webnovel

PERASAAN TIDAK SUKA

Berbagai macam pertunjukan ditampilkan di panggung luas nan megah tersebut. Dentuman musik dan lirik-lirik indah saling beradu. Jemari meliur-liur. Dua sudut bibir saling tertarik membentuk simpul indah.

Seminggu berlalu.

Setelah melalui banyak kesibukan, akhirnya Communication Science Fair tiba di puncak. Tak hanya mahasiswa ilmu komunikasi, tapi anak-anak jurusan lain juga banyak nangkring di sini. Bernyayi sambil mengikuti alunan musik.

Seluruh panitia kegiatan memeras keringat. Bukan senang untuk berada di titik teratas ini. Mereka harus kerap mengadakan rapat, menyiapkan segala keperluan termasuk konsumsi, menghubungi para tamu undangan, dan masih banyak hal-hal yang membuat tubuh mereka mendadak kurus.

Tak hanya panitia, beberapa staff dan dosen jurusan ilmu komunikasi turut andil dalam membantu mahasiswanya untuk mensukseskan acara ini. Contohnya saja Guina. Wanita single itu telah banyak memberi masukan serta bala bantuan agar acara terkesan lebih waw dan lain dari umumnya.

Secara bergantian para mahasiswa yang tergabung dalam sanggar tari menampilkan kemampuan mereka. Komunitas vokalis solo juga tak ingin ketinggalan. Nada-nada indah mereka lantunkan semaksimal mungkin. Menghipnotis jiwa siapa saja yang mendengarnya.

Proses tak akan mengkhianati hasil. Acara yang mereka adakan berlangsung meriah dan diapresiasi oleh pihak universitas. Seusai pertunjukan dari para mahasiswa, kini sang MC meminta agar dosen-dosen ilmu komunikasi juga ikut menyumbangkan kebolehannya. Tidak ada paksaan. Barang siapa yang berkenan, maka dia bisa naik ke panggung dengan segera.

Hal langka seperti ini tentu tak akan disia-siakan oleh para dosen. Mereka secara bergantian nangkring di panggung. Ada yang melakukan stand up komedi, tari tunggal, bahkan ada pula yang hanya sekadar menyampaikan kiat-kiat lulus tepat waktu. Agaknya dosen model begitu, tidak suka apabila ada mahasiswa abadi di kampus mereka.

Tanpa disangka-sangka, dosen yang baru mengajar selama tiga minggu itu memantaskan diri dengan menaiki pentas. Semua mata tertuju pada paras ayunya. Bahkan, sang kepala jurusan ilmu komunikasi pun dibuat kaget dengan kemunculan wanita itu.

Karin. Punggungnya menjauh, meninggalkan kursi yang semula ia duduki. Dia meraih sebuah micropon setelah sukses berjejak di panggung. Dia juga tidak mengerti. Tiba-tiba saja hatinya terdorong untuk menunjukkan kebolehan.

Setelah semua hening, Karin mulai melafazkan lirik-lirik indahnya dengan begitu hikmat.

"Ya, Tuhan. Aku sangat merindukan suara ini," geming Setyo dalam hati. Sepasang netranya memicing. Menghayati bait demi bait yang Karin nyanyikan.

Begitupun dengan semua orang yang berada di sana. Banyak bibir yang membicarakan dosen yang semula tidak mereka kenal. Beberapa mahasiswa mengapungkan lengan di udara. Bergerak ke kanan dan ke kiri.

Siapa sangka jika Karin si dosen baru itu memiliki suara yang begitu indah.

"Terimakasih," ucap Karin sambil membungkukkan badan setelah satu lagu ia habiskan.

Prok prok prok…

Gemuruh tepuk tangan dan suitan menyambut Karin hingga wanita itu duduk kembali di bangkunya. Luar biasa! Jurusan Ilmu Komunikasi memiliki seorang dosen wanita dengan suara emas.

"Wah. Indah sekali,"

"Dengar-dengar dia dosen baru,"

"Sudah cantik, pintar bernyanyi pula,"

"Uh! Setelah ini aku akan mengikuti akun sosial media Ibu itu,"

Seorang perempuan yang berada di sana seketika menarik napas dalam. Telinganya mendengar banyak mahasiswa dan dosen yang memuji Karin tanpa henti. Entah kenapa perasaan iri itu mendadak muncul. Ia merasa bahwa Karin memiliki hidup yang sempurna. Sudah cantik, memiliki suami dan anak-anak yang begitu sayang padanya, dicintai kepala jurusan, dan sekarang ia dipuji-puji oleh satu kampus.

"Huh! Membuat iri saja," gumam wanita itu dalam hati. Siapa lagi kalau bukan Guina.

Kelihatannya dara itu tidak suka dengan situasi ini. Dia menganggap semua orang terlalu berlebihan. Di luaran sana, masih banyak suara-suara yang jauh lebih indah. Karin tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka.

Guina mengulum senyum saat Karin sudah duduk kembali di kursinya. Ia menatap orang-orang yang memandang Karin penuh kagum.

Acara ditutup seusai dosen baru itu turun dari panggung. Beberapa orang sudah ke luar dari lokasi. Para panitia sibuk mengemas perlengkapan yang digunakan selama kegiatan berlangsung. Satu dua dosen ikut mengarahkan pekerjaan mereka agar lebih mudah.

"Guin. Apakah kau langsung pulang?" tanya Karin pada seseorang di sebelahnya.

Guina menoleh. Dia tidak boleh kelihatan sedang menahan amarah. Meskipun tak suka dengan Karin yang menerima banyak pujian, tapi Guina harus bersikap seperti biasanya. Sosok yang selalu mendukung pergerakan sahabatnya.

"Iya, aku mau pulang sekarang. Kau bagaimana?" tanya Guina balik.

"Kebetulan aku sedang membawa mobil. Ayo, kita ke parkiran sama-sama,"

Dua dara itu berjalan menuju lapak parkir. Bahkan saat acara sudah selesai pun, masih banyak orang-orang yang menatap Karin penuh kekaguman. Wajah tidak dikenal menyapa wanita itu. Satu dua orang sampai ada yang memujinya di depan mata.

Karin tersenyum puas. Dia tidak menyangka kalau hasilnya akan seperti ini. Awalnya, wanita itu hanya iseng-iseng saja.

"Sampai bertemu besok, Karin." Guina memukul halus pundak rekannya.

Mereka berpisah dan masuk ke mobil masing-masing. Guina yang sudah sangat panas, lantas saja menancap kendarannya dengan kencang. Meratapi nasibnya yang tidak seberuntung Karin.

Rupanya, keirian Guina tak hanya sebatas lapak kampus. Ia meremas sendok makan. Membiarkan nasi goreng di hadapannya jadi dingin. Saking geramnya, Guina berencana ingin mengadukan pada Dora tentang foto Karin yang berada di ponsel Setyo.

Tanpa pikir panjang, gegas ia mencari kontak Dora dan mengirimkan pesan janji temu untuk wanita itu. Guina terlampau emosi. Sampai-sampai dia tidak berpikir efek dari tingkah konyolnya itu.

Sesuai janji Guina dan Dora, keduanya bertemu di taman setelah Guina keluar dari kampus. Dora penasaran karena Guina tidak menyampaikan niat dan tujuannya terhadap perempuan berambut pendek itu.

Guina duduk di bangku panjang berkelir putih. Menanti kehadiran Dora di sana. Tak lama kemudian, Dora menampakkan batang hidungnya.

"Bu Dora." Guina melambaikan tangan.

Punggung Dora melenggang menuju bangku putih tersebut. Wanita yang berprofesi sebagai guru PNS itu langsung menyodori Guina dengan sebuah pertanyaan.

"Kau ingin menyampaikan apa?" Ekspresi dora datar.

Guina menarik napas dalam. Karin dan dirinya memanglah akrab sejak kuliah dulu. Namun, apa daya? Perasaan iri yang terlanjur bersemayam, membuat Guina enggan berpikir panjang. Biar saja Karin terperangkap diantara Setyo dan Dora. Atau, kalau perlu Ronald pun harus tahu tentang kebenaran ini. Guina bermonolog.

"Berjanjilah untuk tidak membawa-bawa aku dalam masalah ini," ucap Guina memperingatkan.

Dora mengeryit. Sepertinya Guina akan menyampaikan informasi penting. Dora mengangguk mantap. Dirinya bukanlah orang yang mudah membocorkan rahasia.

"Pak Setyo menyimpan foto Karin di ponselnya,"

Krak!

Napas Dora memburu seketika. Jika memang benar apa yang dikatakan oleh Guina, maka dapat dipastikan bahwa Setyo benar-benar mengkadalinya selama ini.

***

Bersambung