26 AFTER FK

Putra refleks melakukannya. Ini pengalaman pertama mencium bibir seorang gadis. Dan jantungnya benar-benar berdegup sangat kencang. Beberapa detik, Putra hanya menempelkan bibirnya pada bibir mungil Kinan, yang beraroma jeruk itu. Saat akan menarik kepala ke belakang, tiba-tiba tangan Kinan menahan bagian belakang kepalanya.

Perlahan, Kinan mengemut bibir Putra. Ia mendominasi. Gadis binal yang sudah terbiasa dengan adegan ini, seolah benar-benar menikmati menciumi bibir Putra perlahan, penuh kelembutan. Dan Putra pun jadi terbawa suasana. Pemuda itu membalas perlahan. Sangat lembut, seolah ia ingin memberikan rasa berbeda pada Kinan.

Ini tentang cinta, tentang perasaan tulus. Bukan lagi hasrat ingin menyetubuhi. Tidak.

Satu menit berlalu, Kinan mulai kehilangan kontrol, ia melingkarkan tangan ke leher Putra dan menariknya semakin mendekat, lalu melumat bibir Putra semakin buas.

Putra tersadar, dan mendorong pelan tubuh Kinan.

"Nan, cukup!"

Putra menarik nafas dalam, kembali duduk ke posisi semula. Ia merapikan kembali rambut yang sedikit acak-acakan dibuat Kinan. Gila memang, ciuman pertama justru sama cewek binal. Putra menghembuskan nafas pelan, ia merasa menyesal tak bisa mengontrol diri seperti itu.

Sekuat tenaga ia menahan godaan dan bisikan setan agar kembali melakukannya, bahkan sesuatu yang lebih dan lebih. Putra mencoba mengusir bisikan-bisikan itu.

Penyakit Kinan kambuh, ia tampak gelisah di sebelah. Ragu-ragu menggapai tangan Putra yang memegang tongkat transmisi atau gigi mobil. Wajah pemuda itu tampak memerah, tatapannya lulus ke jalan, ia masih berusaha mengatur nafasnya yang tadi sempat memburu.

"Tra… Maafin gue, tapi gue butuh…"

Kinan membuat Putra kaget, ia memanggil Putra dengan model suara berbeda, agak mendesah dan tampak bergairah.

"Nan, loe harus bisa kendalikan diri!"

Putra meraih kedua lengan Kinan, seolah sedang berusaha menyadarkan gadis itu dari penyakit yang sebenarnya bisa dikendalikan. Wajah Putra menegang. Sementara Kinan seolah berusaha merayunya, dengan tatapan sayu dan gigitan bibir bawah yang menggoda.

"Haaiiiiisssttt. Sial!"

Putra melepaskan tubuh Kinan, dan membuka pintu lalu keluar dari mobil.

Ia benci melihat Kinan seperti itu. Semua tak perlu berakhir dengan kepuasan biadab yang menjijikkan ini. Akan ada masanya, kelak semua bisa disalurkan pada jalur yang benar. Putra tak bisa melakukannya, hingga ia memutuskan keluar saja.

Kinan tak menyangka Putra benar-benar mampu bertahan dari godaan untuk menyentuhnya. Perempuan yang masih merasakan hasrat buruk itu, mencoba mengalihkan pikiran, dan berkali-kali menghela nafas. Ia harus bisa seperti Putra. Semua tak harus berakhir seperti yang lalu-lalu.

Kinan menahan kaki untuk tak bergerak gelisah. Ia juga menahan tubuhnya agar tak menggeliat-geliat tidak jelas. Sekuat tenaga, ia terus menarik nafas dalam, dan mengeluarkan perlahan.

Cukup lama, Kinan berkeringat, padahal AC mobil Putra masih menyala. Perlahan, serangan dari dalam dirinya mulai memudar.

Gadis itu mulai tenang. Ia mengambil nafas masih secara perlahan, yang terdalam, lalu mengeluarkannya juga pelan-pelan. Ia melihat punggung Putra yang lebar dan tampak kuat. Pemuda itu membelakanginya, sebelah tangan berkacak pinggang, sebelah lagi mengubek rambut belakang berkali-kali. Putra jelas tampak kesal, dengan hal yang baru saja terjadi.

Tak lama terdengar pintu terbuka, Putra tak menoleh. Ia lalu menarik nafas berat, dan mengeluarkannya dengan keras.

"Tra…"

"APA!"

Putra berbalik dengan marahnya. Kinan terkejut, ia lalu menunduk.

"Maafin gue…"

Kedua tangan Putra kini berada di pinggangnya, ia benar-benar marah, Kinan tak bisa menahan sedikit saja. Kenapa harus berprilaku seperti pelacur dihadapannya?

"Tahan, Nan! Salah loe selama ini terlalu menuruti nafsu loe! Berhenti Nan. Coba loe pikirkan yang baik-baik yang bisa loe lakukan!"

Putra masih bersuara tinggi.

Kinan terus saja menunduk. Padahal ia ingin bilang, kalau tadi dia bisa mengendalikannya. Tapi Putra keburu marah-marah.

Putra berdiri di tepi lembah pegunungan. Lokasi mereka saat ini, jalan menuju luar kota, kawasan penghubung dari daerah pesisir pantai menuju kota yang berada di kawasan tinggi perbukitan. Ada sebuah jalur, yang berada di lembah pegunungan, dengan ketinggian mencapai 920-950 meter dari permukaan laut.

Jarang yang menempuh jalur ini, jika hendak bepergian ke kota seberang perbukitan. Pemandangan di sini cukup indah. Sebelah sisi terdapat tanah tebing, yang jika hujan deras bisa menyebabkan longsor, di sisi lain, ada jurang yang cukup curam. Namun, meskipun jurang itu mengerikan, tapi, tak menutup keindahan alam, di bawah sana tampak menghijau, tertutup dedaunan pohon-pohon rindang.

Kawasan ini bernama Nagari Malalak.

"Tra…"

Kinan mengangkat wajah. Ia sudah berurai air mata.

"Gue udah bilang nggak mau kehilangan loe, nggak mau loe pergi dari gue, kan?"

Putra tersentak, apa yang baru saja dilakukannya. Memaki-maki Kinan.

Perlahan Putra mulai menetralisir emosinya.

"Kalau loe aja, yang udah gue pikir nggak peduli dengan hidup gue yang penuh dosa ini, mau nerima gue, tapi ternyata nggak! Gimana sama yang lainnya?"

Kinan berjalan mundur, saat Putra mulai menghampirinya.

"Nan…"

Putra mencoba membujuk agar Kinan berhenti menjauh darinya.

"Nggak ada kesempatan untuk gue berubah, kan? Orang durjana kayak gue nggak ada tempat di dunia orang-orang seperti loe kan? Lalu, buat apa loe hadir di hidup gue, bilang hal-hal yang buat gue ngerasa masih ada harapan berubah."

Air mata Kinan semakin mengalir deras, ia terus berjalan mundur.

Putra pun terus mengikuti, "Nan, gue minta maaf, tolong berhenti, Nan."

Pemuda itu takut Kinan akan melakukan hal aneh. Tak jauh dibelakangnya, ada jurang yang curam.

"Loe sendiri yang bujuk gue buat ngomong semua, loe bilang percaya sama loe! Gue udah percaya, gue udah bilang hidup gue pahit, Tra. Loe nggak akan bisa nerima! Tapi loe terus yakinin gue! Loe kasih gue rasa nyaman di dekat loe, loe buat gue percaya, Tra. Tapi ternyata semua bohong!"

Kinan terus berjalan mundur, lima langkah di depan bibir jurang. Putra benar-benar takut gadis itu akan jatuh ke dalam sana.

"Gue udah bilang, gue sangean Tra. Tapi loe malah nyium gue! kenapa? Gue kelainan sex! Puas loe! Gue nggak bisa nahan hasrat seksual gue. Loe udah tau, tapi loe malah nyium gue. Trus bentak-bentak gue. Loe jahat, Tra!"

"Nan, berhenti, dengerin gue. Gue minta maaf. Di belakang loe jurang, Nan!"

Putra akan mengejar, tapi Kinan menyetopnya. Perempuan itu mengedepankan tangannya.

"Stop! Loe nggak berhak lagi urus hidup gue!"

Kinan berhenti, tepat dua langkah di bibir jurang. Ia melihat ke belakang. Kakinya bergetar. Tapi, rasa sedih karena sikap Putra tadi lebih mendominasi, hingga terlintas untuk mengakhiri saja hidupnya, hari ini. Mungkin inilah tujuan Putra membawanya ke sini, agar bisa dengan mudah membuatnya mati.

"Nan, loe nggak bisa ngomong kayak gitu!"

Putra gemetar, ia tak ingin Kinan berpikir dangkal dan melompat ke belakang.

"Loe nggak ada hak, Tra! Loe jahat!"

Kinan masih menangis terisak, ia mengingat betul bagaimana beberapa waktu belakangan, hari-harinya selalu dihiasi oleh pemuda ini. Meski masih terbilang singkat, tapi ia merasa nyaman dengan Putra. Namun, kejadian barusan membuatnya tersadar, ia tak pantas untuk bersama dengan pemuda baik itu, juga tak pantas ada di dunia ini.

"Nan, gue bener-bener minta maaf. Gue cuma nggak mau loe selalu begitu, gue marah bukan karena benci sama loe. Justru karena…"

"Aaaaakkkkkkkk…"

Teriakan Kinan menghentikan kata-katanya, gadis itu tergelincir ke dalam jurang.

***

***

avataravatar
Next chapter