36 KEGALAUAN PUTRA

Putra melirik jam tangannya. Sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Semula berniat meninggalkan Aisyah di situ, tapi urung. Putra berhenti tepat di depan pemberhentian bus, dan menurunkan kaca.

"Gue anter!" teriaknya dari sisi kemudi.

Ia keluarkan kepalanya.

"Pulang aja loe sana! Gue bisa pulang sendiri!"

Aisyah si keras kepala, menolak sambil melambaikan tangan, masih hendak mengusir Putra.

Putra mendesis dan kembali memasukkan kepalanya ke dalam mobil. Dengan emosi ia lajukan mobil itu kencang. Namun, baru beberapa meter, ia kembali mengerem. Berpikir sejenak, dan ia putuskan untuk mundur kembali ke halte.

Putra mengegas-gas di sana.

"Woi, sipit ngapain loe!"

Benar kan, kalau dengan cara baik-baik tak bisa membuat polwan itu turun dari halte, ia gunakan cara keren lainnya. Aisyah memukul-mukul kaca mobil yang kemudian diturunkan Putra, gadis itu tampak kesal.

"Naik nggak!" ucapan itu seolah bernada ancaman.

Sebelum Aisyah menjawab, Putra kembali menekan pedal gas, karena ia tahu, gadis itu pasti akan menolak.

Aisyah terpaksa membuka pintu mobil yang sudah dibuka kuncinya oleh Putra saat menurunkan kaca mobil tadi.

"Sinting!"

Aisyah menghempaskan tubuhnya di jok penumpang. Putra langsung mengunci pintu dan menaikkan kaca jendela.

"Eh, buka aja, mual gue!"

Putra melirik aneh. "Mobil gue nggak bau, Ibu Polwan yang terhormat, AC gue wangi segar!"

"Gue bilang buka, ya buka!"

Putra mendesis, ia lalu mematikan AC dan menurunkan kaca mobil. Dalam hati ia merutuki sikap Aisyah yang tak berubah sama sekali padanya, lalu melirik gadis disebelah, yang ternyata juga meliriknya seperti monster.

"Kenapa sih, Kak. Loe sebenci itu ke gue?"

Putra akhirnya membuka percakapan, saat mobil itu telah melaju beberapa lama.

"Karena loe itu suka banget ganggu gue! Dan jangan panggil gue kakak, gue bukan kakak loe!"

Putra mendengus kesal, serba salah hidupnya jika berhadapan dengan cewek satu itu.

"Gue cuma hargai loe, karena loe lebih tua dari gue!"

"Gue bilang jangan panggil gitu, ya jangan!"

Pemuda itu melongo, ia tak percaya, wajahnya berubah konyol. Makhluk apa yang telah ia beri tumpangan ini. Seenaknya saja mengatur-ngatur orang.

"Dari mana loe?"

Setelah hening beberapa saat, Aisyah mulai membuka obrolan. Tampak emosinya sudah cukup stabil.

"Nggak liat gue pakai kemeja gini!"

Aisyah menatap Putra kembali garang. Padahal ia sudah ingin mengobrol biasa, tak pakai nyolot-nyolotan.

"Biasa aja dong, jawabnya. Gue pitak lagi nih kepala loe!"

Tangan Aisyah sudah akan mendarat di kepala Putra.

"Ja… jangan Kak, eh Ai. Yang tadi masih nyut-nyutan."

Tubuh Putra bereaksi mencoba menghindar.

"Ya makanya, gue tanya, jawab yang bener!"

"Ya Allah, bisa nggak sih, loe itu jadi cewek normal, yang kalau ngomong sama cowok lembut dikit!"

"Emang loe cowok, sipit?"

"Woi gulita, jadi loe anggap gue apaan?"

"Kebo!"

Putra kembali mendengus kesal, diremasnya stir mobil itu kuat-kuat. Melirik Aisyah, yang kemudian asik melihat handphonenya.

"I love you Kinan, saranghae."

Aisyah tak sengaja memutar penggalan video viral Putra.

"Ini loe?" tanyanya kemudian, sambil memerlihatkan layar ponselnya ke muka Putra yang menatap sedikit malu.

Kenapa Aisyah mesti lihat video begituan? Ia takut ditertawakan.

"Sipit…!"

Dan benar saja, Aisyah yang sebenarnya sangat pendiam dengan orang yang tak begitu ia kenal, tertawa ngakak melihat video Putra.

Lost control!

Aisyah merasa bahwa Putra juga termasuk orang terdekatnya. Mereka bahkan kenal sejak kecil, dan bertemu lagi, setelah sekian tahun tak pernah jumpa. Kekakuan di awal perjumpaan kemaren lusa, begitu saja lenyap. Sikap Putra yang juga tak jaga image di depannya, membuat suasana kali ini mencair begitu saja. Meskipun mereka lebih mengarah ke musuh bebuyutan.

"Woi, biasa aja dong ketawanya, kaya devil loe!"

Putra berteriak kesal.

Aisyah tak menggubris, ia menemukan video full. Saat Putra bernyanyi sambil memainkan gitar. Polwan manis itu mengeraskan suara Hpnya. Seolah menikmati lagu yang dinyanyikan Putra untuk Kinan.

"Kinan?"

Aisyah melirik Putra, yang terlihat fokus ke jalan, padahal sebenarnya pikirannya justru dipenuhi Kinan. Apalagi mendengarkan lagu itu kembali. Ia ingat saat Kinan menyanyikannya di atas mobil ini.

Putra manarik nafas pelan. "Dia dimana?" lalu bergumam pelan, sambil melempar pandangan ke samping kanan.

Aisyah tak menanggapi, meski ia mendengar.

"Gue boleh cerita sama loe nggak?" pinta Putra tiba-tiba.

Aisyah memutar kepala ke arahnya, menatap pemuda ganteng itu beberapa saat. "Nggak!" Polwan manis itu kemudian berpaling lagi ke arah kiri, melihat deretan rumah yang seolah berjalan meninggalkan.

Putra kembali terdengar menghela nafas. "Gue nggak tau mau cerita ke siapa?

"Gue nggak bisa jadi konsultan cinta!" ucap Aisyah tanpa melihat Putra.

Pemuda itu tak peduli. Saat ini, mungkin cuma Aisyah yang bisa menjadi pendengar, di saat semua orang yang ia kenal, tak mungkin bisa dijadikan tempat curhat. Menyebut nama Kinan saja, mungkin mereka akan menyarankan agar Putra melepaskan gadis itu.

Seperti cerita Pak Dani dan Eko tadi. Mereka bahkan heran, kenapa Putra mau menjalin hubungan dengan Kinan. Gadis yang sama sekali tak pantas untuknya. Orang-orang akan melihat Putra lah yang bodoh. Sekilas pandang saja, siapapun bisa menilai, kalau Kinan jenis cewek bispak [bisa pakai].

Ya, meskipun tak dipungkiri, ragawi perempuan itu sungguh sangat menawan. Hanya saja, tak dibarengi dengan harga dirinya yang sangat rendah.

Putra tak menjawab apa-apa, selain tersenyum.

"Gue jatuh cinta saat pandangan pertama sama dia. Dia beda dari gadis kebanyakan, tapi gue tetep cinta sama dia. Sekarang, gue bingung, dia pergi tanpa kasih kabar."

Aisyah memang mendengar, tapi ia tak menoleh, ia hanya diam saja.

"Ai, bisa pinjam telepon loe?"

Tiba-tiba terlintas untuk menghubungi nomor asing tadi dengan handphone Aisyah. Putra berharap, Kinan menjawab.

"Buat apa?" tanya Aisyah bingung, namun tetap memberikan handphonenya. Sebegitu percaya pada pemuda itu. Padahal, siapapun tak berani meminjam HPnnya, termasuk Bagas sekali pun.

Putra tak menjawab, ia lalu memberikan ponselnya ke Aisyah, dan meminta gadis itu menyebut nomor asing tadi.

Aisyah menuruti saja.

Telepon itu tersambung, dan diangkat.

"Nan. Ini gue Pu…"

Telepon langsung diputus.

Putra termangu, membuat kestabilannya hilang, ia hampir menabrak pengguna jalan lainnya.

"Tra…!"

Beruntung Aisyah mengagetkannya.

"Tepi…"

Polwan itu mengomando, Putra lalu mengetepikan mobil.

"Loe kenapa? Sini biar gue yang nyetir."

Putra bergeming di kursi kemudi. Ia menatap kosong jalanan kota malam itu. Kenapa Kinan seolah menghindarinya? Kesalahan apa yang sudah dilakukannya? Apa ini perintah dari Toni? dan kenapa dia menuruti? Bukankah dia ingin keluar dari dunia kelam itu? Kenapa Kinan?

Putra memukul setir sambil berteriak, membuat Aisyah terkejut.

Ada apa ini? Gadis itu sampai melongo tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada musuh kecilnya itu.

"Woi, loe kenapa?"

Aisyah menepuk lengan Putra, membuat pemuda itu meringis, lalu memegang lengannya.

"Sakit tau!"

"Perasaan gue nepuknya biasa aja."

Aisyah berkilah. Tenaga biasanya saja seperti itu.

"Turun! gue yang gantiin nyetir. Bahaya loe lama-lama."

Putra bergeming lagi, lalu menggeleng. "Biar gue aja, tanggung," ucapnya sembari melajukan mobil.

"Eh, besok-besok kalau ketemu gue, nggak usah loe samperin gue. Nggak mau gue, loe aneh!"

Putra menatap Aisyah heran, "Loe nggak pernah ngerasa jatuh cinta?" dan melontarkan pertanyaan yang tak ingin dijawab Aisyah.

Jatuh cinta katanya.

Aisyah merapi-rapikan rambutnya yang diterbangkan angin, ah malas jawab pertanyaan tak penting itu. Ia mendiamkan saja, seolah-olah pertanyaan itu tak pernah ada.

***

***

avataravatar
Next chapter