webnovel

Cupu Banget

Cuaca begitu panas, tubuh Meysa terasa lemas, beberapa kali pandangannya terasa buram. Tidak seperti biasanya, cewek itu terkenal kuat, tapi entah mengapa hari ini berbeda.

Brukk!!

Tubuhnya ambruk, kepalanya membentur aspal lapangan. Semua barisan menoleh ke arahnya.

"Itu kenapa malah ramai sendiri?" tanya Pak Deno dengan nada emosi siap menerkam muridnya.

"Ada yang pingsan," jawab salah satu dari mereka.

"Cepat angkat, bawa ke UKS! Tim PMR cepat bergerak!"

Entah ke mana perginya semua tim PMR hari itu, satu pun tak ada yang terlihat. Aslan dengan santainya, menyela di antara kerumunan para murid, mengangkat tubuh Meysa seperti mengangkat karung berisi kapas. Enteng sekali.

"Mel, lihat itu si Aslan keren banget," ucap temannya.

"Keren apanya? Gendong cewek lain, sialan cewek itu ingkar janji, lihat saja nanti pembalasan dari gue," ujarnya tak terima.

Di dalam ruang UKS.

Aslan begitu panik, mencari anak-anak PMR yang katanya selalu stay merawat murid yang sakit.

Setelah lama menunggu, akhirnya mereka muncul dengan kotak obat memasuki ruang itu.

"Kalian ini jadi petugas gak berguna banget, ada yang sakit malah kelayapan entah ke mana!" Mereka hanya diam kena marah dari Aslan, karena memang tak ada yang berani dengan cowok itu.

"Cepat, urus dia, jangan sampai terjadi hal buruk sama Meysa," suruhnya.

Bukannya kembali ke lapangan, cowok itu malah berjalan menuju kantin. Teman-temannya yang melihatnya berjalan, lantas saling memberikan kode, mereka diam-diam keluar dari lapangan hendak menemuinya.

"Lan!" panggil Edo menepuk pundaknya.

"Eh, kalian ngapain malah ikutan ke sini?"

"Halah malas, masa dari tadi upacara gak selesai-selesai panas lagi, haus. Lo lagian ke kantin gak ajak-ajak!"

"Ya udah, ayo!"

Di tangannya kini ada satu bungkus nasi, dan satu botol minuman yang hendak dia berikan kepada Meysa. Tapi, dia takut ditolak lagi, jadi Aslan sempat mengurungkan niatnya.

"Porsi makan Lo, tambah?" tanya Tama.

"Bukan."

"Terus itu makanan buat siapa? Gue?" Dengan pedenya Arya menyahut.

"Ini buat Meysa."

Ketiga temannya saling menatap bingung dengan kelakuan bosnya kini. Cowok itu benar-benar dibutakan oleh cinta.

"Kenapa gak Lo kasih, dia ada di UKS tuh," suruh Tama tak mengerti kondisi temannya saat ini.

"Lan, apa Lo perlu bantuan? Gue siap kok, antar makanan itu ke UKS," sahut Edo.

"Lo serius?"

"Iya, gak tega gue lihat sahabat sendiri sedih kayak gitu. Siniin, gue jalan sekarang."

"Makasih, Bro! Lo emang paling ngertiin gue!"

Sampai di depan ruang UKS, Edo bertemu dengan Bima yang juga hendak masuk ke sana.

"Eh, Lo, sini deh!"

Edo menarik tangannya, menjauh dari pintu UKS itu.

"Ada apa?"

"Pakai nanya lagi, gara-gara Lo, bos gue galau. Lo deketi Meysa, 'kan? Pakai acara antar jemput segala, mentang-mentang kalian tetanggaan," tuduhnya.

"Gue sahabatnya Meysa dari kecil, dan kita gak punya hubungan apapun. Meysa saja sudah anggap aku sebagai kakaknya," jelas Bima.

"Halah omong kosong, jauhi Meysa, sekali lagi gue lihat Aslan sakit hati karena Lo, habis Lo sama gue!" ancamnya.

Bima hanya geleng-geleng kepala mendengar ancaman itu. Kini dia sadar, sahabatnya berada dalam masalah besar karena Aslan sudah jatuh hati padanya.

Di dalam ruang UKS.

"Ini buat Lo." Edo menyodorkan satu kantung plastik kepada Meysa yang baru saja sadar.

"Lo bukannya temen sekelas gue? Ada niat apa kasih gue beginian?" tanyanya curiga.

"Bukan gue!"

"Lah terus?"

"Aslan. Dia juga yang udah nolong Lo," jawabnya.

DEG!!

Meysa pikir yang membopongnya tadi, Bima. Karena kepalanya pusing, wajah cowok yang mengangkatnya tampak tak begitu jelas.

"Di mana dia sekarang, cupu banget masa nyuruh orang lain buat kasih ini," ejeknya.

"Lo sadar sesuatu gak?"

"Apaan?"

Edo ingin memberitahukan hal ini, tapi sepertinya tak sopan, lebih baik dia biarkan Aslan selesaikan masalah ini sendiri.

"Gak ada apa-apa. Udah gue balik, oh ya kata Aslan tadi, cepet sembuh."

Cowok itu pergi meninggalkannya, kini ganti Bima yang masuk ke dalam.

"Lo, gak kenapa-kenapa 'kan Mey?"

"Lo gimana sih, kenapa malah Aslan yang nolongin gue?"

"Gue tadi di toilet, dan pas Lo pingsan keburu Aslan angkat," jawabnya.

"Lo emang selalu ngeselin. Gue mau balik ke kelas!" Cewek itu berusaha bangkit.

"Jangan, Lo belum pulih mending istirahat di sini," cegahnya.

"Ini jam pelajaran matematika, Bim! Lo tahu semalam gue begadang karena ngerjain tugas ini, gue gak mau tahu pokoknya tugas gue harus dapat nilai," tekadnya tak bisa lagi ditahan oleh siapapun.

"Keras kepala."

Bima mengantarkannya sampai di depan kelas.

"Kalau gak kuat, angkat tangan aja," ucapnya sebelum Meysa masuk ke dalam.

"Lo pikir ini uji nyali?"

"Udah sana masuk, marah-marah mulu darah tinggi ntar," suruhnya.

Setelah upacara selesai, ada waktu senggang sekitar sepuluh menit, baru jam pelajaran pertama dimulai.

Aslan terkejut, melihat kemunculan Meysa dari pintu masuk. Cewek itu duduk di sampingnya kini. Aslan hanya diam, tak berani mendahului perkataan.

"Makasih, udah nolongin gue tadi," ucap Meysa.

Ketiga teman Aslan, memandanginya dari jarak yang lumayan dekat. Sembari berpura-pura membuka buku, sekalian mendengarkan pembicaraan keduanya.

"Iya."

Sesingkat itu Aslan menjawab. Seorang guru perempuan datang, memasuki kelasnya. Membuat semua murid langsung berada dalam posisi belajar mereka masing-masing. Guru BK, sekaligus guru matematika, ibarat neraka bagi setiap murid yang melawan aturan darinya.

"Pagi semua, tugas yang saya berikan minggu kemaren sudah dikerjakan?"

"Sudah!"

"Belum!"

"Siapa yang belum? Maju!"

"Mati gue, nyesel bilang belum," ujar Edo menggaruk-garuk kepala.

"Ayo maju, kenapa gak ada yang mau maju. Tadi, saya dengar ada yang bilang belum. Atau mau saya yang seret ke depan?"

"Udah, daripada malah rumit urusannya ngaku aja kita."

"Lan, Lo udah ngerjain belum? tanya Edo menoleh ke belakang.

Kebetulan, bangkunya tepat di depan Aslan dan Meysa. Sementara Tama dan Arya, masih depannya lagi.

"Udah," jawabnya.

"Hah? Udah?" Ketiga temannya terkejut mendengar jawaban darinya.

"Itu di belakang ngapain, udah ngerjain belum?"

Ketiganya langsung maju ke depan kelas, dengan perasaan herannya, karena ini pertama kali bagi seorang Aslan mengerjakan tugas, matematika pula.

"Satu, dua, tiga, em ...."

"Kurang satu, Aslan mana nih? Udah ngerjain tugas apa belum, kenapa malah duduk manis, ya?"

"Udah Bu," jawabnya lemah, seperti tak punya semangat hidup.

Guru itu mengangkat satu alisnya tak percaya. Dia menghampiri meja Aslan, mengambil buku tugas milik cowok itu, dan setelah diperiksa benar saja, semua tugasnya selesai dengan benar.

"Dua kali kamu buat saya terkesan, akan perubahan ini. Lanjutkan Aslan, jika kamu bisa bertahan sampai satu bulan saya minta kepala sekolah memberikan hadiah untukmu," ucapnya lantas kembali ke bangku depan.

Bersambung ....