webnovel

Hans, Penyihir Buta Aksara

[15+ Rated Stories] Sebuah kisah petualangan bocah yatim piatu, tak bisa membaca, diseleksia. Kesepian dan diremehkan, ia seolah sendirian melawan kebiungungan. Satu-satunya peninggalan orang tuanya, yang mungkin menyimpan rahasia tentang keduanya adalah sebuah buku lusuh yang tidak bisa ia baca. Pertemuannya dengan para Magi, pengguna aksara membawanya ke dunia yang bahkan tidak pernah terlintas dalam imajinasi terliarnya. Sebuah petualangan dan perjuangan di mana Aksara dan Doa mampu mengubah segalanya! Sebuah cerita tentang sihir dan pertempuran kerajaan antara manusia dan iblis, antara manusia dan saudaranya! "Aksara, sebuah goresan penghantar doa yang menggerakan semesta!" [ Support aku di halaman karya karsa berikut: https://karyakarsa.com/gulahitam/rewards ]

GulaHitam · Fantasy
Not enough ratings
90 Chs

Aksara 34a, Kesempatan Kedua

Edited by: Mel

Suhu cukup rendah siang itu, meski langit biru cerah di atas kepala mereka. Dibalut dengan dinginnya hawa udara saat itu, para narapidana berjalan di tengah-tengah barisan pasukan.

Hans meneliti barisan pasukan yang paling dekat dengan tembok, perlengkapan yang mereka gunakan terbilang kualitas tinggi.

Mereka memiliki pandangan yang fokus, meski suara rantai cukup mengganggu, tak satupun dari mereka menoleh.

"Pasukan elit, tapi mengapa di belakang?"

Semakin jauh ia berjalan menjauhi tembok, ia menemukan kualitas pasukan semakin menurun. Hingga barisan akhir ia melihat para pemuda dengan wajah cemas berbaris tidak rapi, perlengkapan mereka seadanya.

"Prajurit baru? Militia? Mengapa diletakkan paling depan".

Seakan menjawab pikirannya, seorang napi yang bersebelahan dengan paman Odel berucap sambil melepas nafas pelan.

"Haha... Tuan Odel, lihatlah kerajaan ini menempatkan militia dan rakyat pada bagian depan! Aku rasa kita ditempatkan sebagai tumbal di bagian terdepan",pria besar dengan janggut tebal berujar. Ia bernama Gordon Brewster, salah satu napi berlatar belakang militer. Ia adalah seorang ksatria suci kota Nephilim.

"Biadab namun memang keputusan paling menguntungkan! Narapidana dan Militia digunakan untuk memecah konsentrasi musuh dan mengurangi jumlah musuh sebanyak-banyaknya sehingga beban untuk pasukan elit akan berkurang, dan kematian pasukan yang dilatih susah payah dapat ditekan!" Lanjut Gordon.

Mendengar hal itu, Hans merasa begitu kecewa, sedih dan marah

"Inikah wajah asli manusia?"

Para Narapidana kemudian berbaris paling depan, satu kilometer lebih jauh dari barisan militia. Menyisakan jarak cukup jauh

"Dengar!!!" Seorang pasukan yang mengawal para napi berteriak.

"Siapapun yang membelot atau meninggalkan barisan akan dieksekusi. Ada sepuluh ribu pemanah di belakang kalian, yang akan membunuh siapa saja yang meragukan perkataan ini dan mencoba lari!" Tambahnya, matanya dengan ganas memandang para narapidana hukuman mati.

"Gunakan pedang ini untuk melindungi diri kalian! Bila kalian hidup itu artinya kalian bebas dari hukuman!" Ia melemparkan pedang ke tanah, tepat di depan Gordon.

Kemudian berbalik pergi, pasukan yang lain juga melemparkan senjata ke dekat mereka, namun tak membuka rantai yang mengikat tangan dan kaki mereka.

"Tuan! Bagaimana bisa kami bertarung dengan tangan dan kaki terantai?" Paman Odel bertanya dengan sopan.

"Hah?! Itu urusan kalian, dengan begitu kalian akan berpikir dua kali untuk lari bukan?" Pemimpin pasukan itu mendengus dan meludah, kemudian pergi.

Asap hitam sudah terlihat mengepul di arah yang berlawanan.

"Kurang ajar! Son of a b*tch!!!" Gordon hendak maju dan melawan, ia mengumpat dalam bahasa utara. Namun paman Odel menahannya, ia justru memandang Hans yang masih terdiam.

"Hans! Kau bisa menghancurkan rantai ini kan?!" Paman Odel berucap pelan, hal itu membuat Gordon terkejut.

Hans pun terkejut, namun kemudian mengangguk kecil. Rantai yang mengikatnya mungkin kokoh, namun hanya terbuat dari besi biasa.

Gordon juga merupakan seorang ksatria, namun terlalu lama di penjara membuat tingkat pengendaliannya menurun. Ia tak ubahnya manusia biasa dengan fisik yang lebih kuat. Setidaknya fisiknya dua kali lebih kuat dari orang biasa. Hanya dengan tiga bulan latihan intensif kekuatannya baru kembali mungkin empat puluh hingga lima puluh persen.

Tapi Hans berbeda, fisiknya disempurnakan oleh darah Yu'da, ditambah uma miliknya menyimpan rahasia yang tak kalah dahsyat dengan fisiknya.

Sampai saat ini pun, jiha tak henti-hentinya terserap masuk. Gordon tak bisa melihatnya,karena sebagian benang jiha miliknya terlanjur stagnan dan tak berguna dalam waktu dekat, sehingga tak bisa menelisik dengan matanya. Lagi pula meskipun ia mampu melihat, proses penyerapan yang Hans lakukan tak kasat mata, karen jiha yang terserap sangat tipis dan berlangsung begitu lambat melalui pori-pori kulitnya.

"Tapi aku mungkin hanya akan melepaskan diri ketika perang dimulai, bila tidak para pemanah akan mengincarku terlebih dahulu.."

"Paman tetaplah dekat denganku, sehingga aku dapat melindungi dan membebaskan kalian nanti." Ia berujar, kemudian berbalik memandang Benaya yang tengah celingak-celinguk melihat sekitar.

"Baiklah nak, saranmu bagus!" Mata paman Odel berbinar, ia cukup terkejut anak bocah seumur Hans mampu melihat dan menilai keadaan hingga sejauh itu.

Mata Hans terfokus pada Benaya, mata batinnya melihat jelas, terdapat permasalahan pada kepala Benaya, sebagian fungsi otaknya tidak berjalan. Seumpama tingkat intelegensinya berkurang menyamai anak tiga sampai empat tahun, kadang pula terjebak dalam keadaan sadar dan tidak sadar.

Sehingga alam bawah sadarnya mengendalikan diri di bawah insting. Sehingga ia tak merasakan sakit dan berkomunikasi sangat sulit.

Ia percaya bila masalah ini diselesaikan, Benaya akan segera kembali normal. Ia hanya tak mengira kerusakan struktur fisiologis otaknyanya bisa separah ini.

"Twooooooongggggggggg!"

Suara sangkakala terdengar, menyadarkan Hans dari lamunannya. Para Narapidana menjadi ketakutan dan gempar, kerusuhan mulai terlihat di barisan.

Hans memungut pedang di dekat kakinya, matanya dengan tajam memandang ke depan.

"Sudah dimulai? Perang?"

Suara gemuruh terdengar kuat, bersamaan dengan awan hitam yang memenuhi langit. Rantai yang mengikat para napi bergemericik akibat getaran tubuh beberapa dari mereka yang diselimuti rasa ketakutan.

Setidaknya ada empat ribu napi dari berbagai penjara berbeda, mata Hans terpaku pada dua orang bertubuh amat besar seperti raksasa.

Mereka berasa cukup dekat dengannya, namun berasal dari penjara berbeda.

"Kakak, bagaimana ini, aku takutttt!" Ujar salah seorang yang bertubuh lebih besar. Setidaknya memiliki tinggi empat meter.

"Nardi! Aku akan menjagamu! Tenang saja!!" Seorang yang lebih kecil berujar berusaha menenangkan, lucunya ternyata ia adalah kakaknya.

Hans tersenyum melihat hal itu, keduanya tidak ubahnya anak-anak seperti dia. Setidaknya begitu dari sifat keduanya.

"Tch! Bagaimana kita akan berperang dengan senjata seperti ini!" Georgio sang pencuri berujar sambil melihat pedang yang diberikan oleh pasukan penjaga sebelumnya.

"Mereka tidak pernah berpikir kita akan menang, kita ini hanya dijadikan pasukan tumbal. Kau berharap kita di berikan baju zirah dan perisai? Kau pikir kita pahlawan?" ujar seseorang menimpali ucapan Georgio.

"Berisik! Siapa kau rupanya?!" Ujar Georgio.

"Aku Adelfio, mantan pasukan kerajaan." Jawabnya singkat dan kemudian memandang sekeliling.

"Hey, kalian ada yang pernah bertarung sebelumnya? Aku Adelfio, seorang mantan kapten dari pasukan kerajaan." Teriaknya menarik perhatian semua narapidana.

Mendengar pertanyaan dari Adelfio, beberapa mengangkat tangannya, namun Hans tidak. Ia melihat Gordon dan lima belas pria lain mengangkat tangan.

"Baiklah, kalian mendekatlah! Kemungkinan kita untuk dapat selamat akan lebih besar bila kita saling membantu? Bagaimana?" Ujar Adelfio.

Kelima belas orang saling pandang, hanya Gordon yang menggeleng.

Tak lama kepulan asap semakin mendekati barisan, hanya beberapa kilometer dari posisi mereka.

"Nak, aku harap kau tidak bermain-main!" Ujar Gordon.

Hans mengangguk,"Paman Odel, bisakah ku titipkan Benaya?" Tanya Hans.

"Tentu saja. Selain kita berdua dia tidak mau mendengar siapa-siapa.." Paman Odel mengangguk.

"Bersiaplah, mereka datang!" Ujar Hans mengagetkan Gordon dan Odel.

Tombak besar melesat keluar dari dalam kepulan asap, begitu cepat dan menyasar tiga orang napi yang tewas tertancap seketika itu juga.

Barisan seketika itu juga hancur, kekacauan memenuhi seluruh barisan.

Hans merespon, tubuhnya bercahaya bagai lampu di tengah kegelapan. Suara tombak dan bebatuan yang melesat di udara terdengar dimana-mana.

Tubuhnya bertambah tinggi dan besar, tubuhnya yang sebelumnya hanya tiga hasta [1] atau satu setengah meter kini menjadi seratus tujuh puluh sentimeter.

Jiha bergelora seperti api yang menyelubunginya, Hans sebelumnya mencapai siklus sempurna, dan telah memurnikan umanya hingga tujuh kali.

Namun setelah mengalami kekeringan selama satu minggu, umanya justru mengalami terobosan. Ia memasuki satu siklus pemurnian sempurna.

Uma memiliki delapan tetes jiha yang kemudian dimurnikan sebanyak delapan kali. Namun bakat seseorang dan teknik yang ia gunakan berpengaruh terhadap berapa banyak siklus pemurnian yang bisa ia lakukan.

Setiap pemurnian satu tetes jiha sama saja menambahkan satu tambahan jiha atau para magi dan ksatria menyebutnya tingkat.

Seorang yang memiliki delapan tetes jiha tanpa pemurnian sama sekali terhitung sebagai ksatria atau magi tingkat 8.

Bila ia berhasil memurnikan satu tetes jiha pada siklus kedua berarti ia mencapai tingkat 9.

Hans berhasil memurnikan kedelapan tetes jihanya sebanyak delapan kali pengulangan, yang berarti ia memiliki setidaknya 64 tetes jiha.

Syarat untuk mendapatkan aksara pertama adalah mencapai tingkat 8, sedangkan untuk memiliki aksara kedua adalah dengan mencapai tingkat 32. Bila pada uma pertama ia tidak melakukan pemurnian sama sekali, maka ia perlu setidaknya memurnikan delapan tetes jihanya pada uma keduanya sebanyak tiga kali pemurnian.

Hans saat ini sudah melewati batas minimal untuk membentuk aksara kedua, sayang ia bahkan belum membentuk aksara di uma pertamanya. Meski begitu, kekuatannya bahkan lebih dari mereka yang memiliki dua aksara, dengan kondisi keduanya tidak menggunakan aksara mereka.

Meski Hans hanya ksatria bintang satu, namun kekuatan yang dimilikinya terlihat jelas bedanya.

Ia menarik kedua tangannya menjauh yang satu dengan yang lain, memutuskan rantai yang membelenggunya.

Gordon terkejut, tak mampu berujar.

"Hans.. kau?!"

"Tidak, bahkan ksatria bintang dua dan tiga tak bisa memotong rantai dengan tangan kosong!" Gordon tidak mengerti harus berkata apa, ia juga seorang ksatria, seorang ksatria bintang dua. Namun meski dalam kekuatan penuhnya, ia butuh senjata atau setidaknya waktu yang cukup untuk mematahkan rantainya.

"Paman Gordon, paman Odel."

"Kita harus bergegas ke tepian, menuju perbatasan ke arah pegunungan. Bila kita tetap di sini, entah seberapa kuat kita, ini bunuh diri namanya!" Ujar Hans, sambil menghalau sebuah tombak kayu besar yang menyasar ke arah mereka.

Gordon dan Odel mengangguk, mereka sepakat. Tak lama pasukan Orc berdatangan, tubuh mereka seperti mayat hidup, dengan mata nanar dan tubuh besar.

Aroma busuk menyeruak, beberapa dari mereka menaiki monster besar berbentuk kadal. Hans menghadapi tiga Orc sekaligus, pedangnya ia arahkan ke kaki dan persendian mereka.

Ia tidak berniat menghabisi mereka, tapi membuat mereka kehilangan kemampuan mereka untuk bergerak.

"Sssinggg!"

Pedang milik Hans dengan cepat menyapu kaki Orc besar dengan tubuh berwarna biru, suara benda logam beradu dengan tulang terdengar nyaring. Pedang di tangan Hans mulai bengkok, menunjukkan kualitas pedang yang diberikan pada mereka sangatlah buruk.

"Crack!"

Kepala Orc itu terinjak makhluk besar yang ditunggangi oleh Orc lainnya, darah dan otak berceceran. Terlihat sangat menjijikkan.

Gordon terpental akibat menahan serangan salah satu Orc. Beruntung Benaya melompat ke wajah Orc itu dan menarik matanya keluar, Gordon bangkit lagi dengan tergopoh-gopoh.

Hans melompat menghindari serangan kadal besar yang ditunggangi oleh Orc berjanggut, sambil menghindar ia memukul belakang kepala sang kadal.

"Bruuggggg!"

Cukup keras dan telak, mata makhluk itu kabur dan seketika jatuh ke tanah. Hans tidak hanya bertarung, namun juga menganalisis makhluk besar itu. Serangan pedangnya bahkan tidak berhasil menembus kulit kadal itu.

Beruntung ia melihat, bahwa dari seluruh bagian tubuh sang kadal, hanya kepalanya yang dilindungi.

Orc berjenggot itu jelas lebih kecil dari dua Orc sebelumnya,

Keempatnya meninggalkan tempat itu, meski mata Hans tetap tertuju ke arah dua pria besar, kakak beradik yang masih kesulitan.

Hans memimpin ketiganya ke dalam hutan, beruntung posisi mereka tidak jauh dari hutan di kaki gunung. Para Orc sepertinya hanya tertarik menyerbu barisan yang melindungi kerajaan, sedangkan bagian arah pegunungan memiliki jumlah musuh yang lebih sedikit.

"Cepat..cepat, kita harus bersembunyi!" Ujar Paman Odel yang sudah kehabisan nafas.

Hanya tiga Orc lagi yang membatasi mereka dari hutan, Hans bergerak. Menggunakan gerakan yang ia temukan ketika pertandingan sewaktu di akademi.

Ia membagi gerakan itu menjadi lima bagian gerakan, ia melompat ke atas mengawali gerakan pertama.

Menggunakan kedua tangannya untuk menebas Orc dengan tinggi hampir sepuluh hasta (5 meter) itu.

Sang Orc tidak mengelak, ia berusaha menangkap tangan Hans yang hanya seperti ranting baginya, namun matanya terbelalak, kaki Hans tiba-tiba melesat naik menghantam dagunya.

Tendangan itu disertai aliran jiha yang menggandakan kekuatan di balik fisik Hans. Setidaknya kakinya memiliki kekuatan menendang hingga tiga ton, hal itu membuat sang Orc kehilangan fokus.

Hans menyayat dengan cepat otot bahu dan di bawah ketiaknya, membuat kedua tangannya tak berfungsi. Kemudian menggunakan punggung yang perlahan jatuh itu sebagai landasan untuk menyerang Orc lainnya.

Orc yang kedua memiliki tanduk di sikunya, juga empat tanduk di punggungnya.

Ketika Hans hendak mendekat, seperti landak tubuhnya mengeluarkan ratusan tanduk yang hampir menancap tubuh Hans.

Namun Hans tidak kehilangan inisiatif, gerakan yang ia lakukan adalah kombinasi gerakan,yang hingga saat ini tidak terputus.

Gerakan ini adalah gerakan yang ia lihat dengan matanya, ketika jiha bergerak secara alami. Gerakan ini pula membuat jiha di sekelilingnya mengikuti gerakannya.

Hans mengayunkan pedang yang sudah tidak berbentuk di tangannya, namun membentuk tiga panah angin yang menyerang Orc itu.

Odel dan Gordon terkesima, mereka tidak mengerti, sebenarnya Hans ini adalah Magi atau Kesatria.

Tak memperdulikan mereka yang tengah kebingungan, Hans terus menyerang hingga gerakan terakhir hampir terjadi ia terhenti. Kemudian mengulangi kombinasi gerakannya, alasannya sederhana, bila ia menyelesaikannya jiha yang ia miliki akan ikut terserap dan menarik perhatian pada musuh yang lain.

Ia terus menyerang hingga pedang di tangannya tak mampu lagi mengimbangi dan terbelah.

"Paman Odel, pinjam pedang mu!!" Hans berteriak, terus maju ke arah musuh terakhir.

Ia menggunakan tangannya, Orc terakhir terlihat seperti gorilla raksasa, tubuhnya sembilan hasta (satu hasta 40-50cm) kedua matanya tertutup kain hitam, sedang di atas kepalanya seekor makhluk lain mengendalikan tubuhnya.

Dengan matanya, Hans bisa melihat roh jahat yang mengendalikan makhluk itu, meski tubuhnya besar makhluk itu mampu mengimbangi kecepatan pukulan Hans.

Keduanya beradu hingga sepuluh pukulan, Hans melompat mundur.

"Tangkap Hans!" Ujar Paman Odel.

Hans berusaha menangkapnya, meski makhluk itu seakan tidak tinggal diam. Ia berusaha juga merebut pedang yang masih melayang di udara itu. Hans melompat, bertumpu kuat pada salju yang memperlambat gerakannya, ia kalah cepat akibat tubuhnya yang lebih pendek dan jangkauan tangan Orc yang dua kali lipat melebihi dia.

"Tch!" Hans gagal menangkap pedang itu, meski begitu ia kemudian bersalto dan menendang pedang itu dengan ujung kakinya.

Membuat pedang itu melesat ke langit,"Lari!!" Teriak Hans.

"Tapi?!" Gordon ragu. Hans memanjat makhluk besar itu. Melompat dari kaki kanan sang Orc, kemudian ke dada kanannya.

Ia menggunakan tangan kosong, mencoba memukul leher sang makhluk besar. Namun seakan tidak merasakan rasa sakit, makhluk itu tetap menyerang. Tangan Hans tertangkap.

Orc lainnya mendengar pertarungan itu dan hendak mendekat.

"Sial!!" Ia mengeluh kecil.

Ia mengalirkan seluruh jihanya dan terpaksa mengerahkan seluruh kekuatannya. Perlahan tangan yang memegangnya terdorong, tubuh Hans di penuhi cahaya.

Ia kemudian memukul perut Orc itu, kemudian mencekik lehernya.

"LARI!!" Hans berteriak lebih keras, kemudian mendorong makhluk itu jatuh, kemudian menginjak lehernya.

Ia memejamkan matanya ketika hendak menekan kakinya untuk mematahkan leher Orc itu untuk membunuhnya.

Namun ia terlihat ragu, dua Orc lainnya pun tidak mati, hanya kehilangan kemampuan geraknya.

Gordon menggendong Benaya yang meronta-ronta ingin mengikuti Hans, Hans mengangguk ke arah paman Odel dan meninggalkan mereka dan kembali ke Medan pertarungan.

"Hans!!" Teriak paman Odel, meski Hans sudah terlebih dahulu pergi jauh.

"Tuan Odel, tenang saja anak itu bisa menjaga dirinya!" Gordon dan paman Odel kemudian berjalan semakin dalam ke arah hutan.

Udara dingin membuat ketiganya menggigil, mereka kemudian bersembunyi di bawah celah bukit batu, mereka menghadapi gunung curam yang terjal. Mereka memutuskan untuk bersembunyi di antara celah bebatuan.

Hans kembali ke medan pertempuran dan mendapati mayat berserakan, jeritan para napi masih terdengar. Hal itu membuat Hans bergegas.

Georgio menjerit, tubuhnya tertancap di tanah, lehernya tercekik oleh tangan Orc besar yang berjongkok menenggelamkannya dalam salju.

Rantai masih mengikat kaki Georgio, ia sebelumnya memilih mengikuti Adelfio, namun naas justru dia yang dikorbankan. Adelfio tidak membuka rantai di kakinya, hanya rantai di tangannya. Membuat Orc yang mereka hadapi hanya mengejar Georgio seorang sedang yang lain melarikan diri.

"Adelfio, bangsat kau!!" Ujar Georgio.

"Maafkan aku, tapi kami ingin hidup dan harus ada yang dikorbankan. Sayangnya kau yang paling lemah, jadi kaulah yang harus dikorbankan!!" Adelfio dengan wajah datar berujar, kemudian meninggalkannya.

Georgio menatap pucat barisan Orc yang menyerangnya, ia berusaha lari ke arah barisan belakang. Belum sempat ia berlari jauh, ribuan panah melesat di udara, beradu dengan tombak-tombak kayu dan batu yang berterbangan di udara.

"Shit!" Ia mengumpat dalam bahasa utara. Panah-panah itu bukan hanya membunuh Orc tapi juga manusia. Ia berguling di salju, menghindar, merasa begitu putus asa.

Seorang napi lain jatuh akibat panah, menjerit penuh penderitaan. Georgio tidak merasa sehancur ini dalam hidupnya, napi itu kemudian menarik kakinya.

Ia terjatuh, hendak marah dan menusuk napi itu. Ia adalah pria tua, sambil tersenyum dan menangis pria tua itu berucap,"Gunakan tubuhku untuk berlindung, bila kau hidup ingatlah namaku Herold Ode. Tolong perhatikan keluargaku!!!" Orang tua itu memegang erat lengan Georgio, menekannya ke tanah.

Ia tersentak, menangis begitu keras, ribuan panah menghujani tubuh pak tua itu.

"Namaku Herold Od--"

"Bruk!"

Tubuh itu terjatuh ke atas tubuhnya, Georgio menangis makin keras. Ia mencuri seumur hidupnya, menghabiskan uangnya pada prostitusi dan mabuk-mabukan.

"Aku tidak layak menerima ini.." tangisnya pecah.

"Herold Ode, Herold Ode... "

Ia masih terisak, tangan besar menarik Herold dari tubuhnya. Mata Georgio terbelalak, matanya memandang makhluk besar yang menarik orang tua itu dengan kedua tangannya kemudian mengoyakkan tubuhnya dan meminum darahnya.

Kejadian itu membuat luka begitu besar di alam bawah sadarnya, ekspresinya berganti antara takut, jijik, marah.

"Tidak! Tidak!" Ia menjerit.

"Bangsat! Iblis! Binatang! Aku akan membunuhmu!!!" Ia berteriak keras, tangannya mengais kiri dan kanannya, memegang leher pedangnya, menggunakan tangannya memegang sisi tajam pedangnya dan memasukkannya pada tangan besar itu.

Author Announcement:

Selamat menikmati updatenya ya, bantu beri review Hans, Penyihir Buta Aksara ya dan vote dengan power stones ya.

Today's quote

Jangan menghukum diri karena masa lalu, seberapapun kamu merasa tidak layak, semesta pun memberimu kesempatan kedua meski dengan tanggung jawab yang jauh lebih besar.

Semangat, sehat terus.