Nia.

"Yah, semua hal tentangnya memang bukan cuma rumor." Balasnya.

"Tapi bu guru tidak menghentikannya? Walaupun mainnya bar-bar seperti itu?" Tanya Olivia.

"Mm, satu menit lagi juga dia akan bosan sendiri."

Dan benar saja, tidak lama kemudian Fiona betulan melangkah keluar lapangan. "Sudah ah. Kalian payah semua." Katanya selagi semua orang menggerutu ke arahnya.

Tapi saat Fiona baru saja akan melemparkan bola itu ke arah orang-orang yang ada di lapangan kembali, tiba-tiba saja matanya malah bertemu dengan mata Olivia yang sedang duduk anteng di pinggir. Dan begitu saja, Fiona tiba-tiba dapat ide untuk melempar bola itu ke mukanya Olivia.

BUKK!

Dan semua orang langsung jantungan melihatnya, termasuk Olivia. Meskipun untungnya tangannya masih sempat refleks untuk menangkis bola itu dan menjatuhkannya tepat di depannya duduk.

"Fiona! Itu bahaya." Protes Nia duluan.

"Olivia, kau mau main?" Balas Fiona yang malah bertanya.

Meski tentu saja Olivia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya keras.

'Tanganku sakit!'