selamat membaca
.
.
"Papi, ini apa?" Suara mungil manja terdengar mendayu membuat siapa pun yang mendengarnya ingin menoleh ke asal suara.
Ketika sudah menoleh maka perhatian pun akan tertuju dan fokus kepada sosok berwajah chubby dengan iris mata coklat cerah, secerah sinar mentari yang tengah menyinarinya.
"Itu kuda poni, jenis kuda yang tinggi nya kurang dari satu meter. kira kira setinggi pinggang papi," Jawab sang ayah yang tengah memangku nya.
Kini mereka sedang duduk di bawah pohon yang ada di pesisir pantai menunggu matahari terbenam.
"Oooo" Mulut kecil membulat seraya mengangguk paham.
Di tengah canda mereka terdengar instruksi dari arah belakang mereka.
"Sayang ayo ajak papi kemari bantu mami siapkan makanan!" Seorang wanita cantik yang sudah diketahui adalah suami dari pria yang memangku gadis kecil sekaligus ibu dari si gadis kecil.
"Mami..." Teriak gadis kecil itu berlari dengan wajah cemberut memeluk kaki sang ibu.
"Kenapa sayang?" Sang ibu mengusap penuh sayang kepala sang anak, lalu menanyakan perihal yang membuat anak semata wayang nya cemberut.
"Papi mi ... Masa papi bilang kalo mami tadi pagi goreng katak Aletta! Papi bohong kan mi?" tangis gadis itu memeluk kaki sang ibu yang sedang menenteng keranjang makanan yang dia bawa dari bagasi mobil.
"Sayang tolong bawa kan!" Sang istri menyerahkan keranjang makanan kearah sang suami sambil mendelikkan mata nya jengkel.
Sang suami hanya terkekeh geli melihat tingkah manja dan polos putri mereka seraya menerima keranjang dari sang istri.
"Tidak sayang ... Tidak mungkin mami masak keke," Jawab sang ibu menggendong sang anak menuju karpet tempat duduk piknik mereka.
"Mama keke kalau sudah besar harus di lepas ke sungai ya?" Tanya gadis kecil dalam gendongan sang ibu.
"Tentu saja, nanti kita cari keke yang baru." Seru sang ibu menoel hidung sang anak dengan telunjuknya.
Keke adalah sejenis katak liar yang dipelihara oleh si gadis kecil sejak masih seukuran buntut pensil, hingga berukuran cukup besar. Setelah itu keke akan dilepas dan mereka akan mencari keke baru bersama ayah dan ibu nya di desa.
Ayah dari gadis kecil itu punya banyak tanah di sana, dan di garap oleh petani lokal dengan sistem bagi hasil.
"Berarti kita bakalan ke desa dong?" Teriak nya senang.
Sang ibu menurunkan sang anak, lalu duduk diatas permadani empuk berwarna coklat. Kini keluarga kecil itu terlihat bahagia duduk di bawah pohon rindang menunggu sang mentari kembali ke peraduan.
***
"Mami, tahun ini Letta nggak mau pelihara katak lagi. Kata teman Letta katak itu tidak boleh dipelihara dalam kolam renang, katanya ada bayak kuman," Adu gadis kecil saat mereka tiba di Villa keluarga milik mereka yang ada di desa.
Sang ayah hanya mendengar kan interaksi antara putrinya yang berusia 10 tahun dengan sang istri.
"Lalu kenapa kamu mengajak mami dan papi ke desa?" tanya sang ayah menggendong sang putri.
Gadis kecil itu tersenyum manis mengecup pipi sang ayah. Lalu menjawab, " Tentu saja menangkap katak!" Jawab gadis itu enteng.
"Tadi kamu bilang tidak mau pelihara katak lagi," tanya sang ibu duduk di sofa ruangan keluarga yang tersedia di dalam Villa lalu disusul suami dan anak nya.
"Letta bilang, gak mau pelihara bukan berarti gak nangkap katak," Gadis kecil itu merajuk, tangannya terlipat di dada, kemudian gadis itu kembali berujar.
"Letta suka menangkap katak mami, soalnya di rumah kita nggak ada sawah!" Jelasnya membujuk sang ibu.
Dia selalu menang jika ada sesuatu yang diinginkan dan meminta pada sang ibu. Siapa pun akan kalah karena sang ibu akan menuruti apa pun keinginan putri semata wayang nya.
"Iya sayang!" Jawab sang ibu mengelus kepala sang putri dengan lembut.
"Bagaimana mau ada sawah, sudah jelas tinggal di apartemen," sungut sang ayah tanpa menoleh. Dia sengaja menyinggung sang anak agar mengamuk dan mereka akan berakhir dengan bergelut dan Aletta akan tertidur karena lelah.
"Papi!" teriak gadis kecil itu melompat ke pelukan Sang ayah dan pergulatan itu tidak berhenti sampai Aletta tertidur karena kelelahan.
"Sayang ayo pindahin Aletta ke kamar, udah malam," Sang istri mengusap bahu suaminya dengan lembut.
Sang suami mengangguk menuruti ucapan sang istri. Lelaki menggendong si gadis kecil menuju kamar dengan pintu bercat merah jambu, sang istri mengikutinya dari belakang.
Sejak, mereka duduk di ujung tempat tidur leta, mengusap putri semata wayang mereka yang sudah mereka rawat dengan cukup baik.
"Maaf, belum bisa berikan yang terbaik, sekarang aku malah menambah beban di keluarga kita," Lirih sang istri pada suaminya yang sedang mengusap pundak anaknya sebagai pengalihan.
"Cukup berjuang dan kita lalui semuanya dengan lapang dada apa pun hasil nya," Jawab sang suami menggenggam tangan sang istri menguat kan.
"Apa pun yang terjadi kau harus baik baik saja, kalian harus me_"
"Ayo tidur, besok Letta pasti bagun pagi pagi sekali," Sang suami mengajak sang istri ke kamar.
"tidur disini saja ya malam ini, mungkin ini yang terakhir kalinya," Sang istri menahan tangan suami nya.
"Jangan bicara begitu!" Geram sang suami.
"Jangan bicara seolah olah akan mati besok! " Sang suami memperingati istrinya yang mulai melantur kesana sini
"tentu saja tidak, usia Aletta akan bertambah setiap tahunnya tidak mungkin kita bisa tidur bertiga lagi!" jawab sang istri mencoba meredam kemarahan suaminya dengan sedikit berkilah.
setelah pertengkaran itu, akhirnya mereka memutuskan untuk segera tidur di sebelah gadis kecil yang tertidur lelap. Karena besok akan menjadi hari yang melelahkan.
"Papi bagun, ayo kita main ke sawah!" Teriak sang anak mengguncang tubuh kedua orang tuanya.
"Sayang aku bilang juga apa anakmu ini akan bangun sebelum matahari terbit!" Ujar lelaki yang berstatus sebagai ayah itu dengan mata tertutup sambil tangan nya menggapai gapai sisi lain tempat tidur.
Kosong.
"Dimana mami kamu?" Tanya sang ayah.
"Mami sudah mandi, lagi siapin sarapan nunggu papi bangun!" teriak sang anak tepat di telinga sang ayah.
"akgghh!"
***
Setelah keributan saat akan sarapan tadi, keluarga kecil itu sudah tiba di pinggir sawah. Sang anak sudah berlari mengarungi lumpur, lalu disusul sang ayah.
Sang ibu hanya duduk di pinggir sawah menyaksikan pemandangan yang menyenangkan dari anak dan suaminya. Kebahagiaan keluarga kecil yang tidak tahu akan bertahan berapa lama lagi.
"Hati-hati Aletta!" teriaknya mengingatkan sang anak yang terjatuh di tengah lumpur.
8 tahun kemudian
"Mami Letta dapat!" suara itu menggelegar memamerkan katak yang ada di tangannya.
Gadis yang sudah tumbuh dengan cepat sejak 8 tahun tterakhi, dia berlari menghampiri sang ibu dengan langkah terseok akibat lumpur yang menghambat larinya.
"Lihat mami, Aletta menang!" teriak nya berhenti di depan ibunya, dia memamer katak kepada sang ibu dengan bangga.
Gadis itu tersenyum meski tubuhnya kotor karena lumpur yang memenuhi sekujur tubuhnya. Dia masih tersenyum pada ibunya yang duduk di kursi roda dengan kepala miring dan kepala ditutupi penutup kepala dan syal yang melingkari leher untuk menjaga kehangatan sang ibu.
"Lihat mi, papi kalah lagi... bukan kah Aletta sudah berjanji untuk menang," celotehnya duduk di pematangan sawah.
Ia duduk bersebelahan dengan sang ibu yang duduk di kursi roda.
"Mami tau tadi Letta injak belut, Letta kira ular pas Letta teriak papi langsung datang ehh ternyata belut... Benarkan pi?" Aletta mengangkat dagunya meminta pembenaran pada sang ayah yang baru saja datang dengan tubuh tak kalah kotor dari sang anak.
"Kamu sih ... Padahal bukan pertama kali menginjak belut!" sewot sang ayah duduk di tempat yang berseberangan dengan Aletta.
"Papi tau gitu kenapa datang kayak orang gila sampai jatuh?" Aletta tak mau kalah mendebat sang ayah.
"Papi khawatir pada mu ... Bagaimana kalau ..."
Percakapan mereka terhenti saat mendengar helaan nafas berat dari wanita yang tengah duduk di kursi roda.
"Mi... Mami pake ini dulu," Aletta memasang oksigen ke area mulut dan hidung sang ibu.
"ayo pi!"
Mereka bergegas menuju Villa untuk membaringkan sang ibu.
Sejak 8 tahun yang lalu, sang ibu mengidap penyakit kanker pada batang otak dan berhenti bicara sejak 2 tahun lalu. Semakin hari keadaan sang ibu semakin buruk dan memprihatinkan, hanya bisa menjawab dengan anggukan atau geleng kecil. bahkan sekarang tak mampu merespon kecuali dengan kedipan.
"Papi!"tangis leta memeluk sang ayah di ruangan keluarga yang ada di Villa.
Setelah memberikan pertolongan pertama, mereka membersihkan diri. Kenapa tidak membersihkan diri lebih dahulu. alasan nya simpel, karena kepentingan sang ibu nomor 1.
"Seharusnya kita tidak kesini pi... Harusnya mami ngak kena angin yang banyak hingga sesak nafas. Harusnya kita di rumah sakit!" Tangis gadis itu memeluk kencang sang ayah yang berusaha menahan tangisnya agar dia bisa menguatkan sang putri.
"Ayo kita pulang ketika mami sudah stabil!" Pinta Aletta masih dalam pelukan Sang ayah.
"Iya sayang," Jawab sang ayah mengusap kepala sang anak.
***
Ruangan steril di balik dinding kaca itu terlihat begitu putih dan membosankan. Namun ruangan berlogo ICU itu menampilkan sosok wanita botak yang disanggah oleh banyak kabel.
"Seharusnya kita gak kesana," Masih terdengar lirih kecewa sang anak dalam pelukan Sang ayah di kursi tunggu ruangan ICU.
"Sayang, bukankah itu keinginan mami? ingat mami bilang selagi mami hidup kita akan kesana setiap tahun, ingakan? Jadi jangan menyesalinya,yah?" Sang ayah terus meyakinkan anak nya yang sudah terlanjur kecewa.
"Aletta, Aksara ... " Suara lembut namain menyirat kan kekhawatiran itu terdengar dari arah lobi.
"Mama ..."
"Nenek ..." gadis yang dipanggil Aletta itu menghambur dari pelukan Sang ayah menuju pelukan Sang nenek.
"ini diminum," sang nenek memberikan sebutir obat kecil bersama air mineral.
"apa ini nek?" tanya gadis itu sesegukan.
"obat biar Letta kuat nangisnya," jawab sang nenek memberikan senyum ramah pada sang cucu.
Tak ingin bertanya lebih jauh lagi gadis itu menelan obat bersama air mineral.
"Duduk" Sang nenek mengajak gadis itu duduk di kursi tunggu.
Kini gadis itu duduk diapit ayah dan neneknya.
"Letta ngantuk, Letta boleh tidur?" tanya seraya menyandarkan kepalanya ke bahu sang ayah.
Dengan hati hati, kepala Aletta dibawa ke pangkuan sang ayah.
"Bagaimana dengan keadaan Melia?" Tanya sang nenek setelah Aletta benar benar terlelap.
"Semakin buruk ... Bahkan dokter tidak berani menjamin lebih dari 10%" Lirih pria yang tengah memangku kepala anaknya sambil terus mengusap lembut kepala anaknya.
"Aksa, apa pun yang terjadi pada Melia kamu tidak boleh lemah, ingat kamu masih punya tanggung jawab terhadap Aletta. Meski dia anak angkat mu, bukan darah daging mu, tapi kamu harus menjaganya dengan sepenuh hati, jika kamu gagal sekali saja, maka mama akan mengambil Aletta dan jauhkan dari dari kamu selamanya!"
"Jangan ma, Aksa udah gak punya apa apa selain Aletta!" Pria itu terlihat benar benar memohon kepada ibu nya.
"Karena itulah jangan sampai kamu gagal! Tidak ada kesempatan kedua!" putus sang ibu egois tanpa ingin dibantah.
TBC
gimana bab 1 nya ? semoga suka, dan jangan lupa tinggal kan jejak berupa vott dan komentar ya
salam hangat
sangsrikandi