Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
..
..
..
Angka 10
Pasal 49
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengakuan anak" merupakan pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama dan disetujui oleh ibu kandung anak tersebut.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 50
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengesahan anak" merupakan pengesahan status seorang anak yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama, pada saat pencatatan perkawinan dari kedua orang tua anak tersebut telah sah menurut hukum negara.
..
..
..
Materi kuliah masih belum berakhir walau jam sudah menunjukkan saatnya perkuliahan selesai.
Semua mahasiswa yang telah terbiasa kuliah daring, merasa tidak tenang di tempat duduk mereka karena tidak dapat 'curang' saat perkuliahan. Saat daring, tidak sedikit dari mereka yang menonton film atau acara lain pada layar ponsel yang diletakkan sejajar dengan layar Komputer sehingga tidak akan ketahuan oleh dosen yang mengajar.
Hal itu juga yang biasa dilakukan oleh Jine terlebih saat ia kurang tidur karena bermain gim hingga larut, dia bahkan bisa saja masuk kelas daring sambil tidur.
Namun tidak dengan sekarang yang mana sistem pembelajaran di kampusnya sudah diubah kembali lantaran dosen bantu telah datang untuk menggantikan sementara dosen mereka yang berada di luar negeri ataupun harus cuti karena suatu hal.
"Ahh materi ini membuat kepalaku berat," keluh Nona, lelaki muda berambut pirang yang menatap papan tulis dengan lesu.
Jine mengabaikan temannya itu.
"Jen,"
"Hmm,"
"Mungkin enggak sih kalau orang tua mengakui seorang anak yang bukan anak sah mereka?" ucap Nona lagi.
"Mungkin."
"Kenapa?"
"Ya karena mereka ingin, kurasa."
"Lalu apakah mereka juga bisa mengesahkan seorang anak yang tidak diakui?"
Jine seketika mengerutkan dahi, dia gagal paham dengan pertanyaan teman disampingnya itu.
"Jangan menatapku, Bu Friska akan menegurmu." Nona menyenggol lengan Jen dan membuat lelaki berambut panjang itu kembali membenarkan posisi duduknya.
"Kamu tahu, memahami perkataanmu itu lebih susah dari memahami materi kuliah," celetuk Jen.
Non tidak peduli, hanya terus bertahan untuk tidak mengantuk hingga Bu Friska menyudahi perkuliahan.
Bukan tanpa alasan, tentu saja Jen paham arah pembicaraan Non. Dia adalah seorang anak angkat dari keluarga mampu, dia semula adalah balita yang hidup di panti asuhan lalu diangkat oleh seorang teman dari ayah Jen, lalu akhirnya Non dan Jen berteman dari kecil hingga kini.
Walau sulit dimengeri sepenuhnya, pembicaraan Non selalu sensitive jika itu menyangkut keluarga.
Kehidupan yang sangat layak memang dia dapat, namun masih ada sedikit harapan baginya untuk setidaknya mengetahui darimana asal usulnya.
"Eh …," ucap Jine tiba-tiba yang membuat Nonpun ikut terkejut.
Dia mengingat perkataan Bik Rus mengenai 'status' Tasya sebagai anak dari keluarganya yang sekarang.
"Nona …," Jine belum sempat selesai bicara, namun temannya itu telah menatapnya tajam.
"Panggil aku Andre," ujarnya.
Jine mengabaikannya. "Apa golongan darahmu?" tanyanya.
"O positif."
"Ayah dan ibumu?" tanya Jine lagi.
"Ayah A, ibu B." jawaban singkat. Non segera berdiri dan mengajak Jine untuk pulang.
"Kamu bisa mendonorkan darahmu untuk mereka?"
"Pemilik golongan darah O positif dapat mendonorkan darahnya ke siapa pun dengan golongan darah rhesus positif, seperti A+, B+, AB+, dan O+. Kenapa pertanyaanmu seperti ini? Kamu tidak berencana untuk mengesahkanku sebagai anakmu karena golongan darah kita sama, 'kan?" ucap Non.
"Golongan darahku A," ujar Jine segera menolak perkataan Non alias Andre.
Tidak banyak berbincang lagi, keduanya hanya pergi untuk mencari air minum dan memutuskan untuk pulang.
Namun saat mereka tiba di kantin, keduanya berselisih dengan seorang perempuan muda dengan pakaian rapi yang sedang bersama dengan para petinggi kampus.
Jine mengerutkan dahinya. Dia mengenali beberapa diantaranya yang memang merupakan rekan ayahnya.
Berpikir cepat, Jine segera mengingat kalau kampus tempatnya berkuliah ini memanglah milik keluarga Adhitama. Dia seharusnya tidak terkejut dengan keberadaan putri tunggal keluarga itu, hanya saja dia merasa kalau ada sebuah takdir yang mempertemukan mereka.
"Kemarin saat aku baru mendengar kisah dari Bik Rus, aku bertemu Dinara saat bersama dengan Om Yunan. Hari ini, aku baru saja membahas mengenai golongan darah dan garis keturunan, aku bertemu dengannya lagi. Apakah ini sebuah kebetulan ataukah kebenaran?" gumam Jine seraya mengerutkan dahi.
"Hey, Bro. Jaga pandanganmu, dia adalah bos disini jangan berpikir untuk mendapatkannya," ujar Andre yang kembali menyenggol lengan temannya.
Jine hanya menyeringai, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan sebagai respon ucapan Andre.
Sangat berlebihan memang jika hal-hal sederhana dan terkesan tidak penting dihubungkan satu sama lain hingga menjadi sebuah fakta. Tapi ini cukup masuk akal, setidaknya untuk Jine.
Mahasiswa Hukum semester lima itu kembali tumbuh rasa ingin tahunya. Dia mencari-cari data diri mengenai keluarga Adhitama bahkan biodata lengkap Dinara.
Perlahan ia baca. Semula dia dikejutkan dengan tanggal lahir Dinara yang sama dengan Tasya, namun itu adalah sebuah kebetulan yang sangat wajar, pikirnya.
Selanjutnya adalah dia menemukan sebuah berita lama yang menyebutkan kalau mendiang Bu Harry, dulunya adalah mahasiswi jurusan sastra. Menyukai tulisan dan karya seni, namun tidak kembali menekuni hobinya itu sejak ia membantu suaminya untuk mengurus pekerjaan di kantor, serta mengurus rumah. Hanya sesekali menulis cerpen di laman internet.
'Foto masa muda keluarga Adhitama'
Klik.
Jine bersiap untuk terkejut jika saja dia melihat foto masa lalu Bu Harry yang mirip dengan Tasya. Namun rupanya dia tidak menemukan apapun, hanya foto Dinara yang selalu diunggah oleh pihak keluarga karena rasa syukur dan gembira atas kelahiran cucu tunggal.
"Cucu tunggal?" Jine mengerutkan dahi. Sebuah fakta yang membuatnya kembali bertopang dagu, serius mengamati berita.
Harry Adhitama, rupanya sepupu dari Satrio dan keduanya memiliki ayah yang berbeda. Adhitama Group adalah milik ayah Harry yang bernama Hernadi Adhitama.
Satrio Adiyatma adalah anak dari adik Hernadi, Jefrey Adiyatma. Mereka juga memiliki perusahaan kecil yang masih berbentuk perseroan komanditer di bidang logistik alat elektronik.
Adhitama Group yang bergerak di bidang property dan pendidikan mengalami kemajuan walau bertahap, sementara perusahaan milik Adiyatma sempat vakum beberapa waktu.
"Huhh!" Jine mehela napas panjang.
"Menarik," gumamnya yang detik berikutnya ia segera menyesali perkatannya itu.
"Argh bisa-bisanya aku membaca semua hal yan tidak begitu penting ini selama berjam-jam. Ya ampun!"
Kilng kling kling.
Jine melirik ponselnya yang menyala dan menampakkan nama kekasihnya memanggil.
"Kamu senggang?" tanya Tasya setelah Jine mengangkat teleponnya.
Jine memiliki jadwal makan malam bersama keluarga dua jam lagi. "Aku senggang. Kamu ingin bertemu?" ujarnya antusias.
"Emm, hanya membutuhkan bantuan kecil jika kamu tidak repot. Bertemu saja di kafe, aku akan kirimkan alamatnya."
.
.
.
Bersambung.