Part sebelumnya :
Handaka hanya tersenyum kecut sembari kemudian berjalan untuk duduk di sebuah bangku yang masih terlihat kosong. Matanya masih sibuk memperhatikan Polisi yang tengah menelpon dengan sang Ayah.
***
Mungkin peribahasa mengenai "Ada padi segala menjadi" itu ada benarnya juga. Handaka kali ini benar-benar melihat kembali bagaimana jika ada uang segalanya menjadi terasa lebih mudah. Bahkan untuk kasus lakalantas seperti ini saja ia tidak perlu keluar keringat lebih untuk mengurusi hal seperti ini dikarenakan kuasa sang ayah. Tidak lama kemudian Polisi tersebut mendekat ke arha Handaka dan berniat untuk mengembalik handphone yang sebelumnya telah ia pinjam.
"Ini hp-nya Dik ... saya sudah selesai bicara dengan orangtua kamu! Sekarang kalian bisa melanjutkan perjalanan kalian. Biar semua masalah disini saya dan rekan saya ini yang bantu mengurusnya!" ujar sang Polisi dengan ramahnya.
"Baik pak ... terimakasih!" balas Handaka pelan. Ia kemudian beranjak dari duduknya dan segera menemui Mang Dirman.
"Ayo mang! Semuanya sudah diurus oleh Ayah!"
"Baik, tuan!" Mang Dirman segera mengambil kunci mobil dan bersalaman dengan Polisi tersebut.
Mereka berdua akhirnya melanjutkan perjalanan mereka yang sempat tertunda dikarenakan kecelakaan lalu lintas yang baru saja terjadi. Beruntung Ayah Handaka segera mengurus semua kejadian itu dengan menurunkan beberapa orang suruhan untuk menghadap ke Polisi serta menyelesaikan semua biaya yang timbul akibat kejadian tersebut.
Sekitar 2 jam kemudian, Mang Dirman dan Handaka akhirnya sampai juga disebuah perumahan mewah yang berada tepat di tengah kota. Mobil pun perlahan-lahan memasuki gapura komplek. Mang Dirman disambut oleh seorang satpam komplek yang tengah berjaga.
"Selamat siang, pak! Mau kemana?" tanya Satpam tersebut ramah.
"Saya mau mengantarkan anak ini ke komplek C No.24 atas nama Bapak. Hariyanto Usada."
"Oh seperti itu ... baiklah silahkan nanti berbelok ke kiri dan lurus saja disana Blok C, bapak!"
"Terimakasih banyak!" balas Mang Dirman seadanya.
Tidak lama kemudian akhirnya Handaka sudah sampai di rumah yang dimaksud.
"Kita sudah sampai, tuan muda!"
"Iya mang!"
Handaka segera mengambil tas ranselnya yang ada di dalam mobil dan mengikuti Mang Dirman yang berjalan masuk ke arah dalam. Rumah ini cukup luas dengan ukuran tipe rumah 36. Handaka memilih rumah ini dikarenakan bentuknya yang tidak terlalu besar. Karena malas rasanya mengurus rumah yang terlalu besar untuk ditinggali seorang diri.
Mang Dirman terlihat sibuk memasukkan beberapa barang yang akan ditaruh di kamar dan juga beberapa sudut rumah lainnya. Hal ini dikarenakan Ibu yang meminta Mang Dirman untuk melengkapi kebutuhan Handaka selama berkuliah.
Handaka sendiri sudah masuk ke kamarnya yang berada di arah utara rumah. Rumah ini sendiri memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur dan juga 1 kamar mandi. Setelah selesai menaruh beberapa barangnya di dalam kamar, Handaka mulai sibuk dengan acara membersihkan diri dikarenakan hari sudah menjelang malam, sedangkan Mang Dirman sendiri terlihat baru saja memesan makanan lewat layanan pesan antar dan sibuk menaruhnya di meja makan.
Tidak lama kemudian Handaka dan Mang Dirman akhirnya menyelesaikan makan malam mereka yang boleh dibilang sudah benar-benar terlambat itu. Handaka segera beranjak menuju ke kamarnya dan tidur agar bisa bangun di pagi hari.
***
Pagi mulai menjelang. Sinar matahari mulai menunjukkan cahaya pagi itu. Handaka sendiri baru saja terbangun dikarenakan alarm dari handphonenya yang terdengar cukup nyaring pagi itu. Waktu masuk kuliah memang masih 3 hari lagi dari sekarang, namun Handaka memang harus membiasakan bangun pagi agar tidak terlambat ketika hari pertama masuk kuliah. Seharusnya sekarang adalah OSPEK Mahasiswa baru. Namun Handaka merasa hal itu tidak terlalu berguna dan malas untuk datang ke kampus. Lagipula menurutnya sendiri tradisi zaman batu itu sudah tidak seharusnya lagi ada untuk zaman sekarang ini.
Handaka segera beranjak dari tempat tidurnya dan melanjutkan untuk mandi. Setelah semuanya selesai, Handaka menuju ke ruang tengah dan melihat Mang Dirman sedang asik bersantai sembari menonton televisi.
"Selamat pagi, tuan muda!"
"Pagi, Mang! Mamang belum jalan pulang?" tanya Handaka penasaran.
"Belum, tuan muda! Menurut tuan besar, saya masih harus menemani tuan muda ke showroom mobil untuk membeli kendaraan baru selama disini!"
"Loh ... kok beli mobil lagi? Mobil yang itu saja kenapa?"
"Hmm ... saya juga kurang mengerti, tuan muda! Tapi pesan dari tuan besar sih seperti itu! Bagaimana kalau tuan muda tanyakan saja langsung kepada tuan besar!" balas Mang Dirman cepat.
Handaka hanya geleng-geleng kepala saja dengan hal tersebut dan segera mengambil handphonenya yang berada di saku celana. Ia kemudian menekan nomor panggilan dan tidak lama kemudian terdengar suara penuh wibawa dari seberang telepon.
"Halo kak? Ada masalah apa?"
"Aku ingin bertanya soal mobil baru, yah? Memangnya kenapa harus beli mobil lagi?" tanya Handaka penasaran.
"Oh itu ... tidak apalah. Ayah rasa memang kamu sudah seharusnya ganti mobil. Lagipula jazz itu sudah tahun tua. Biarlah jazz itu untuk di rumah sini saja, selama di Palembang pakai saja mobil yang baru nanti."
"Baiklah kalau begitu, yah! Terima kasih."
"Sama-sama, kak! Jaga dirimu baik-baik disana. Kalau ada masalah telepon saja, ayah! Mengerti?"
"Baik, yah!"
Handaka segera mematikan telepon tersebut. Ia sudah paham benar bagaimana perangai sang Ayah mengenai sebuah keputusan. Ayah Handaka adalah orang yang tidak menyukai jika pilihannya ditentang oleh orang lain. Rasanya hanya Ibu yang dapat membuat Ayah kaku terdiam mengenai argumentnya yang dibantah oleh Ibu. Hal itu sama dengan bagaimana kehendak Ayah yang mewajibkan aku untuk kuliah di luar negerti, sedangkan Ibu yang meminta agar aku kuliah di kota ini saja.
"Bagaimana, tuan muda? Apa jawaban dari tuan besar?"
"Ya begitulah ... seperti Mang Dirman tidak tau saja perangai Ayah!" balas Handaka kesal.
"Hehe ... ikuti saja perintah tuan besar, tuan! Iya pasti tahu hal terbaik untuk anak semata wayangnya ini!" balas Mang Dirman.
"Iya atur sama Mang Dirman saja! Aku sedang malas berpikir. Oh iya jam berapa kita akan pergi ke show room?" tanya Handaka sekali lagi.
Mang Dirman kemudian melirik jam tangannya. Ia sadar bahwa sekarang sudah hampir jam 12 siang, "Hmm ... sekarang sudah hampir setengah 12 siang, tuan! Ada baiknya kita pergi sekarang!" ajak Mang Dirman cepat.
"Oke-oke! Tunggu sebentar, Mang! Aku ganti baju terlebih dahulu."
Handaka segera menuju ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya. Bagaimana tidak saat ini ia hanya mengenakan boxer berwarna pink dengan bertelanjang dada, rasanya tidak mungkin mengenakan pakaian seperti itu saat keluar dari rumah, 15 menit kemudian Handaka sudah siap. Ia sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang biasa ia kenakan sehari-hari. Hari ini ia mengenakan kaus berwarna putih polos, celana jeans berwarna biru, sepasang sepatu kets berwarna putih, jam tangan dan ditambah sebuah sweater berwarna biru. Setelah dirasa siap, Handaka dan Mang Dirman kemudian segera melesat ke show room mobil yang dimaksud.
#Bersambung