webnovel

Ratu di Hatiku

Seorang guru wanita tengah terbangun setelah ketiduran hampir satu jam lamanya. Padahal, dia diperintahkan kepala sekolah untuk mengantarkan beberapa buku baru ke kamar Meysa, untuk bahan ajaran besok.

"Pasti Meysa sudah tidur, sebaiknya aku cek terlebih dulu. Jangan-jangan Aslan menganggunya lagi, kalau tidak diawasi anak itu suka kelewatan," gumamnya.

Berjalan melewati lorong yang sepi, tapi dia masih bisa menemukan beberapa petugas kebersihan yang memang sedang lembur malam itu.

"Malam Bu, ada yang bisa kami bantu?"

"Tidak, saya hanya ingin ke kamar anak didik di sebelah," jawabnya.

"Baiklah, permisi ...."

"Pekerja di sini sangat baik dan ramah. Pantas jika tarif permalam begitu mahal, bahkan gajiku perbulan bisa habis hanya untuk menginap beberapa malam di sini," ucapnya.

"Kenapa pintunya tidak dikunci? Apa Meysa lupa, anak itu padahal sudah diberi peringatan oleh kepala sekolah."

Ceklek!!

Tidak ada yang bisa dia temukan di tempat ini. Hanya ruangan kosong yang rapi, tanpa satupun penghuni yang terlihat.

"Ke mana dia, Meysa!" panggilnya mengira gadis itu berada di kamar mandi awalnya.

Tapi, setelah dicek tidak ada, kekhawatiran mulai menyelimuti dirinya.

Guru tersebut meletakkan buku-buku yang dibawanya. Segera mungkin dia ingin keluar, tapi mendengar langkah seseorang yang mendekat membuatnya mengurungkan niat dan tetap bersembunyi di balik dinding dengan membiarkan pintu tersebut sedikit terbuka.

"Gimana, seneng gak malam ini?" Suara Aslan menggema di lorong tersebut, membuat guru itu paham, apa yang sebenarnya terjadi di sini.

"Biasa aja sih, cuma perut gue kenyang banget, makasih ya," jawab Meysa.

"Besok lagi, mau?"

"Kalau gak sibuk, besok kita sudah mulai pembelajaran, 'kan?"

"Pacar yang satu ini, selalu saja serius dalam hal seperti ini, bangga jadinya," sahut Aslan.

Meysa sempat bertanya-tanya bahkan mengingat kembali, kapan mereka jadian tapi dia tak memikirkan hal itu terlalu pusing.

"Ngapain ikut sampai ke sini? Kamar Lo, ada di sana tuh," tunjuk Meysa.

"Sengaja sih, ya siapa tahu boleh numpang tidur bareng," jawabnya menggoda.

"Jangan mimpi!"

"Ekhem!!"

Keduanya tersentak, saling menatap penuh kebingungan. Hanya ada mereka berdua di sini, lantas siapa yang mengeluarkan suara deheman tersebut.

Saat mereka menoleh ke arah belakang, kemunculan Bu Rena disertai oleh jeweran di telinga Meysa, membuatnya tersadar.

"Eh, jangan sakiti Meysa Bu, saya saja sini yang dijewer," cetus Aslan.

"Oh, kamu juga mau? Boleh ...."

"Bukan dua-duanya Bu, maksudnya saja saja," potongnya.

"Dari mana saja kalian, pintar, ya, bukannya tidur dan mempersiapkan buat besok malah kelayapan gak jelas. Kamu juga Meysa, kenapa bisa-bisanya mau diajak sama Aslan ini, sudah tahu kalau di pengaruh buruk harusnya kamu membantunya sadar, bukan malah ikut-ikutan," omelnya.

"Jangan hanya karena cinta, kamu jadi bodoh seperti ini. Jelaskan dari mana kalian pergi!"

"Lepaskan dulu Bu, sakit ini, mana bisa cerita," keluh Aslan merintih.

Keduanya sudah dilepaskan dari jeweran maut guru BK tersebut.

"Kami habis dari bawah Bu," jelas Meysa.

"Ngapain!" bentaknya lagi-lagi membuat mereka terkejut.

"Nadanya bisa dikecilkan sedikit gak, Bu? Kami belum punya gangguan pendengaran kok, gak tahu kalau udah tua nanti," sahut Aslan.

"Terserah saya! Siapa kamu ngatur-ngatur, dasar murid nakal kerjaannya bikin pusing terus, kalau kepala sekolah sampai tahu, pasti saya lagi yang kena!"

"Kalau gitu jangan dikasih tahu, gampang," jawab Aslan dengan remeh.

Guru itu menghela napas sangat panjang. Telunjuknya menunjuk ke arah pintu kamar Aslan.

"Kenapa Bu, mau tukeran kamar sama saya?" tanyanya berpura-pura seolah sangat polos.

"Masuk sekarang sebelum kesabaran saya habis!"

"Lan, udah sana masuk, jangan bikin Bu Rena tambah marah," bisik Meysa.

"Iya deh, karena pacar yang minta. Bye, malam," ucapnya melambaikan tangan dengan pandangan yang masih belum bisa lepas tapi langkahnya terus berjalan menuju ke arah kamarnya.

Brakk!!

Tubuhnya sampai menubruk pintu. Sebenarnya di tengah amarah yang sedang diluapkan oleh Bu Rena, wanita itu juga ingin tertawa saat melihat apa yang dialami oleh Aslan di depannya. Tapi, dia tetap mempertahankan wajah tegasnya di depan murid tersebut.

"Meysa, pacar kamu sudah masuk kamar. Sekarang gantian kamu. Oh iya, buku baru sudah saya letakkan di atas meja, besok bawa itu ke aula tempat pembelajaran, mengerti?"

"Siap Bu, sekali lagi saya minta maaf atas nama Aslan juga. Jujur tadi, saya gak bisa nolak, kalau tidak Aslan akan selalu menganggu saya. Ibu tahu sendiri 'kan gimana kelakuannya?"

"Iya Meysa, sekarang kamu istirahat. Besok jangan diulangi lagi, kalau memang kalian ingin pergi, ijin terlebih dulu dan pasti diperbolehkan," jawabnya lantas berlalu.

Meysa sangat yakin, di balik ketegasannya Bu Rena adalah orang yang berhati baik, tapi bagi orang yang belum terlalu mengenalnya tentu dia terlihat sangat galak dan menyeramkan. Apalagi untuk kaum semacam Aslan.

Meysa berhasil merebahkan tubuhnya di atas kasur. Saat memejamkan mata, entah mengapa dia kembali terbayang-bayang perihal papanya. Belum ada kabar yang dia dapat. Mamanya masih susah untuk dihubungi.

"Gue suruh Bima aja kali ya, supaya cepet-cepet pulang biar tahu keadaan papa kayak gimana." Cewek itu mengirimkan pesan kepada sahabatnya.

Di kamar Aslan.

Cowok itu setia memandangi sosial media milik sang kekasih.

"Meysa belum tidur?"

Panggilan telepon masuk.

"Ganggu benar. Baru juga ketemu, gak mungkin kangen. Abaikan saja," kesalnya.

"Kenapa gak diangkat? Cari gara-gara memang ini anak."

Aslan mengirimkan pesan berupa ancaman, jika Meysa tak mengangkat panggilannya yang kali ini, maka dia akan terus menganggu cewek itu, bahkan dipastikan akan berada di depan kamar Mey dia hingga tidur di lantai.

"Kenapa Aslan selalu saja membuatku tidak punya pilihan," geramnya.

"Halo, ada apa sih?"

"Galak bener, ketularan Bu Rena, ya?"

"Kalau iya memang kenapa?"

"Meysa, gue cuma pengen lihat wajah Lo aja, kok, sana tidur, gue jagain dari sini," jelasnya.

"Gue gak perlu pengamanan yang ketat, gue bukan anak pejabat yang sedang diincar musuh! Gue juga bukan putri seorang raja," jawabnya.

"Tapi Lo, adalah ratu di hati gue," sahut Aslan.

Meysa sungguh berdecak kesal. Cewek itu hanya diam saja, menyandarkan ponselnya pada guling yang ada di sampingnya kini.

Dari sana, pasti bisa dilihat secara langsung, keadaan Meysa saat tidur.

"Nah, gitu dong, jadi makin cinta."

"Makan cinta tiap hari, bikin mual juga," cetus Amira.

"Daripada makan ati?"

Benar juga yang dikatakan Aslan saat ini.

Cewek itu terkejut, saat melihat sebuah benda yang kekasihnya pegang saat ini.

"Itu gitar dari mana? Kayaknya Lo gak bawa deh, tadi?"

"Sengaja nyewa punya satpam di depan, soalnya gue tahu, momen ini pasti terjadi. Udah, Lo tidur saja, biar gue nyanyi lagu spesial khusus buat ratu paling cantik yang pernah gue temui," ujarnya.

Bersambung ....