webnovel

Hans, Penyihir Buta Aksara

[15+ Rated Stories] Sebuah kisah petualangan bocah yatim piatu, tak bisa membaca, diseleksia. Kesepian dan diremehkan, ia seolah sendirian melawan kebiungungan. Satu-satunya peninggalan orang tuanya, yang mungkin menyimpan rahasia tentang keduanya adalah sebuah buku lusuh yang tidak bisa ia baca. Pertemuannya dengan para Magi, pengguna aksara membawanya ke dunia yang bahkan tidak pernah terlintas dalam imajinasi terliarnya. Sebuah petualangan dan perjuangan di mana Aksara dan Doa mampu mengubah segalanya! Sebuah cerita tentang sihir dan pertempuran kerajaan antara manusia dan iblis, antara manusia dan saudaranya! "Aksara, sebuah goresan penghantar doa yang menggerakan semesta!" [ Support aku di halaman karya karsa berikut: https://karyakarsa.com/gulahitam/rewards ]

GulaHitam · Fantasy
Not enough ratings
90 Chs

Aksara 41b Menari Dengan Semesta.

Unedited

Hari begitu sejuk, seakan kengerian kemarin hanyalah mimpi. Hans duduk di bangku rotan sambil memandang barisan pasukan pribadinya. Narda dan Nardi menjulang di bagian belakang barisan.

"Reinald, Abner dan Georgio kemari!" Panggil Hans, Benaya berdiri di belakang Hans, wajahnya masih pucat.

"Kalian masing-masing harus membentuk peralatan aksara kalian, dan kalian pikirkan dahulu peralatan jenis apa yang kalian butuh. Kalian akan memimpin team kalian masing-masing dan melarih mereka."

"Tidak perlu terburu-buru, aku memberikan kalian waktu dua hari. Setelah itu kalian harus memberikan daftarnya padaku!" Ketiganya mengangguk ketika mendengar hal itu, sedang Benaya merasa bingung mengapa tuan muda tidak menyuruhnya juga.

"Baiklah, selanjutnya.." Hans berhenti, kemudian berjalan mendekat.

"Aku akan menunjukkan tujuh gerakan dasar dari teknik yang aku punya, ini adalah teknik milik ayahku, aku harap kalian tidak mengajarkannya pada orang lain tanpa sumpah dari penerimanya." Hans berucap pelan, dengan suara yang hanya terdengar bagi ketiga orang itu. Tentu teknik ini bukan sepenuhnya milik sang ayah, namun gabungan antara teknik miliknya dan tarian sang ayah. 

"Kemari, mari kita mengikat Janji." Hans mulukai kedua telapak tangan, ke empat orang itu bergandengan tangan.

"Kami berjanji tidak akan mengajari atau memberikan informasi tentang teknik ini tanpa persetujuan atau ikan janji penerimanya! Biarlah semesta menjadi saksinya!" Ujar mereka. Darah di telapak ketiganya mengalir masuk membentuk rantai di jantung dan uma mereka.

"Baiklah, mari kita mulai!" Ujar Hans.

Gerakan sang ayah sebagai dasarnya, meski ia hanya mengetahui tiga gerakan dasar, tapi garis jiha membuatnya mampu mengembangkan gerakan lanjutan versinya, yaitu teknik yang ia buat di akademi. Teknik yang ia buat di akademi tercipta oleh gabungan memori alam bawah sadarnya dan garis semesta yang ia lihat.

Permasalahannya sang ayah menggunakan pedang, sementara Hans menggunakan glaive.

Sehingga ia memiliki dua versi, versi pedang yang memang hampir sama dengan milik sang ayah dan versi glaive ataupun tombak miliknya sendiri.

Reinald menggunakan tombak, Abner menggunakan pedang panjang dan perisai, sedangkan Georgio menggunakan pedang ganda.

"Reinald perhatikan baik-baik!" Hans mengambil tongkat kayu berukuran tiga setengah hasta. 

"Gerakan pertama!" Ujar Hans.

"Menusuk seperti angin!"

"Alirkan jiha ke tangan kanan dan pusatkan pada ujung tombak, dan telapak tangan kiri. Juga pada kaki kirimu!"

"Atur pernapasan, ketika menarik nafas angkat juga kaki kananmu hingga sejajar dengan perutmu. Di saat yang bersamaan tarik tangan kanan dan kirimu ke arah dada kiri."

"Pastikan ketika engkau melakukannya, engkau dapat merasakan jiha di sekelilimu bergerak bersamamu, ketika kau bisa merasakannya berarti gerakkan sudah hampir benar."

"Gerakan kedua, Menghujam sekeras Logam!"

Gerakan menghujam dari atas ke bawah, Hans membuat seakan bayangan tombak lainnya bermunculan. 

"Gerakan ketiga, Menguasai Seperti Api!"

Kombinasi gerakan kaki, ayunan tombak dan juga pukulan tangan membuat musuh tertekan dan dikuasai!

"Gerakan keempat, Mengalir Seperti Air!" 

Gerakan ini membuat gerakkan tubuh Hans mengalir dengan begitu lancar, begitu halus. Teknik ini adalah teknik bertahan dan menghindar.

"Gerakan kelima, Sekuat Batu dan Sebesar Gunung!"

Kedua kakinya menekan kuda-kuda, daerah radius dua meter di sekeliling Hans memancarkan cahaya. Tanah yang ia pijak mengeluarkan jiha yang menari bersamanya!

"Gerakan Keenam, Melesat Seperti Cahaya!

Gerakan menyerang dengan kecepatan luar biasa, gerakan ini memberi tekanan terbesar pada tubuh penggunanya. Konsumsi jiha juga mencapai dua kali lebih kuat dari sebelumnya. 

Postur tubuh yang sulit dan juga gerakkan kaki yang rumit membuat gerakkan ini membutuhkan konsentrasi, ketangkasan, serta kekuatan fisik yang luar biasa. 

Hans seakan muncul di sisi lain tempat latihan, keringat mulai bermunculan.

"Gerakkan adalah salah satu gerakkan pamungkas, pastikan kalian menggunakannya di saat yang tepat. Teruslah berlatih hingga kalian bisa mengurangi efek konsumsi energi dan tekanan pada tubuh!"

"Gerakkan ketujuh, Langkah Bayangan!" 

"Gerakkan ini adalah gerakkan terakhir, gerakkan ini hanya kombinasi gerakkan kaki untuk menghindar dan menipu lawan!"

"Meski menggunakan nama 'bayangan' teknik itu bukanlah menggunakan jiha kegelapan, ingat, jangan biarkan kalian tercemar akibat salah menggunakan jiha. Elemen yang kita gunakan adalah elemen ruang, atau dalam bahasa utara space.

"Perhatikan dengan baik!" Hans mengambil posisi berdiri sempurna, menggerakan tangan kanan kedepan secara horizontal dan tangan kiri ke belakang.

Kedua kakinya berjinjit, kaki kanan diagonal ke depan, tak lama kedua kakinya seakan memompa naik turun, jiha berwarna hitam menyeruak. 

Hans kemudian bergerak, seperti bayangan, ia muncul di sana dan di sini, meninggalkan bayangan di setiap posisi ia muncul. Seolah ia masih berdiri di sana, padahal ia sudah berada di posisi selanjutnya. 

Mereka yang melihatnya terkejut, bertanya-tanya mengapa ia tidak menggunakan kekuatan ini ketika bertarung di hutan. Hanya Reinald, Abner dan Georgio yang mengetahui jawabannya, Hans waktu itu hanya mengetahui tiga gerakan awal. 

Empat gerakkan lainnya ia temukan dalam ingatannya, gerakkan terakhir yang ia gunakan untuk mengalahkan Legion. 

Pasukan yang lain melihat dengan seksama, beberapa mencoba menirukan gerakan itu, Alexander terlihat paling antusias. Meski begitu terdapat satu orang lain yang tidak memperhatikan, dia adalah Ananias. 

Ananias memandang ke arah pria yang sebelumnya dikuasai Legion. Ia memandang Hans dengan seksama, tanpa ia sadari Hans menoleh dan memanggil dia. Ia tersentak, namun tetap maju keluar dari barisan. 

Ketika ia berada di hadapan Hans dia membungkuk, kemudian berlutut dengan satu kakinya.

Hans kemudian mengangkat tangannya, ia menutup matanya. Tangan yang ia angkat itu kemudian bersinar,"Mulai hari ini, namamu adalah Ebed [1] Elo [2]. Masa lalumu sudah di lupakan, jangan berdosa lagi!" 

Hans melepaskan cahaya yang merupakan api suci dari hatinya, api itu kemudian menjadi satu dengan hati Ebed, memastikan kegelapan tidak memiliki tempat lagi sana. 

Akan sangat bergaya bila ia kemudian menjadi portal bagi dunia kematian untuk kedua kalinya.

Ananias mengepalkan tangannya,"tsch!"

Mata Ebed dipenuhi cahaya, tubuhnya bergetar, namun bukan mengalami rasa sakit namun ia justru merasakan kehangatan.

Api itu membakar kegelapan terakhir pada uma miliknya, meski ia tidak memiliki kekuatan apapun saat ini, dan merupakan yang terlemah di antara semua pasukan namun perlahan jiha mengelilinginya, merasakan uma miliknya kosong dan bersih, energi semesta perlahan memasuki hatinya. 

Di antara semuanya, sudah di takdirkan ia akan menjadi yang paling berbakat di antara pasukan yang lain. 

Hans juga memanggil Gordon, memberikannya arahan dan menyuruhnya memilih. Ia adalah pemegang tim ke empat, Ananias berada di bawah pimpinannya.

Keempat pasukan itu kemudian berlatih, masing-masing di bawah arahan kapten mereka. Hans mengajarkan Georgio dan Abner teknik yang sama. Ia juga mengajarkan Gordon. 

Hans pun ikut berlatih, namun ia berlatih bersama Benaya. Berbeda dengan yang lain, Benaya berlatih dengan pertarungan yang sesungguhnya. Menggunakan pedang sungguhan, Hans pun baru menggunakan teknik yang sama.

Meski teknik itu hasil modifikasinya, namun ia sendiri belum mahir menggunakannya, ia baru sampai tingkat mempraktekkan teori, masih banyak kesalahan dan gerakkan tidak perlu dari tekniknya.

Hal itu yang membuat dia menekankan 'merasakan gerakan Jiha' ketimbang memaksa gerakan yang harus sama persis. Karena ia tahu benar, mereka sama-sama masih terhitung pemula.

Memang dalam gerakan satu sampai tiga Hans menguasainya dengan baik, karena itu memang gerakkan buatannya. 

Hans mencoba mendeduksi gerakan untuk Benaya, karena dia menggunakan pedang besar, sebuah Great Sword. 

Keduanya bertarung makin lama makin sengit, Benaya sudah menggunakan mode perubahannya, hal itu membuat Hans terhempas ke sana kemari. 

Meski begitu Hans tidak menggunakan kekuatan sepenuhnya, ia hanya menggunakan kekuatan fisik tembaganya san juga tiga puluh persen jiha dan rohnya. 

Sampai tahap ini, Hans menyadari salah satu kekurangannya, yaitu kontrol keluaran tenaga. 

Namun apapun yang ia coba, ia belum juga berhasil. 

"Benaya! Jangan Ragu, gunakan gerakkan empat 'Mengalir Seperti Air' tubuhmu besar dan kaku, itu membuat kekuatan besarmu tidak berguna!"

"Perhatikan gerakan langkahmu! Kuasai langkah bayangan Ben!" Hans tidak jarang berteriak, ketika 

Pasukan yang lain berusaha untuk tidak melihat, mereka menyadari meski kapten mereka tegas, namun berlatih mereka jauh lebih manusiawi. Benaya harus melakukan push up ratusan kali bila melakukan kesalahan.

Ditambah lagi berkali-kali di marahi oleh Hans, mereka berusaha menempatkan diri pada posisi Benaya dan merasakan ketakutan. 

"Syukurlah aku bersama kapten Reinald.."

Ujar Alexander dan beberapa anggota pasukan yang lain. Mereka bisa melihat luka sayatan di tubuh Benaya, meski sebagian besar bukanlah karena Hans, melainkan ia terluka sendiri karena kontrolnya sangat buruk.

Ketika matahari berada di puncak, Hans dan Benaya meninggalkan tempat latihan.

Hans hendak menaiki tangga, namun berhenri dan berbalik,"Ben mandi dan bersiap-siap, temui Malcom agar memberikan pakaian yang tepat. Tunggu aku di bawah."

Ia melihat Benaya yang terlihat kelelahan dan meski bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana latian, celana itu penuh lubang karena pedang. Sedang luka di tubuhnya mulai menutup dengan sendirinya. 

"Baik tuan muda!" Ia bergegas mencari Malcom. 

Hans sendiri masuk ke tempat basuhnya, para pelayan wanita bergegas melayani dan membersihkan noda dan luka setelah latihan. 

Setelah melalui beberapa puluh menit yang terasa begitu lama, Hans melepas nafas panjang dan berjalan keluar dari ruangannya menuruni tangga, memegang pegangan tangga yang berbentuk seperti melingkar kebawah, tangga itu sungguh besar, lima orang dapat berjalan bersama melewatinya.

Hans menaiki kereta kuda pribadinya, kereta berwarna perak dengan bentuk yang sederhana namun memberikan kesan elegan. Kereta itu ditarik delapan kuda, Malcom duduk di luar, di sebelah kusir. Sedang di dalam kereta Hans, Benaya, Danang dan Paman Odel duduk berhadpan. 

Hans memandang Kusir dari kaca di belakang pengemudi, Hans duduk menghadap ke depan. 

Ia teringat Paman Fidelis dan Hibiscus kusir pribadinya, sepanjang perjalanan ia mengingat momennya ketika berada di rumah berjalan.

Pinkirannya melambung, hingga setelah beberapa jam berlalu kereta kudanya berhenti. Paman Odel dan Danang saling mengobrol, sedang Benaya tertidur dan tersadar ketika kereta berhenti. Sungguh pengawal yang tidak kompeten, Hans menggeleng sambil tersenyum. Benaya ia perlakukan seperti saudara sendiri, sehingga ia tidak terlalu mempermasalahkan. 

Malcom membuka pintu kereta, Hans keluar pertama di ikuti Paman Odel dan Benaya, Danang berada tepat di belakang Benaya. 

Sebuah bangunan besar dengan lima menara dengan ujung membulat, empat menara berada di empat penjuru bangunan, satu menara lain berada di muka, di pintu masuk. Bangunan itu tersusun dari batu-batu putih yang disusun dan diberi semen perekat, si pintu masuk pasukan berjaga delapan orang di setiap pintu. 

"Malcom, bantu aku menyelesaikan administrasi! Ayo kita masuk!" Ujar Hans, melangkah mendekati pintu masuk, merasakan aura kuat dari dalam perpustakaan itu. Gedung besar yang hendak masuki adalah perpustakaan kerajaan. 

Gedung itu berbatasan langsung dengan bagian belakang kastil kerajaan. Sehingga royale guard berjaga-jaga di seluruh sudut perpustakaan kerajaan.

Hans masuk melalui pintu utama, pintu itu terbuat dari baja yang begitu tebal, membuat Hans berpikir ia memasuki tempat yang salah. 

"Bagaimana Malcom?" Hans mebghampiri Malcom yang masih berada di meja besar berisi sepuluh librarian. 

Masing-masing dari mereka adalah orang tua, dan memancarkan aura yang kuat. Mereka terlihat disiplin dan tatapan mereka tajam, Hans bisa memastikan mereka adalah pensiunan pasukan kerajaan. 

"Tuan Muda, anda harus menyelesaikan prosedur terakhir, bubuhkan sidik jari anda disini." Ujar Malcom, sambil menunjuk kertas perkamen tebal.

Ketika Hans menempelkan jarinya, kertas itu seakan membuka mulut dan menyedot secara paksa darahnya. 

Hans terkejut kecil, namun tidak bergerak. 

"Kontrak ditandatangani!" Suara keluar dari kertas gulungan, ia menggulung dirinya dan kemudian terbakar, ketika apinya habis sebuah medali berantai perak muncul di atas meja. 

"Engkau hanya memperoleh ijin untuk naik sampai ke lantai -3. Pastikan anda tidak memasuki area lebih dari itu. Atau formasi pelindung akan menyerang anda!" Ujar salah satu librarian tanpa emosi, suaranya dingin.

Paman Odel dan Benaya hanya boleh membaca buku di tingkat 1, 2, 3 sampai 7 tapi lantai bawah memiliki batasan tertentu agar bisa masuk. 

"Hans, aku akan mencoba mempelajari kondisi politik dan sejarah. Kita nanti bertukar informasi sampai di rumah." Tukas Paman Odel, Benaya terlihat enggan tapi ia tidak mengantongi ijin jadi tak ada yang bisa ia lakukan. 

Hans berjalan menuruni tangga, lampu-lampu listrik berwarna kuning tersusun rapi di lubang-lubang di lorong. Membuat lorong terlihat begitu terang. 

Hans sampai di lantai -1 ia tidak terburu-buru turun ke lantai selanjutnya, ia berencana untuk membaca seluruh buku yang ada. 

Ia memiliki ingatan eidetik, ia hanya perlu melihat setiap halaman secara seksama, satu atau dua kali dan bisa mengingat semuanya. 

Hans menjelajahi satu persatu rak buku, masing-masing setidaknya bertinggi lima meter dengan ribuan buku di tiap rak. 

Hans menarik satu buku di ujung rak, tepat di sebelahnya. Ia melihat plank di ujung rak bertuliskan 'pengobatan dan apothecary' ketika buku yang ia ambil ia balik, 'Jurnal Penelitian Obat dan Pengobatan Di Suku Suki, Kota Elves.'

"Menarik!" Hans tersenyum, dan duduk kemudian mulai membaca.

[1]Ebed berarti Pelayan dalam bahasa Ibrani

[2]Elo dari kata Elohym yang berarti Tuhan/semesta dalam bahasa Ibrani.