21 Berhenti di Hutan Angker

Salah seorang pegawai swalayan toko bangunan milik Bu Wiwin datang, aku bisa mengenalinya lewat seragam yang dia kenakan.

"Mbak Dina disuruh menghadap Bu Wiwin sekarang." Kata pegawai itu.

"Memangnya ada apa ya Mas?" sahutku pura-pura tidak tahu.

"Kurang Tahu, Mbak. Tapi di sana juga ada Ko Pras. Sepertinya mereka sedang berantem Mbak." Senyum jahat tersungging di wajahku. sudah kuduga pasti akan terjadi pertengkaran yang hebat itu.

"Terus kalau saya ke sana, yang jaga sini siapa?"

"Saya Mbak."

"Emang kamu bisa?"

Dia nyengir sembari menggaruk-garuk kepalanya. Aku memutar bola mata. Lalu kujelaskan cara melayani orang yang ngegym, baik yang sudah anggota, Maupun non anggota.

"Mengerti."

"Mengerti Mbak."

"Ya sudah, kalau begitu Saya pergi ke swalayan dulu ya, menghadap Bu Wiwin."

"Siap Mbak."

***

Tepat di depan ruangannya Bu Wiwin, aku mendengar sedikit keributan di dalamnya.

"Ada apa sih dengan kamu dan Papimu? Kenapa kalian selalu membela pekerja pemalas seperti dia!" teriak Bu Wiwin berapi-api.

"Ini bukan masalah membela Mi. Tapi ini soal Mami yang keterlaluan terhadap pegawai. Kita tidak boleh semena-mena dengan mereka Mi!" sahut Pras tak kalah sengit. Baru kali ini, aku mendengar Pras bisa semarah itu.

"Semena-mena bagaimana? Lima hari dia tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Tapi ternyata diam-diam dia pulang kampung. Apa mami salah memarah-marahinya." Elak Bu Wiwin.

"Ya jelas, salah Mami. Kalau saja mami memberikan izin kepada Mbak Dina untuk pulang kampung. Dia pasti tidak akan berbohong Mi. Dia hanya ingin menemui ibunya di kampung yang sudah satu tahun tidak ditemuinya. Mami sebagai Ibu seharusnya bisa memahami." Bantah Pras, menyerang bertubi-tubi ibunya.

"Kamu..." kata Bu Wiwin tertahan. Di saat itulah, aku membuka pintu,

"Permisi. Selamat Pagi Bu. Ada apa ya Bu Wiwin memanggil saya ke sini?" ucapku polos.

"Puas kamu hah! Sudah mengadu domba aku dan anakku sendiri!" tatapannya nyalang ke arahku. Sementara aku hanya menunduk.

"Aku enggak mau tahu. Pokoknya kamu jangan bekerja lagi di tempat gymku. Dan pergi jauh-jauh dari hadapanku!"

"Mami!" sergah Ko Pras.

"Pras, Mami tidak habis pikir. Kamu yang biasanya penurut sekarang menjadi pembangkang gara-gara wanita sial ini!"

"Itu karena Mami yang keterlaluan! Tapi berhubung mami sudah memecatnya. Maka saya akan mempekerjaannya di restorannya Pras. Ayo Mbak kita pergi" Cetus Pras sembari merangkul pundakku, menuju keluar ruangan. Aku tidak menyangka jika Pras membelaku mati-matian di hadapan ibunya. Apakah Pras menyimpan rasa untukku.

"Pras!" pekik Ibunya sembari memegangi dadanya yang sakit.

***

"Kata-kata Ibu tadi tidak usah di masukan ke dalam hati ya." Ujarnya sembari menuju mobil yang terparkir di depan swalayan. aku berpura-pura menunduk sedih. Padahal aku merasa sangat puas saat melihat dajal betina itu dibentak anaknya sendiri.

"Enggak apa-apa kok Mas. Cuma sekarang saya bingung mau kemana?"

"Saya 'kan sudah bilang tadi, untuk kerja di restoran saya."

Aku terdiam sejenak. lalu aku teringat tentang keberadaan ibuku yang masih menjadi misteri, dan menunggu untuk di kuak.

"Mas Pras, boleh enggak kalau saya mulai kerjanya tiga hari lagi?" aku berhenti berjalan dan menatap bola matanya yang bergerak-gerak.

"Kok gitu? Memangnya Mbak mau kemana?"

"Itu Mas, saya mau pulang kampung lagi. Bu de, saudara ibu ada acara Mantu." Ujarku mengarang cerita. Tentu aku tidak akan membicarakan tentang kejadian mistis yang menimpa kampungku, yang merenggut ibuku. Pasti dia akan tanya macam-macam.

"Boleh deh. tapi ingat tiga hari saja ya." Tuturnya membuatku bersorak kegirangan. Saking girangnya aku memeluk tubuh semampainya. Pria berwajah oriental itu hanya tersenyum.

"Aduh, Maaf Mas." Aku melepaskan pelukannya. Ya Ampun, aku kelepasan.

"Enggak apa-apa. Ya sudah ayo aku antar ke tempat gym untuk mengambil semua perlengkapan Mbak dan mobil." Dia menyalakan remot keyless, lalu membuka pintu mobil untukku. Dari ekor mataku, aku bisa melihat pandangan-pandangan sinis para pegawai swalayan itu. Pasti mereka mempergunjingkan Pras yang begitu bertekuk lutut di denganku. Sengaja aku masuk kedalam mobil dengan sangat anggun supaya mereka semakin panas. Setelah itu, Pras memutar ke depan dan masuk ke pintu sampingnya. Mobil pun bergegas keluar dari pelataran swalayan.

***

Sekarang aku bisa bernafas lega. Bisa terlepas dari jeratan Bu Wiwin dan mendapatkan tempat kerja yang baru di restaurant milik Pras. Aku tadi juga sempat bilang kepada Pras untuk bilang ke Ayahnya, Pak Sugeng tentang hal itu, supaya dia tidak berpikir kalau aku kabur darinya. hati ini was-was kalau sewaktu-waktu, Duo brengsek itu menyebarkan video itu lebih luas.

Sekarang yang terpenting adalah menguak misteri keberadaan ibu. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah bertemu dengan Pak Min. Meski dia gagal menembus kerajaan lelembut itu tetapi mungkin saja Pak Min punya kenalan orang yang lebih sakti untuk menolongku. Iya Pasti begitu.

Sesampainya di rumah Pak Min, aku bisa melihat Pak Min yang sudah berjalan-jalan di teras rumah.

"Pak Min sudah sembuh!" seruku senang. Terlihat dia mengayun-ayunkan tangannya ke depan belakang, melemaskan persendian.

"Sudah Dong." Kelakarnya.

Yes, dengan begini aku bisa membawa beliau ke kampung.

"Kenapa? Kamu mau membawa bapak ke kampungmu?" Duh, pikiranku terbaca olehnya.

"Iya Pak. hehe."

"Kok tumben, siang begini sudah pulang?" tanyanya. Segera aku menjawab, ketika akan membuka mulut dia menghentikanku.

"Sudah, tidak perlu di jelaskan. Aku sudah tahu." Kata Pak Min. Gila! Setelah sembuh, kemampuannya menjadi makin hebat.

"Kapan kita pergi ke kampungmu Nduk?"

"Kalau bisa sekarang Pak."

"Ya Sudah kalau gitu, biar saya siap-siap dulu."

Persiapan yang dimaksud disini bukan pakaian atau apapun. Terlihat pria itu masuk ke dalam kamar. dia duduk bersila. Dia memejamkan mata sambil berkomat-kamit. Aku tidak tahu persis apa yang dia lakukan.

Kurang lebih sekitar satu jam, dia bangkit dari semedinya. Seakan baru mendapatkan kekuatan yang baru, aku bisa merasakan auranya yang begitu kuat.

"Ayo kita pergi sekarang."

***

Mobil memasuki hutan blora tatkala malam sudah menyergap. Seharusnya lebih cepat lewat pantura untuk sampai kotaku, tapi entah kenapa Pak Min memintaku untuk memutar lebih jauh sehingga sampai ke hutan Blora ini.

Sebenernya aku sedikit begidik melewati hutan ini malam-malam. Rumornya sering terjadi penyesatan di sini, dalam artian kendaraan yang di sesatkan di jalur yang semestinya. Seperti Bus yang tiba-tiba saja sampai di tengah hutan, padahal jelas-jelas malamnya dia melewati jalan aspal.

Tapi berhubung aku bersama Pak Min yang notabene memiliki kekuatan khusus. Aku sedikit lega. Meskipun jalanan terlihat gelap mencekam. Dari balik kegelapan itu, seolah terdapat beribu pasang mata yang melihat ke arah mobil yang kukendarai.

Tiba-tiba, Pak Min berkata, "Berhenti disini sebentar Nduk."

bersambung

Note:

gimana ceritanya gaes?

jangan dibaca saja ya, tinggalkan vote dan review ya gaes, supaya penulis semangat untuk up terus.

thank you 🙏🙏🙏

avataravatar
Next chapter