"Kenapa harus lean, riel?? "
Narra tidak bisa menerima semua yang telah menimpa adik perempuannya.
Sebuah bentuk kekerasan seksual pada anak dibawah umur adalah hal yang paling kejam dibandingkan kematian menurut pandangan narra saat ini.
Dia merasakan kebenciannya muncul karena laki-laki yang sudah menghancurkan masa depan adiknya itu, ada sebuah keingina tahuannya pada seseorang yang sudah melakukan hal keji pada adiknya itu.
"Siapa yang sudah tega melakukan hal itu pada lean, riel? "
Efriel menganggukkan kepalanya, sebagai jawaban dia pun belum diberitahukan siapa yang sudah melakukan hal itu.
"Dokter jaga tadi mengatakan polisi sedang dalam perjalanan untuk menuju kesini "
"Mungkin kita bisa tahu siapa pelakunya dari polisi nanti "
Narra tidak berhenti menangis saat ini, terlebih ketika dia lagi-lagi melihat lean yang masih terbaring tidak sadarkan diri diatas tempat tidur pasien.
Dia duduk disamping tempat tidur lean dan menggenggam satu telapak tangan lean, mengusapnya dengan lembut.
"Aku tidak bisa membayangkan ketakutan kamu sewaktu orang kejam itu memaksamu... " .
Ucap narra dalam hatinya, sambil terus memandangi wajah lean dengan air matanya yang terus berhamburan.
"Kamu berteriak meminta pertolongan, tapi aku sama sekali tidak bisa menolong... "
Perkataannya sendiri itu seperti sebilah pisau tajam yang melukai perasaannya saat ini.
Rasa bersalah yang sangat besar karena dia tidak bisa menjaga satu-satunya keluarga yang ada disampingnya.
"Maaf... "
Narra menenggelamkan wajahnya di sisi tempat tidur dimana lean terbaring dengan tangisannya yang tidak terhenti.
Membuatnya sesak karena rasa sakit dan benci yang begitu besar sekarang ini.
"Ra, polisi sudah datang "
Efriel mengusap pundak narra yang masih dalam tangisannya.
Narra mengangkat wajahnya dan merubah pandangannya ke arah pintu ruangan dimana lean mendapatkan perawatan.
Ada tiga orang petugas kepolisian yang dua diantaranya adalah polisi wanita yang menunggu kesedian narra untuk bicara dengan mereka.
"Kalau kamu sudah siap mereka minta bicara sama kamu di luar ruangan " ucap efriel.
"Ya "
Narra beranjak dari duduknya menghapus air matanya sekarang, dia sudah berpikir tenang dan merasamenangis tidak akan pernah memberitahukan padanya sebuah jawaban yang sangat ingin dia tahu.
Dia berjalan menghampiri ketiga polisi itu yang sudah lebih dulu untuk keluar dari ruangan diikuti oleh narra.
"Maaf sebelumnya kami membicarakan ini dengan keluarga korban "
Narra hanya menganggukkan kepalanya dan telah bersiap untuk mendengarkan semua yang akan dikatakan oleh polisi padanya tentang lean.
"Saudari lean akan ada dalam pengawasan kami sampai dia sadarkan diri dan memberi kami keterangan "
"Berdasarkan saksi di lokasi kejadian dari rekan-rekan satu kerja korban yang kami dapatkan... "
"Rekan kerja korban? " narra menyela.
Dia menoleh ke arah efriel untuk memperlihatkan sebuah kejanggalan dari kata-kata polisi tadi.
"Maaf, pak " efriel yang mencoba mengambil alih dan menggantikan narra untuk bicara dengan polisi.
"Adik saya, lean itu yang menjadi korban pelecehan. Jadi saksi korban yang bapak maksud itu lean ? "
"Bukan "
Jawaban dari polisi itu membuat narra dan efriel saling memandang dan memperlihatkan reaksi kebingungan yang sama.
"Korban bernama diman petugas kebersihan di motel yang saudari lean datangi "
"Kami mengamankan sebilah pisau buah yang dipakai saudari lean untuk menusuk korban "
"Dikarenakan saudari lean masih belum sadarkan diri, proses pemeriksaan akan kami lanjutkan setelah saudari lean sadar "
"Tapi lean korban disini pak " narra merasa tidak bisa menerima apa yang dijelaskan oleh polisi tadi.
Terlebih perkataan yang mengatakan jika adiknya itu membunuh seseorang dengan pisau.
Narra tahu sekali adiknya itu sama sekali tidak pernah bisa menyakiti siapa pun, bahkan dia takut sekali memegang sebuah pisau karena trauma masa kecil lean yang pernah mendapatkan luka akibat bermain pisau.
"Kami juga belum menetapkan nona lean sebagai tersangka, karena akan kami cocokkan terlebih dulu kecocokan sidik jari di pisau dengan sidik jari nona lean "
"Dan tentang rudapaksa yang terjadi pada nona lean, petugas motel mengatakan nona lean datang bersama dengan seorang laki-laki tanpa terlihat ada sbuah paksaan "
"Apa itu bisa dilihat dari kamera pengawas? " efriel dengan cepat bertanya.
"Sayangnya, itu adalah penginapan kecil yang tidak memiliki ijin pendirian untuk sebuah penginapan karena minim dengan pengawasan dan keamanan. Mereka tidak memasang kamera pengawas, dan mereka hanya menulis nama pengunjung di buku tamu saja "
"Lean pergi dengan siapa? " lalu narra bertanya.
"Seseorang bernama Jay "
"Kamu tahu teman lean bernama jay? " efriel bicara pelan pada narra.
Dia memberikan sebuah jawaban dengan gelengan kepala, tetapi mencoba mengingat kembali sahabat-sahabat yang sering lean ceritakan
Diantara cerita lean dia tidak pernah mendengar nama jay, karena lean selalu menceritakan apapun padanya termasuk ketika lean bicara tentang rasa sukanya pada efriel sahabatnya itu.
"Jadi kami akan kembali bertanya dan melakukan penyelidikan setelah lean sadar "
"Terima kasih sudah bekerja sama dengan baik hari ini "
Narra masih memandangi ketiga petugas yang berjalan menjauh darinya sambil terus menertawakan dalam hatinya tentang kekonyolan aneh yang baru saja di dengarnya tadi.
"Lean adalah korban, riel. Kenapa tadi mereka seolah mengatakan bahwa lean itu tersangkanya? "
"Dia tidak pernah bisa pegang pisau, riel! "
"Dan dia cuma punya satu orang laki-laki yang dia suka, riel "
Narra terus saja bicara tidak menerima semua yang dikatakan oleh ketiga polisi tadi.
"Dia bilang kalau dia jatuh cinta buat pertama kalinya sama kamu, riel "
Narra lagi-lagi tidak bisa menahan tangisannya lagi, dia semakin merasa hidupnya tidak adil.
Efriel yang disebutkan namanya itu merasakan kesedihan narra, dia telah menganggap lean seperti adiknya sendiri tetapi sekarang narra sedang mengatakan perasaan lean padanya jadi efriel tidak akan mengatakan apappun.
"Masa depan lean sudah hancur, dan dia akan mendapatkan hukuman yang tidak dilakukannya! "
Narra dengan masuk ke dalam ruangan diikuti oleh efriel yang melihat narra mendekat ke arah lean yang belum sadarkan diri.
"Kamu tidak mungkin melakukannya " ucap narra sambil terus memandangi lean.
"Aku akan membebaskanmu "
Efriel mengerutkan dahinya mengawasi narra yang terlihat aneh.
"Narra apa yang mau kamu lakukan! "
Dia terkejut melihat narra yang mengambil sebuah bantal sambil terus memandangi lean yang terbaring.
"Jangan, narra! "
Efriel mencoba menghentikan tindakan nekat narra sekarang ini.