47 PENCULIKAN

Putra mencoba mendengarkan dengan jelas apa yang sedang terjadi. Suara Kinan terdengar berteriak dan meronta.

{Lepasin gue.}

Begitu lah yang terdengar oleh Putra.

"Nan, loe dimana? Siapa di sana? Kinan!"

Teriakan Putra mengagetkan Aisyah yang menyusulnya keluar.

"Kenapa Tra?"

"Kinan…!"

Putra masih berteriak memanggil Kinan di telepon. Wajahnya memucat. Ia cemas sekali.

"Ah, shit!"

Secepat kilat, ia berlari menuju lift. Tak ada waktu, meskipun tak tahu Kinan dimana. Aisyah yang tampak khawatir, mengikuti.

"Tra Kinan kenapa?" tanyanya saat telah masuk ke dalam lift.

"Gue nggak tau juga, Ai. Tapi kayak ada yang maksa bawa dia."

"Apa?"

Insting Polwan Aisyah langsung berfungsi. Ia bisa menebak, ini penculikan.

"Gue ikut loe!"

Putra tak punya pilihan selain membawa Aisyah serta. Jika pun dugaannya benar Kinan diculik, Aisyah juga berhak khawatir. Kinan jelas sepupunya.

Mereka berlari menuju mobil Putra, dan secepat kilat pun mobil itu keluar area parkir. Satpam kantor sampai terkejut melihat Putra keluar seperti itu.

"Tra, menurut loe dia dimana?"

"Nggak tau gue."

Putra yang kalut tak bisa berpikir apa-apa.

"Ini loe mau kemana?"

Putra berteriak sambil memukul stir, frustasi.

"Nggak tau! Gue nggak tau mau cari dia dimana! Hah!"

Matanya memerah. Jelas sekali emosi terpancar dari sana.

"Berhenti, Tra. Biar gue yang gantiin loe nyetir."

"Nggak ada waktu Aisyah."

"Iya tapi ini loe lagi kalut, ntar kenapa-napa di jalan."

Putra mengetepikan mobil kasar. Untung tak ada yang mengikut di belakang. Ia lalu keluar dan bergantian posisi dengan Aisyah.

"Loe coba hubungi dia."

Perintah sang Polwan. Meskipun tanpa disuruh ia akan melakukan hal itu.

"Kita ke Griya Cadas dulu. Tanya security."

Putra tak menyahut, ia masih sibuk menelpon ke nomor Kinan yang tak lagi diangkat. Bahkan saat percobaan ke tiga, telepon itu sudah mati.

"Bangsat!"

Putra memukul dashboard mobilnya berkali-kali. Emosinya tak terkontrol.

"Tra, loe bisa tenang nggak!"

Teriak Aisyah tak kalah panik dengan ulah Putra yang membuatnya terkejut.

"Gimana gue bisa tenang, handpone nya mati!" jawab Putra sambil meremas ponselnya marah. Wajahnya sudah merah padam, mata pun telah meneteskan airmata kecemasan.

Aisyah menarik nafas dalam. Ia percepat laju kendaraan.

Dan dalam hitungan menit, mereka sudah sampai di Griya Cadas.

Putra dan Aisyah serentak keluar, wajah panik mereka membuat Pak Dani dan Eko ikut panik.

"Pak, tadi lihat yang mencurigakan nggak arah Blok K?" tanya Putra tak sabaran.

"Aduh, tadi apa ya. Ada mobil paket masuk ke dalam. Arah ke rumah Mbak Kinan kayaknya. Tapi ada apa ini, Mas?"

Pak Dani tampak pucat. Eko disebelahnya juga terlihat cemas.

"Mobilnya kayak apa, Pak?"

"Grandmax hitam. Ada tulisan paket kilat gitu." Eko yang menjawab.

Putra segera kembali ke mobil, padahal Aisyah baru akan menanya kelanjutannya.

"Ai cepet masuk."

Putra sudah berada di posisi kemudi. Aisyah buru-buru masuk. Jiwa pembalap pemuda itu tiba-tiba muncul.

"Loe dapat petunjuk."

"Toni anjing!" teriak Putra kesal.

"Siapa itu?"

"Gue seperti tau tujuan mereka, pake seatbelt loe!"

Aisyah segera memasang, Putra sudah menekan pedal gas sedalam mungkin.

***

***

Beberapa jam sebelumnya. Kinan mendapat telepon dari Toni. Dan gadis itu tak mau mengangkat. Ia benci harus selalu menurut pada pria itu. Dan selang dua jam setelah tragedi telepon tak diangkat, sekitar pukul setengah sembilan. Tiba-tiba saja ada yang datang ke rumah Kinan. Semula gadis itu tak membukakan pintu, hanya pagar saja yang tadi lupa ia gembok.

Beberapa pria memaksa masuk dan membekap Kinan. Membawanya masuk ke dalam mobil secara paksa. Handphone tak lepas dalam genggaman. Karena merasa terancam, Kinan menekan panggilan ke Putra.

Orang-orang itu bahkan berlagak seperti pengantar paket saat melewati penjagaan di depan. Mereka membekap Kinan lagi, hingga tak tampak mencurigakan.

"Lepasin gue!" teriak Kinan histeris.

Ia berusaha melawan, tapi salah satu dari pria itu memukul tengkuknya, membuatnya tak sadarkan diri.

Telepon yang tersambung ke Putra tadi diputus oleh salah seorang dari mereka.

Dan beberapa kali Putra menghubungi balik, tak diangkat, bahkan dimatikan.

Kinan pingsan. Ia tak tahu apa-apa lagi setelah itu.

Sementara di cottage sana, Toni tampak geram. Kinan mencoba bermain-main dengannya. Ia langsung mengutus anak buahnya untuk membawa Kinan kembali ke tempatnya.

Putra sudah menduga kemana tujuan Kinan akan dibawa. Pasti lokasi itu.

Saat ini, posisi mobil anak buah Toni masih jauh di depan. Putra benar-benar mengesampingkan keselamatannya. Ia hampir melaju maksimal di jalanan malam itu. Mereka sudah keluar dari kota.

Sementara Aisyah di sebelah, tampak beberapa kali menelan ludah, sambil berpegangan pada sisi jok dan satu tangan memegang handle di sisi kiri atas. Dalam hati berdoa agar diberi keselamatan sepanjang perjalanan.

Putra tiba-tiba melempar ponselnya ke Aisyah.

"Telepon Toni, dia pelakunya. Loe ancam aja penjarain dia. Loe kan polisi!"

Dalam situasi menegangkan seperti ini, bisa-bisanya Putra menoleh padanya, sementara kecepatan mobil itu memasuki maksimal.

"Telpon Ai!"

Teriak Putra geram, karena Aisyah mengabaikannya.

Aisyah meraih ponsel Putra yang tergeletak di pahanya.

"Salah-salah ini bisa jadi kasus besar."

"Gue yakin dia!" bentak Putra kesal.

"Loe nggak punya bukti Tra!" Aisyah pun membentak.

"Telpon aja! Gue yang tanggung jawab!"

Dengan kesal Aisyah mencari nomor ponsel Toni. Ia langsung memencet dan menelpon. Tapi, tak diangkat.

"Dia nggak angkat."

"Bajingan!" Putra terus-terus berteriak dan mengumpat.

Aisyah jadi merasa tak nyaman. Seharusnya dia tak berada di sini sekarang. Sudah tau setiap kali bersama Putra ia pasti sial.

"Pake HP loe!"

Aisyah tersentak, "Loe dah gila!"

"Gue bilang, gue bakal tanggung jawab!"

"Tra, nggak mungkin! Loe bisa dipenjara kalau salah-salah nuduh orang!"

"Aisyah tolong, tolong gue! Itu dia, pasti dia biang keroknya."

Putra melunak, ia menangis.

Hah! lagi-lagi Aisyah mendadak kesal. Ia pun memencet nomor Toni dan menelpon yang bersangkutan.

Aisyah menatap Putra geram, kenapa selalu seperti ini setiap berurusan dengan masalah Kinan. Lembek banget!

Nada telpon tersambung telah berbunyi. Namun, tak juga diangkat. Toni bukan pria bodoh. Ia sudah bisa menduga telepon yang masuk ke HPnya berhubungan dengan Putra.

Dan dia tak mengangkat. Pria itu justru menghubungi anak buahnya yang lain.

"Kalau ketemu, tabrak dia!"

Dan anak buahnya yang sudah diberi mandat mencelakakan Putra langsung bergerak. Sebelumnya mereka mengganti nomor plat mobil dengan yang palsu. Dan mobil yang digunakan juga bukan mobil bagus. Kendaraan sejenis Taft, yang kokoh dan siap mengahncurkan mobil-mobil keluaran terbaru.

***

***

avataravatar
Next chapter