webnovel

Hasrat Genderuwo

Dina adalah seorang wanita yang pernah menjadi gundik dari bangsa genderuwo. sehingga melahirkan anak yang buruk rupa. Dina yang malu, akhirnya hijrah ke Surabaya untuk memulai kehidupan barunya. bahkan dia menikah dengan Angga, seorang Pelaut yang cukup sukses. Resiko menjadi istri pelaut adalah sering di tinggal sehingga membuat Dina menjadi kesepian. sampai suatu ketika dia merasakan hasrat yang sangat menggebu. Hanya Genderuwo yang bisa menuntaskan syahwatnya. sehingga tanpa sepengetahuan Angga, Dina kembali terbuai dengan masa lalunya, terjerat lebih dalam. ingin sekali dia terbebas, namun dia tidak kuasa melepas hasratnya yang semakin menjadi-jadi.

Lazuarrdi · Fantasy
Not enough ratings
414 Chs

Genderuwo Bangsat!

"Sebenernya aku ingin menikmati tubuhmu, tetapi aku harus bersabar sampai hari kamu akan di tumbalkan. Hahahaha..." Dia melepas cengkeramannya. Aku memegangi pipiku sambil melihat kepadanya.

"Apa salahku sampai kamu memperlakukanku seperti ini?" bentakku refleks. Luahan di dalam hati seakan tidak terbendung lagi.

"Salah kau, karena kamu memendam hasrat kepada genderuwo. Kau pikir aku tidak tahu apa yang barusan kamu pikirkan?" ujarnya dengan nada meninggi. Aku terkesiap. Lalu membuang wajahmu. Berusaha menyimpan rona wajah yang memerah.

"Tadi kamu video call dengan suamimu. Tapi, kau membayangkan diriku kan?"

Aku semakin menunduk. Panas mengalir di wajahku sehingga menjadi merah padam. Tanganku dengan sigap menarik baju untuk menutupi tubuhku. Tapi tetap saja tidak bisa tertutup dengan baik, karena belum kupakai.

Tiba-tiba, rasa gatal itu kembali menyerang. aku tergelepar di kasur sampai baju yang menutupiku berceceran. Kini, tubuhku yang polos menggeliat seperti cacing kepanasan. Sekilas Anton tersenyum miring. Dia melepas celana jeansnya sampai ke paha. Terlihat sesuatu yang tidak tertutup oleh celana dalam. sesuatu itu tampak hitam dengan kepalanya yang keunguan. Bentuknya bulat panjang menantang meski sedang tertidur. Anton mengenggamnya dan mengurut-urutnya pelan.

Ahhhh...ahh

Aku mendesis karena liangku terasa panas. Panas bercampur gatal yang tidak tertahankan. Sesekali mataku mendelik, karena tidak kuasa menahan rasa gatal ini lebih lama lagi.

"Dina, ayo lihat aku Dina! ini kan yang kamu ingin kan?" dia menunjukkan batangnya yang mulai mengeras. Aku menggigit bibir. Seperti wanita binal, aku mengangguk.

"Kamu suka ini kan!" tegasnya sembari selangkah mendekatiku. Sekali lagi aku mengangguk. Kali ini dengan sangat cepat.

"Jangan mengangguk aja dong! Ngomong!" Gertaknya. Suara barintonnya yang keras membuatku tersentak sehingga aku yang fokus dengan gatal ini pun sejurus menatapnya.

"Shhhh...shhh.... aku suka milikmu Anton." Desisku.

"Apa! Aku tidak dengar!" Telinganya mengarah kepadaku, dengan nada bicara yang mengejek. Dalam hati, aku hanya merutuk perbuatannya yang mempermainkan hasratku.

"Aku suka milikmu Anton! Aku suka bayangin kamu bersetubuh dengan kamu!" Teriakku keras. Diluar dugaan, dia tertawa terbahak-bahak. Dia memakai celana jeansnya kembali dan berjalan menuju pintu. Aku pun melompat dari kasur dan bersimpuh di depannya.

"Shhh... anton, kumohon. Aku sudah tidak tahan lagi." Pintaku memelas.

"Hahahaha. Dulu kau tolak aku mentah-mentah! Sekarang kamu mohon-mohon kepadaku! Kau minta aku menuntaskan hasratmu! Hahahaha Dasar Pelacur kamu! Minggir!"

aku tidak menyerah. Aku memegang kakinya dengan sangat erat. Mengiba. Namun entah kekuatan ghaib dari mana. Tubuhku melayang dan terbanting di kasur dengan posisi tengkurap.

"Kumpulkan rasa gatalmu itu nanti di hari penumbalanmu! Rasa gatalmu akan hilang bersamaan dengan nyawamu! Hahaha..." kepalanya muncul dari balik pintu, lalu menutupnya rapat. Terdengar suara kunci yang diputar dari luar.

Aku menangis tersedu-sedu. Dia yang membuatku bernafsu sekaligus menjadikanku seolah-olah budak yang mengiba-giba demi kepuasan. Tepat seperti apa yang aku pikirkan. Dia hanya mempermainkanku saja.

Rasa gatal itu mereda bersamaan dengan ledakan cairan dari dalam. Tubuhku melemas. Tapi sepuluh menit kemudian. Rasa gatal itu kembali muncul lagi. Bahkan lebih hebat. Aku berusaha bangkit dari tempat tidur. tetapi kondisi tubuhku yang tidak berdaya tidak memungkinkan untuk bangun. Akhirnya aku hanya bisa menangis sambil merintih.

"Anton, tolong hilangkan rasa gatal ini. kumohon."

Aku terjaga sampai subuh menjelang tatkala seseorang membuka pintu. Rupanya Pak Sugeng. Ditangannya terdapat tali tampar dan kain. Sejurus kemudian, dia mengikat tubuhku yang polos dan menyumpal mulutku dan membopongku keluar.

Aku yang tidak berdaya hanya terdiam. Sesekali menggeliat, karena rasa gatal yang masih terasa. Tetapi tidak separah semalam. Rupanya, diluar sudah Anton yang menunggu di samping Pintu belakang mobil fortuner yang terbuka. Pak Sugeng meletakkanku di bagasi seraya berbisik.

"Ingat, kamu jangan berisik! Atau kubunuh kakek tua yang ada di dalam sana." ujarnya sambil menunjuk ke arah rumah. Mungkin yang di maksud adalah Pak Min. Dia tidak sadar mengatai Pak Min Kakek Tua, padahal dia sendiri juga tua. Bahkan lebih tua dari Pak Min. Dasar tidak sadar diri!

"Kita berangkat sekarang Tuan?" Pak Sugeng mengalihkan wajahnya kepada Anton.

"Tahun depan. Ya sekaranglah Tua Bangka!" Hardik Anton. Pak Sugeng hanya nyengir sambil garuk-garuk kepalanya. Setelah menutup pintu bagasi. Dia melipir ke depan. Rasain tuh! Batinku puas.

Mobil mulai bergerak meninggalkan pelataran rumah dan melaju entah kemana. Apa mungkin hari ini adalah hari penumbalan yang dimaksud? Dan sekarang mereka membawaku menuju ke suatu tempat di mana mereka akan mengakhiri hidupku.

"Apakah kamu sudah membayar anak buahmu!" tanya suara barinton.

"Sudah semua Tuan."

"Apa kamu juga sudah memberitahu mereka untuk merahasiakan ini semua?"

"Sudah Tuan, saya juga sudah memberi tahu mereka konsekuensi apa yang mereka dapat kalau sampai membocorkan rahasia kita."

"Bagus. Kamu memang bisa diandalkan Kakek Tua." Pujinya dengan sapaan yang menjengkelkan. Seharusnya Tua bangka itu tersinggung dengan sapaan itu. Tetapi dia tidak. Atau mungkin dia lebih memilih untuk memendamnya. Aku merasa bukan hanya aku saja yang menjadi budak disini. tetapi Pak Sugeng juga. Dia terlihat sangat takut dan hormat kepada Anton. Pasti ada sesuatu.

"Maaf, Tuan. Kapan Tuan akan merenggut nyawa istri saya? Padahal saya sudah memberikan makanan yang sudah di beri jampi-jampi sama Tuan.?"

Apa? PaK Sugeng akan membunuh istrinya sendiri? tetapi kenapa? Batinku.

"Dasar kamu Tua bangka serakah! Aku tahu kamu sudah tidak sabar untuk menguasai harta kekayaan istrimu itu. Tunggu saja tanggal mainnya! Yang penting sekarang, kita bawa pelacur ini untuk di tumbalkan."

"Baik Tuan."

Sekarang terjawab sudah! aku tidak menyangka jika Pak Sugeng rela menjadi budak Anton untuk mewujudkan impiannya dengan menumbalkan Bu wiwin. Kalau sampai bu wiwin meninggal secara mendadak, otomatis harta kekayaannya akan jatuh ke tangannya atau Mas Pras. Sungguh keji sekali. Pantas saja Pak Sugeng menjadi Budak Anton, Mereka sama-sama menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang mereka inginkan.

Setelah tiga jam perjalanan, Mobil berbelok ke suatu tempat dimana banyak di tumbuhi pepohonan. Dalam posisi tangan yang terikat ke belakang dan posisi tidurku yang miring, aku bisa merasakan jalanan yang naik turun. Sepertinya ini sampai ke hutan yang entah dimana.

Tiba-tiba, Mobil berbelok ke jalan yang terjal. Aku merintih karena kepalaku kepentok lantai mobil akibat pergerakan Mobil yang tidak stabil. Terlebih, Pak Sugeng sepertinya menaikkan laju kendaraan, membuat kepalaku semakin terbentur lantai.

Mobil berhenti. Aku merintih karena merasakan kepalaku yang nyut-nyutan karena terbentur lagi. Kembali terdengar percakapan antara mereka.

"Sugeng, kamu tunggu disini dulu." Ujar suara barinton Anton. Lalu terdengar dia membuka pintu dan melangkah pergi. Beberapa saat kemudian, terdengar Pak Sugeng berteriak, sembari memukul stir kemudi.

"Genderuwo Bangsattt!!!!"